Memahami Akar Bahasa Perjanjian Baru
| Memahami akar bahasa Perjanjian Baru lewat buku ini. Ist. |
Oleh Masri Sareb Putra, M.A.
Buku terbitan tahun 2011 ini penting sebagai pintu masuk memahami Perjanjian Baru.
Dengan tebal sekitar 200 halaman dilengkapi
dengan berbagai exercise (latihan), buku ini dirancang tidak sekadar
sebagai bacaan, tetapi sebagai sarana belajar aktif.
Buku wajib di STT dan STFT
Di berbagai Sekolah Tinggi Teologi (STT) dan Sekolah Tinggi
Filsafat Teologi (STFT) di Indonesia, buku ini bahkan layak ditempatkan sebagai
pelajaran wajib. Alasannya sederhana: Gizi-menu pustaka ini meletakkan dasar yang kokoh bagi siapa
saja yang ingin menguasai bahasa Yunani Perjanjian Baru, sedemikian rupa sehingga mampu membaca
langsung teks asli Kitab Suci dengan pemahaman yang lebih jernih.
Fakta mendasar yang perlu selalu diingat setiap pembaca
Perjanjian Baru adalah bahwa kitab ini tidak lahir dalam bahasa Latin, Inggris,
atau bahasa modern lain, melainkan dalam bahasa Yunani; lebih tepatnya Yunani
Koine.
Koine berarti “umum” atau “sehari-hari,” sebuah bentuk
bahasa Yunani yang menjadi lingua franca dunia Mediterania setelah penaklukan
besar-besaran Alexander Agung. Akar dari Yunani Koine sendiri dapat ditelusuri
pada Yunani Attika, salah satu dialek klasik yang dipakai untuk sastra. Seiring
berjalannya waktu, bahasa ini berkembang menjadi bentuk yang lebih sederhana,
lebih komunikatif, dan dapat dipahami oleh lebih banyak orang.
Namun, kesederhanaan Koine tidak berarti mudah. Bahkan
penutur asli Yunani klasik pun kerap menghadapi kesulitan memahami bentuk Koine
karena adanya perbedaan dalam jumlah preposisi, bentuk tata bahasa, dan gaya
ungkapan. Inilah tantangan pertama bagi siapa pun yang hendak mendekati teks
asli Perjanjian Baru. Bahasa Yunani Perjanjian Baru adalah bahasa yang kaya
infleksi, penuh dengan kasus, modus, tenses, serta variasi bentuk kata yang
tidak biasa bagi bahasa modern.
Chandra Han, dalam bukunya, mencoba menyingkap jalan agar
pembaca masa kini tidak terjebak pada kerumitan semata. Ia percaya, setiap
orang yang ingin mempelajari “sumber pertama” dari Perjanjian Baru tetap dapat
menapaki proses itu, asalkan memiliki kerangka yang jelas. Karena itu, ia
menyusun tujuh bab yang ringkas namun sistematis untuk memperkenalkan tata
bahasa Yunani Perjanjian Baru. Tujuannya sederhana: memberi alat dasar agar
pembaca bisa membaca, menganalisis, dan menerjemahkan teks Kitab Suci tanpa
harus tersesat dalam detail yang berlebihan.
Tujuh Bab sebagai Kerangka Dasar
Buku ini terdiri dari tujuh bab. Sekilas jumlahnya tampak
sedikit, namun penulis justru meyakini keterbatasan ini akan membantu pemula
untuk tidak kewalahan. Han menekankan bahwa kunci pembelajaran bahasa asing
bukanlah tumpukan teori yang menakutkan, melainkan kesan awal bahwa bahasa
tersebut meski sulit, tetap menarik dan sederhana untuk didekati.
Bab pertama dimulai dengan alfabet Yunani dan kata benda
(noun). Alfabet dibahas bukan sekadar cara menulis dan membaca huruf, tetapi
juga sebagai fondasi untuk memahami infleksi kata benda. Bab ini juga
memperkenalkan kasus (cases), kata sifat (adjective), dan artikel. Hubungan
antara noun–adjective–artikel dijelaskan sebagai pola dasar yang akan terus
muncul dalam konstruksi kalimat Yunani.
Bab kedua membahas kata kerja (verb). Bentuk kata kerja
Yunani terkenal rumit karena melibatkan kala (tenses), modus (mood), dan aspek
yang khas. Han memilih fokus pada dua bentuk utama: kata kerja berakhiran -ω
dan -εω. Alasannya sederhana. Bentuk ini lebih teratur dan mudah dipahami
dibanding variasi lain seperti -αω, -οω, atau -μι. Dengan pendekatan ini,
pembaca dapat segera menangkap prinsip pokok sebelum terjun ke kerumitan
bentuk-bentuk yang lebih jarang.
Bab ketiga mengulas sintaksis dasar. Setelah memahami kata
benda dan kata kerja, Han menekankan pentingnya struktur kalimat. Ia
menjelaskan pola kalimat sederhana, termasuk kalimat tanya, dan bagaimana
mengenali fungsi kata dalam kalimat. Ringkasan dari bab satu dan dua ikut
dimasukkan agar pembaca mampu menganalisis setiap kata dan menerjemahkan
kalimat secara tepat.
Bab keempat memperluas cakupan dengan unsur-unsur lain: kata
ganti orang (personal pronoun), kata sifat tambahan, preposisi, partikel, dan
perbandingan. Semua unsur ini memungkinkan pembentukan kalimat yang lebih
kompleks, melampaui struktur dasar noun dan verb.
Bab kelima membahas infinitif, bentuk kata kerja yang
sekaligus memiliki fungsi nominal. Bentuk ini unik karena memadukan aspek
verbal dan nominal, sehingga penggunaannya kompleks dan khas.
Bab keenam membicarakan partisip, yaitu kata sifat verbal.
Semua bentuk partisip, beserta penggunaan dasarnya yang menentukan makna,
dijelaskan dengan cermat.
Akhirnya, bab ketujuh kembali ke sintaksis lanjutan. Di
sini, pembaca dilatih untuk menerjemahkan kalimat yang lebih kompleks, lengkap
dengan unsur-unsur tambahan yang sudah diperkenalkan sebelumnya.
Tujuan, Harapan, dan Doa Penulis
Apa yang ingin dicapai penulis dengan rangkaian tujuh bab
ini? Ia menegaskan bahwa tujuan utama adalah menolong pembaca memperoleh
kemampuan dasar menerjemahkan kalimat-kalimat Perjanjian Baru dengan bantuan
leksikon seminimal mungkin. Leksikon, atau kamus Yunani, tentu saja penting.
Namun, Han memperingatkan agar jangan sampai ketergantungan pada kamus
menggantikan pemahaman langsung terhadap tata bahasa. Leksikon hanya digunakan
bila ada satu atau dua kata yang benar-benar asing.
Harapan Chandra Han jelas: melalui buku ini, banyak orang
Kristen, terutama mereka yang baru pertama kali belajar, bisa memiliki
keberanian mendekati teks Yunani asli. Ia ingin para pembaca mampu membaca
Perjanjian Baru dari “sumber pertama,” bukan hanya melalui terjemahan. Dalam
kata pengantarnya, Han bahkan menyebut harapannya agar kemampuan ini menjadi
doa dan kerinduan setiap orang percaya, sehingga hasil belajar ini
dipersembahkan untuk kemuliaan Tuhan semata.
Menariknya, buku ini tidak sekadar teknis. Di balik
penjelasan gramatikal yang ketat, terselip nada pastoral. Penulis seakan
berbicara sebagai seorang guru sekaligus pendamping rohani, yang bukan hanya
ingin menyampaikan aturan tata bahasa, tetapi juga menumbuhkan cinta dan hormat
kepada Kitab Suci.
Evaluasi dan Relevansi bagi Pembaca Masa Kini
Sebagai sebuah pengantar, buku ini berhasil menyusun jalur
yang jelas. Banyak buku tata bahasa Yunani Perjanjian Baru seringkali sangat
tebal, penuh tabel, dan menakutkan bagi pemula. Chandra Han justru menyajikan
sesuatu yang ringkas, sistematis, dan realistis. Ia tidak mencoba menjelaskan
seluruh aspek Yunani, tetapi hanya unsur-unsur yang mutlak dibutuhkan untuk
mulai membaca teks Perjanjian Baru.
Kelebihan lain adalah penekanan pada hubungan langsung
antara tata bahasa dan penerjemahan. Setiap bab tidak berhenti pada teori,
melainkan diarahkan pada keterampilan menganalisis kata dan kalimat. Pendekatan
ini membuat pembaca merasa bahwa setiap langkah yang dipelajari memiliki tujuan
praktis; yakni memahami Kitab Suci.
Namun, ada pula keterbatasan. Ringkasnya buku ini berarti
banyak rincian tata bahasa yang tidak dibahas mendalam. Bagi pembaca tingkat
lanjut, buku ini mungkin hanya bisa menjadi pintu masuk, bukan rujukan utama.
Mereka tetap memerlukan karya-karya lebih komprehensif seperti Basics of
Biblical Greek karya William D. Mounce atau tata bahasa klasik lainnya.
Meski demikian, nilai unik buku ini terletak pada
semangatnya: mendorong pembaca awam untuk berani memulai. Bagi banyak orang
Kristen di Indonesia, kesempatan mempelajari bahasa asli Alkitab sering terasa
terlalu jauh. Buku Chandra Han hadir sebagai jembatan, memberi langkah awal
yang tidak menakutkan.
Lebih dari itu, karya ini menekankan bahwa belajar bahasa
bukan semata keterampilan akademis, melainkan juga bagian dari spiritualitas.
Dengan menguasai dasar-dasar Yunani Perjanjian Baru, seorang pembaca diajak
masuk lebih dekat kepada teks asli, memahami pesan Alkitab dengan lebih murni,
dan akhirnya mempersembahkan pemahaman itu sebagai bentuk ibadah.
Pengantar Tata Bahasa
Yunani Perjanjian Baru karya Chandra Han adalah buku kecil dengan tujuan
besar. Ia bukan kamus, bukan ensiklopedia, melainkan peta jalan yang sederhana
namun penting. Dalam tujuh bab, pembaca dibimbing dari alfabet, kata benda,
kata kerja, sintaksis, hingga bentuk kompleks seperti infinitif dan partisip.
Tujuan bukan sekadar keterampilan bahasa, tetapi
kemampuan untuk membaca Kitab Suci dari sumber aslinya, dengan hati yang
dipenuhi rasa syukur dan hormat. Harapan penulis agar setiap orang Kristen
mampu mendekati teks Yunani Perjanjian Baru adalah doa yang terus relevan.
Buku ini patut diapresiasi sebagai kontribusi nyata bagi
studi biblika di Indonesia, dan sebagai pengingat bahwa mendalami bahasa asli
Alkitab bukanlah milik segelintir akademisi, melainkan panggilan bagi semua
yang ingin semakin mengenal Firman Tuhan.
Jakarta, 13 September 2025