Nasrani
Nasrani sesungguhnya terhubung erat dengan peradaban awal Kristen. Kata ini berasal dari bahasa Arab. Ist. |
Oleh Teguh Imanqu
Asal usul dan sejarah kata Nasrani sesungguhnya terhubung erat
dengan peradaban awal Kristen. Kata ini berasal dari bahasa Arab naṣrānī
(نَصْرَانِي) dengan bentuk jamak naṣārā (نَصَارَى).
Sumber lebih awalnya adalah bahasa Suryani nasrāyā,
yang berarti “orang Nazaret” atau “pengikut Yesus dari Nazaret”.
Awal Mula Istilah Nasrani
Dalam Perjanjian Baru, istilah yang sepadan adalah Nazōraioi,
sebagaimana tercatat dalam Kisah Para Rasul 24:5. Di sana, orang Kristen awal
disebut sebagai bagian dari “sekte Nazaret”.
Penyebutan “sekte Nazaret” dalam Kisah Para Rasul 24:5
adalah bukti bagaimana komunitas Kristen awal dipandang sebagai cabang atau
kelompok minoritas yang menyimpang oleh otoritas Yahudi saat itu. Istilah Nazōraioi
menjadi label identitas, tetapi dengan nuansa yang tidak selalu positif dalam
konteks aslinya. Seiring waktu, istilah ini berkembang menjadi penanda
identitas bagi pengikut Yesus, sebelum istilah “Kristen” menjadi lebih umum
digunakan.
Kisah Para Rasul 24:5, terdapat rujukan yang menarik tentang
orang Kristen awal disebut sebagai bagian dari “sekte Nazaret”. Ayat tersebut
mencatat tuduhan yang dilontarkan terhadap Rasul Paulus:
“Telah kami dapati, bahwa orang ini adalah suatu penular wabah, seorang yang menimbulkan kekacauan di antara semua orang Yahudi di seluruh dunia, dan seorang tokoh dari sekte Nazaret ini.” (Kisah Para Rasul 24:5, LAI)
Dalam bahasa Yunani, istilah yang digunakan adalah Ναζωραίων
(Nazōraion), bentuk jamak dari Ναζωραῖος (Nazōraios), yang bisa
diterjemahkan sebagai "orang Nazaret" atau "Nazorean".
Sebutan ini mula-mula bernuansa minor. Suatu label yang
dipakai oleh lawan-lawan Paulus untuk menyudutkan gerakan pengikut Yesus yang
sedang bertumbuh di dunia Yahudi dan Romawi.
Di tempat lain dalam Alkitab, muncul istilah yang kemudian jauh lebih populer, yaitu Christianoi. Kisah Para Rasul 11:26 mencatat bahwa “di Antiokhia, untuk pertama kalinya murid-murid itu disebut Kristen”.
Baca Kristen
Dari istilah inilah lahir kata Christianus dalam bahasa Latin, yang
menurunkan kata Christian dalam bahasa Inggris, chrétien dalam
bahasa Prancis, cristiano dalam bahasa Spanyol, cristiano dalam
bahasa Italia, dan seterusnya.
Dengan demikian, sejak abad pertama, orang yang percaya
kepada Yesus dapat disebut dengan dua istilah. Pertama, Nazarene, yakni
sebutan bagi Yesus sendiri sebagai orang dari Nazaret dan bagi
pengikut-pengikut-Nya. Kedua, Christian, sebutan yang kemudian mengakar
kuat di dunia Romawi dan Eropa. Dari jalur bahasa Arab dan Suryani, bentuk yang
bertahan adalah Nasrani. Kata ini tetap digunakan hingga sekarang di
dunia Islam, baik dalam teks Al-Qur’an maupun dalam percakapan sehari-hari di
kawasan Timur Tengah.
Pergeseran dan Pemaknaan Kata
Menariknya, istilah Nasrani memiliki nuansa makna
yang berbeda di berbagai konteks. Dalam Al-Qur’an, Nasrani disebut
sebagai kelompok Ahli Kitab, yakni orang-orang yang mengikuti ajaran Yesus,
tetapi dianggap telah keluar dari kemurnian tauhid. Dalam sejarah panjang
perjumpaan Islam dan Kristen di Timur Tengah, sebutan Nasrani sering
digunakan sebagai istilah umum, meski kadang mengandung nada teologis yang
berbeda dari pemahaman Kristen sendiri.
Sementara itu, di Barat, sebutan Christian berkembang
menjadi identitas resmi dan universal. Gereja Katolik, Gereja Ortodoks, dan
kemudian gereja-gereja Reformasi sama-sama memakai istilah ini. Sebutan Nazarene
atau Nasrani lambat laun tersisih dan hanya dipakai dalam konteks
tertentu, misalnya dalam kelompok-kelompok kecil yang menekankan kedekatan
historis dengan komunitas Yahudi-Kristen abad pertama.
Dari Nasrani ke Serani
Cerita menjadi semakin menarik ketika kita menelusuri jejak
istilah ini di Nusantara. Pada abad ke-16, bangsa Portugis tiba di Melaka dan
kemudian menyebar ke kepulauan Indonesia. Mereka membawa misi perdagangan
sekaligus misi rohani. Katolik masuk pertama kali melalui para misionaris
Portugis yang mengabarkan Injil kepada masyarakat setempat.
Dalam interaksi itu, muncul istilah baru: Serani.
Kata ini diyakini berasal dari adaptasi Melayu terhadap istilah Nasrani,
dengan pengaruh fonetik dari bahasa Portugis. Dalam bahasa Portugis, orang
Kristen disebut cristão. Tetapi di tanah Melayu, yang sudah akrab dengan
istilah Arab adalah Nasrani, bentuk yang dipakai berubah menjadi Serani.
Lama-kelamaan, istilah ini tidak hanya merujuk pada orang Kristen, melainkan
juga pada komunitas Eurasia, yaitu keturunan campuran Portugis dan penduduk
setempat yang menganut Katolik.
Sampai hari ini, istilah Orang Serani masih dikenal
di Melaka, Singapura, dan sebagian Indonesia. Di Malaysia, ada komunitas yang
disebut Kristang atau Orang Serani, yakni keturunan
Portugis-Melayu yang mempertahankan identitas budaya, bahasa, dan iman Katolik
mereka. Mereka menggunakan bahasa Kristang, sebuah kreol Portugis-Melayu, dan
merayakan tradisi Katolik dengan corak budaya setempat.
Serani dalam Bahasa dan Budaya Lokal
Dalam literatur Melayu lama, kata Serani kerap muncul
sebagai sinonim dari orang Kristen. Misalnya, dalam beberapa terjemahan kitab
suci, syair, atau nyanyian rohani yang beredar pada abad ke-19 hingga awal abad
ke-20, istilah ini dipakai untuk menunjuk umat Katolik atau Kristen Protestan.
Seiring berjalannya waktu, kata itu perlahan digantikan oleh istilah yang lebih
umum, yaitu Kristen atau Katolik.
Namun, jejaknya masih bisa kita temukan dalam bahasa
sehari-hari. Di daerah tertentu di Indonesia, terutama di kawasan timur, orang
tua kadang masih menyebut orang Kristen dengan istilah Serani. Ini
menunjukkan betapa kuatnya jejak sejarah bahasa dan budaya dalam kehidupan umat
beragama di Nusantara.
Relevansi Sejarah Istilah
Mengapa penting membicarakan Nasrani dan Serani?
Karena kedua istilah ini bukan sekadar label linguistik, melainkan pintu masuk
untuk memahami sejarah panjang perjumpaan iman, budaya, dan bahasa. Nasrani
menyingkapkan kaitan erat antara komunitas Kristen awal dengan dunia Yahudi,
Suryani, dan Arab. Serani mencatat babak baru ketika Eropa bertemu
dengan Asia Tenggara dalam semangat perdagangan dan pewartaan Injil.
Di balik kedua istilah ini, kita bisa melihat bahwa
identitas Kristen di dunia bukanlah sesuatu yang monolitik. Identitas itu lahir
dalam pergulatan sejarah, selalu beradaptasi dengan konteks bahasa dan budaya
di mana iman itu hadir. Penggunaan istilah yang berbeda-beda mencerminkan
dinamika dan keragaman wajah Kristen di seluruh dunia.
Sejak abad pertama, para pengikut Yesus disebut dengan
berbagai nama: Nazarenes, Christians, Nasrani, atau Serani.
Setiap istilah membawa jejak sejarah dan makna teologis yang berbeda. Di Timur
Tengah, Nasrani menjadi istilah yang hidup sampai sekarang. Di Barat, Christian
mengakar dalam bahasa-bahasa Eropa. Di Nusantara, Serani pernah menjadi
istilah yang akrab, khususnya bagi umat Katolik keturunan Portugis.
Dengan menelusuri jejak kata-kata ini, kita tidak hanya belajar tentang bahasa, melainkan juga tentang sejarah iman yang melintasi batas bangsa dan benua.
Nasrani dan Serani adalah saksi bisu bagaimana kekristenan berakar, menyebar, dan beradaptasi dengan budaya lokal. Kedua istilah dalam arti yang sama mengingatkan bahwa iman selalu hadir dalam konteks sejarah yang nyata, dan bahwa kata-kata yang kita pakai adalah jendela untuk memahami perjumpaan besar antara Injil dan dunia.
21 September 2025