Novel “Air Mata Sang Gembala” Diluncurkan di Munas GKRI XII Surabaya
Penulis buku Paran Sakiu (kiri) meluncurkan Novel “Air Mata Sang Gembala” di sela-sela |
SURABAYA – Sebuah karya sastra rohani terbaru, Air Mata Sang Gembala, resmi diluncurkan pada ajang Musyawarah Nasional Gereja Kristus Rahmani Indonesia (Munas GKRI) XII yang digelar pada Munas 14-17 Oktober di Surabaya.
Novel ini ditulis oleh dua pendeta, Paran Sakiu dan Samuel,
dan menawarkan kisah mendalam tentang pengabdian seorang gembala gereja yang
tiada batas.
Air Mata Sang Gembala menggambarkan pengorbanan total seorang pendeta dalam melayani Tuhan. Sosok gembala dalam novel ini mengesampingkan kepentingan diri dan keluarga demi karya Tuhan di dunia, meneguhkan diri dalam pelayanan meski harus menghadapi berbagai tantangan.
Peluncuran buku ini mendapat perhatian luas dari peserta Munas, yang berasal
dari berbagai daerah di Indonesia, sebagai bagian dari upaya memperkaya
literasi rohani di kalangan jemaat dan pemimpin gereja.
Perjalanan emosional seorang pendeta dalam melayani
Sekilas isi novel menyingkap perjalanan emosional seorang pendeta yang berdiri teguh di tengah panggilan suci. Di balik khotbah yang menggugah dan senyum penuh harapan, ia menyimpan luka, keraguan, dan air mata yang jarang diketahui jemaatnya.
Buku ini membawa pembaca masuk ke dalam
kehidupan seorang gembala gereja yang berjuang menjaga iman di tengah badai
kehidupan, mulai dari sukacita pelayanan hingga beban tanggung jawab yang
nyaris menghancurkan.
Setiap langkah perjalanan sang gembala dipenuhi momen-momen yang mengguncang hati. Kebahagiaan muncul saat melihat jiwa-jiwa menemukan terang, namun kesedihan juga hadir ketika pengkhianatan dan kekecewaan datang dari mereka yang terdekat.
Novel ini secara jujur menampilkan kerapuhan
manusiawi seorang hamba Tuhan—mulai dari tekanan untuk tampil sempurna hingga
perjuangan melawan keraguan akan panggilannya sendiri.
Pendeta Paran Sakiu menyampaikan, “Kami ingin menghadirkan
kisah yang realistis tentang hidup seorang gembala, yang tidak hanya terlihat
di mimbar tetapi juga di balik layar, di mana pergulatan batin sering kali tak
terlihat. Semoga buku ini memberi kekuatan bagi setiap pelayan Tuhan dan
jemaatnya.”
Paran Sakiu seorang Dayak Kanayatn yang telah menjadi warga Jakarta. Ia melayani jemaat GKRI di bilangan Penjaringan- Jakarta Utara. Karya-karya tulisnya cukup banyak, antara lain ia menulis sejumlah buku kumpulan cerpen, serta novel dalam bahasa Dayak Kanayatn.
Paran Sakiu juga adalah salah satu alumnus dari Sekolah Tinggi Teologi Lintas Budaya -Jakarta. Ia kemudian melanjutkan kuliah pada Institut Agama Kristen Negeri, Palangka Raya. Ia mengambil jurusan Pendidikan Agama Kristen dan meraih gelar "master pendidikan" dengan tidak mudah sebab proses bimbingan, ujian, hingga wisuda selama masa Covid-19.
Salah satu suka duka sekolah pendeta lagi, katanya, "ya... dikisah seskilas dalam novel ini."
Sementara itu, Pendeta Samuel menambahkan bahwa novel ini lahir dari pengalaman nyata pelayanan dan refleksi panjang para penulis terhadap tantangan kehidupan rohani.
Samuel adalah Gembala Sidang Gereja Lokal GKRI Ekklesia Surabaya. Ia juga pernah menjadi salah seorang pengurus dan anggota aras PGI Wilayah Jawa Timur serta PGLII Kota Surabaya hingga tahun 2025.
“Ini bukan sekadar cerita fiksi; ini
adalah cermin dari realitas pelayanan yang sering kali penuh pengorbanan dan
air mata,” ujarnya.
Apresiasi atas kisah yang tulus
Peluncuran Air Mata Sang Gembala di Munas GKRI XII di
Surabaya mendapat sambutan hangat dari peserta. Banyak yang menyatakan
apresiasi atas keberanian kedua penulis menghadirkan kisah yang tulus dan
menyentuh hati, yang mampu menggambarkan sisi manusiawi seorang pendeta tanpa
mengurangi kesakralan panggilan pelayanannya.
Kunjungi Air Mata Sang Gembala
Dengan hadirnya novel ini, para jemaat dan pembaca
diharapkan dapat lebih memahami dinamika kehidupan seorang gembala, menghargai
perjuangan mereka, dan menemukan inspirasi untuk tetap setia dalam pelayanan,
meski di tengah tantangan yang berat.
Pewarta: Rangkaya Bada