Uskup

Uskup Katolik: menjaga tradisi dan magisteriumdalam satu kesatuan dengan Paus, uskup Roma. Aman dan kokoh Gereja Katolik. Ist.
Uskup Katolik: menjaga tradisi dan magisterium dalam satu kesatuan dengan Paus, uskup Roma. Aman dan kokoh Gereja Katolik. Ist.

Br. Cosmas Damianus Baptista

Uskup.

Istilah kata itu berakar dari kata Yunani episkopos yang berarti: pengawas. Punya warisan sejarah dan tradisi  panjang yang tak terpisahkan dari perjalanan Gereja.

Uskup sering kita dengar dalam konteks agama Kristen, khususnya Gereja Katolik. Namun di balik gelar sederhana itu tersimpan sejarah panjang, makna teologis mendalam, dan fungsi penting dalam hirarki Gereja. 

Dalam tulisan ini saya ajak Pembaca menyelami aspek-aspek uskup: dari akar kata, perjalanan historis, hubungan dengan Paus, perannya dalam struktur gereja, hingga gambaran angka global terkini (dengan catatan: statistik selalu berubah). 

Etimologi Kata “Uskup”

Kata uskup dalam bahasa Indonesia adalah adaptasi dari “bishop” dalam bahasa Inggris, tetapi akar istilah tersebut jauh lebih tua. Dalam bahasa Yunani kuno terdapat kata episkopos (ἐπίσκοπος), yang berarti “pengawas, pengamat, penjaga.” Kata ini terdiri dari epi (di atas / atas) + skopos (pengamat, penjaga). Makna literalnya: seseorang yang berdiri “di atas” atau “di atasnya” dalam pengawasan.

Dalam penggunaan Yunani kuno, episkopos bisa merujuk pada pejabat sipil atau pengawas administratif. Dalam komunitas Kristen awal kata itu diadopsi untuk merujuk pada pejabat yang mengawasi jemaat. 

Kemudian dari Yunani istilah itu dibawa ke bahasa Latin sebagai episcopus. Dari “episcopus” berkembang ke bahasa-bahasa Eropa. Dalam Bahasa Inggris menjadi bishop, dalam Jerman menjadi Bischof, dalam Prancis menjadi évêque, dan dalam Italia menjadi vescovo.

Dalam teks Perjanjian Baru, istilah episkopos muncul, misalnya dalam surat kepada Filipi (“Para penatua dan uskup”) dan surat Titus (“Jadi seorang uskup haruslah tak bercacat …”). Dalam versi bahasa Inggris, episkopos sering diterjemahkan sebagai “overseer” atau “bishop.” Pemakaian kata ini sudah menyinggung bahwa fungsi utamanya bukan sekadar administratif, melainkan pengawasan spiritual, yakni menjaga orisinalitas iman Kristen, ajaran, disiplin, dan kehidupan jemaat tetap dalam integritas iman.

Etimologi ini menyiratkan sesuatu: uskup bukan hanya administrator, melainkan pengawas rohani. Dari dunia sekuler (pejabat pengawas) ke ranah sakral (gembala jemaat) — itu perjalanan makna kata yang dalam.

Asal Usul Uskup

Untuk memahami asal usul uskup, kita harus mundur ke gereja perdana. Sejak abad pertama Kristen, komunitas kecil yang tersebar di berbagai kota memerlukan pemimpin lokal. Tradisi Katolik menegaskan bahwa jabatan uskup adalah kesinambungan (suksesi) para rasul Kristus.

Dalam Kisah Para Rasul 14:23 Paulus dan Barnabas menunjuk “penatua” di tiap jemaat. Namun, istilah episkopos muncul dalam Kisah 20:28 ketika Paulus berbicara kepada jemaat Efesus

“Jagalah kamu dirimu sendiri dan seluruh kawanan, di mana Roh Kudus telah menempatkan kamu menjadi pengawas (episkopos) …” 

Demikian juga dalam surat Paulus kepada Titus 1:7, Paulus menggunakan istilah uskup (episkopos) untuk pemimpin jemaat. Pada masa itu belum ada perbedaan tegas antara presbiter (penatua) dan uskup. Kerap kedua istilah ini digunakan saling tumpang tindih.

Tetapi pada akhir abad pertama dan abad kedua muncul kesadaran struktural: gereja di sebuah kota sebaiknya mempunyai satu uskup tunggal (monoepiskopat). Ignatius dari Antiokhia (sekitar 107 M) menulis bahwa “di mana ada uskup, di situ ada Gereja,” dan mendesak agar jemaat tetap berada dalam kesatuan dengan uskup karena ia mewakili Kristus di wilayah itu. Ini menjadi salah satu dasar teologis penitbangan jabatan uskup tunggal.

Seiring berkembangnya waktu, uskup mulai memiliki otoritas lebih besar — tidak hanya memimpin ibadah dan pengajaran, tapi juga menyatukan jemaat di paroki-paroki, membina imam-imam, mengadili persoalan moral dan disiplin. Setelah Kekaisaran Romawi mengakui Kristen (Edik Milan 313 M), posisi uskup makin terlembaga. Konsili Kang I (325 M) menetapkan bahwa penahbisan uskup harus dilakukan oleh beberapa uskup (minimal tiga) agar terjaga kesatuan dan legitimasi suksesi apostolik.

Di Barat, terutama setelah runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat, uskup sering memegang kekuasaan sipil di samping kekuasaan rohani. Uskup menjadi “prince-bishop” yang menguasai tanah dan yurisdiksi temporal. 

Reformasi Protestan di abad ke-16 menolak sebagian besar wewenang hierarkis uskup, meski beberapa gereja seperti Anglikan tetap mempertahankan jabatan uskup. 

Sejak itu, pergulatan mengenai kedudukan uskup terus berlangsung dalam berbagai denominasi.

Paus sebagai Uskup Roma Secara Otomatis

Salah satu fakta mendasar dalam Gereja Katolik: ketika seorang kardinal (yang sudah menjadi uskup) terpilih sebagai Paus dalam konklaf, ia secara otomatis menjadi Uskup Roma, tanpa memerlukan tahbisan tambahan (jika ia sudah uskup). Tradisi ini berakar dari kenyataan historis bahwa Paus adalah penerus Santo Petrus, yang secara tradisional dianggap uskup pertama Roma.

Ketika seorang paus baru diumumkan, maka ia mengambil alih keuskupan Roma dan resmi tinggal di Lateran sebagai Uskup Kota Roma. Dalam Kode Hukum Kanonik, kanon 332 menyebut Paus sebagai “Uskup Gereja Roma, di mana ia memegang suksesi Petrus.” (Kode Kanonik).

Jika seseorang yang bukan uskup dipilih sebagai Paus (kasus yang amat jarang), maka ia harus segera ditahbiskan uskup agar bisa asumsi tugas keuskupan Roma. Tetapi, jabatan Paus dan jabatan uskup Roma melebur: Paus tidak hanya kepala universal Gereja, tetapi juga uskup lokal dari keuskupan Roma. Dengan demikian, semua uskup lain, meski memimpin keuskupan mereka secara lokal, tetap berada dalam kesatuan dengan Uskup Roma (Paus) dalam struktur hierarkis Gereja Katolik.

Kita bisa menarik paralel: Paus adalah primus inter pares (yang pertama di antara yang setara), tetapi juga memiliki otoritas langsung dan supremasi mengikat atas seluruh Gereja Katolik. Dokumen seperti Pastor Aeternus menegaskan bahwa Petrus memiliki primat atas para rasul dan seluruh Gereja, dan para penerusnya (Pauser) menjaga kesatuan ini. (Vatican)

Dalam dokumen apostolik di Vatikan, kita juga menemukan bahwa ketika berbicara tentang uskup (episcopus) dalam tindakan liturgis atau surat-surat resmi, istilah tersebut digunakan dengan penuh makna jabatan dan otoritas. (Vatican)

Kedudukan Uskup dalam Gereja

Dalam teologi Katolik, uskup memegang kepenuhan imamat (sakramen tahbisan). Artinya, melalui tahbisan uskup, seseorang memperoleh wewenang lebih tinggi daripada imam — yakni wewenang untuk menahbiskan imam, memberikan penguatan (krisma), dan memimpin keuskupan.

Uskup menjalankan tiga fungsi utama:

  • Mengajar (munus docendi): menjaga ajaran Gereja, menetapkan kebijakan doktrinal di keuskupan, dan dalam kolegialitas (bersama semua uskup) memberikan suara dalam ajaran universal Gereja.
  • Menguduskan (munus sanctificandi): memimpin liturgi sakramental utama, meneguhkan imam dan diakon lewat tahbisan, mengurapi dalam sakramen penguatan.
  • Memerintah (munus regendi): mengatur pengurusan keuskupan, mengawasi paroki, institusi pendidikan, organisasi sosial dan amal di wilayah keuskupan.

Kedudukannya dalam hierarki: uskup dieosesan atau kepala keuskupan adalah yang utama. Ada pula uskup auxiliar (pembantu) yang membantu tugas administratif atau pastoral di keuskupan besar. Ada juga uskup titular yang tidak memimpin keuskupan riil, tetapi diberi jabatan formal (misalnya untuk tugas di kuria atau misi).

Di Konsili Vatikan II, dokumen Lumen Gentium menekankan prinsip kollegialitas: para uskup tidak bertindak sendiri-sendiri, melainkan bekerja bersama sebagai “kolese uskup” di bawah otoritas Paus. Uskup tidak dipandang sebagai boss sewenang, tetapi sebagai pelayan.

Persyaratan minimum: menurut aturan Gereja, uskup harus laki-laki, minimal umur 35 tahun, memiliki reputasi baik, keahlian dalam teologi dan kepemimpinan pastoral, dan biasanya dipilih oleh Paus setelah melalui konsultasi. Setelah mencapai usia 75, uskup wajib menulis surat pengunduran diri kepada Paus dan kemudian bisa menjadi uskup emeritus — yaitu tetap memiliki jabatan uskup, tetapi tidak lagi memegang pemerintahan aktif di keuskupan.

Dalam tulisan dan kesaksian liturgis Vatikan, kata episcopus sering muncul dalam dokumen liturgi, konsitusi apostolik, dan piagam-piagam resmi. Misalnya, Pius XII dalam Constitutio Apostolica “Episcopali Consecrationis” menetapkan bahwa untuk keabsahan tahbisan uskup, satu uskup saja sudah memadai, meskipun praktik liturgis biasanya melibatkan tiga uskup. (Vatican)

Juga dalam surat-surat apostolik, istilah episcopus digunakan konsisten untuk menyebut wewenang dan jabatan uskup dalam struktur Gereja. (Vatican)

Terkait Scot Hahn dan Ratzinger: Scot Hahn adalah teolog Katolik kontemporer yang menghasilkan banyak tulisan apologetika dan interpretasi Kitab Suci. Ia sering merujuk dan menginterpretasi ajaran Paus emeritus Joseph Ratzinger / Benediktus XVI. (Misalnya dalam karyanya Covenant and Communion). (Wikipedia)

Ratzinger sendiri dalam karya-karyanya sering menegaskan konsep otoritas imam dan uskup dalam kesinambungan otoritas Gereja, meskipun saya tidak menemukan sumber langsung di Vatikan yang menyebut “Ratzinger tentang uskup” dalam dokumen resmi untuk topik etimologi / statistik uskup khusus saat ini. Namun nama Ratzinger (Benediktus XVI) tetap muncul dalam dokumen Vatikan, seperti dalam piagam apostolik di mana ia disebut “Benedictus episcopus servus servorum Dei.” (Vatican)

Statistik Global terkait Uskup Aktif dan Emeritus

Membicarakan angka global uskup adalah hal yang lebih kompleks dibanding tampak. Gereja Katolik secara periodik merilis direktori dan statistik (misalnya Annuarium Statisticum Ecclesiae). Tapi saya tidak menemukan versi resmi dari Vatikan tahun 2025 yang menyebut jumlah pasti uskup aktif dan emeritus secara global dalam dokumen yang mudah diakses.

Dalam data terbaru yang tersedia publik (menurut direktori dan ringkasan statistik Gereja katolik global), jumlah uskup (aktif + emeritus) pada dekade terakhir berada di kisaran 5.300-an. Namun angka ini bisa berubah karena pensiun, kematian, dan pengangkatan baru.

Sebagai contoh estimasi: jika jumlah total 5.430 uskup (aktif + emeritus) dan jumlah umat Katolik dunia sekitar 1,4 miliar (asumsi), maka rata-rata satu uskup “melayani” lebih dari 200-300 ribu umat. Tetapi angka “aktif” dan “emeritus” harus dibedakan: uskup emeritus tidak lagi memimpin keuskupan aktif, tapi tetap memegang jabatan uskup secara sakramental.

Karena saya tidak menemukan data resmi dari Vatikan 2025 yang memecah jumlah uskup aktif dan emeritus secara publik, bagian angka ini tetap bersifat estimasi berdasarkan tren statistik historis. (Jika Anda ingin, saya bisa bantu cari Annuarium Statisticum Ecclesiae terbaru dan mencocokkannya.)

Uskup menjaga kesatuan iman dan penghayatan lokal

Uskup, dari segi etimologi, jabatan, fungsi, dan posisi dalam Gereja, merupakan institusi yang kaya sejarah dan makna. Uskup bukan sekadar jabatan administratif, melainkan pengawasan rohani dan pelayanan dalam kesinambungan apostolik. 

Paus sebagai Uskup Roma mengikat semua uskup lainnya dalam hierarki Gereja Katolik. Di sisi praktis, jumlah uskup di dunia terus berubah, tetapi struktur dan fungsi dasarnya tetap relevan dalam menjaga kesatuan iman dan penghayatan lokal. 

Daftar Pustaka

  • Episcopus Missus, Littera Apostolica, Vatikan. (Vatican)
  • Pastor Aeternus, Konstitusi Dogmatis (18 Juli 1870), Vatikan. (Vatican)
  • Episcopali Consecrationis, Apostolic Constitution, Pius XII, Vatikan. (Vatican)
  • Benedictus episcopus servus servorum Dei, Apostolic Constitution, Vatikan (piagam dengan nama Ratzinger) (Vatican)
  • John Paul II, Homili tentang uskup (“Vobis … sum episcopus”) (10 Desember 1978), Vatikan. (Vatican)
  • Scott Hahn — informasi umum tentang biografi dan karya teologi. (Wikipedia)

 


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
sr7themes.eu.org