Injil Kabar Baik bagi Seluruh Umat Manusia
Injil warta sukacita dan berita baik bagi dunia dan bangsa-bangsa. Ist. |
Oleh Dr. Laurentius Prasetyo
Injil adalah salah satu konsep sentral dalam agama Kristen yang sering kali disebut sebagai "Kabar Baik". Bagi banyak orang, istilah ini mungkin terdengar sederhana, tetapi di baliknya terdapat makna mendalam yang telah mengubah sejarah umat manusia. Mengapa Injil disebut "Kabar Baik"?
Artikel ini akan menjelajahi pengertian, asal-usul,
makna teologis, dan relevansinya di era modern. Dengan pemahaman ini, kita bisa
melihat bagaimana Injil bukan hanya cerita masa lalu, tetapi juga pesan harapan
yang relevan hari ini. Mari kita bahas secara mendalam.
Pengertian Injil dalam Kristen
Injil, dalam konteks Kristen, merujuk pada empat kitab
pertama dalam Perjanjian Baru Alkitab, yaitu Injil Matius, Markus, Lukas, dan
Yohanes. Kitab-kitab ini menceritakan kehidupan, ajaran, kematian, dan
kebangkitan Yesus Kristus. Namun, pengertian Injil tidak terbatas pada
buku-buku tersebut saja. Secara lebih luas, Injil adalah pemberitaan tentang
aktivitas penyelamatan Allah melalui Yesus dari Nazaret.
Menurut sumber tepercaya, Injil adalah narasi yang berpuncak
pada kematian dan kebangkitan Yesus, yang diyakini sebagai jalan penyelamatan
bagi manusia yang berdosa agar dapat kembali ke hadirat Allah. Ini bukan
sekadar cerita sejarah, melainkan pesan yang dimaksudkan untuk meyakinkan orang
bahwa Yesus adalah sosok ilahi yang membawa harapan. Dalam Alkitab, seperti
dalam Markus 1:15, Yesus sendiri berkata, "Waktunya telah genap; Kerajaan
Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!"
Pengertian ini juga mencakup aspek keselamatan. Injil
menyatakan bahwa manusia telah jatuh ke dalam dosa sejak Adam dan Hawa, yang
menyebabkan pemisahan dari Allah. Kabar Baik ini datang sebagai solusi atas
masalah tersebut, menawarkan pengampunan dan kehidupan kekal. Bagi umat
Kristen, Injil adalah fondasi iman, yang diberitakan oleh para rasul seperti
Paulus dalam 1 Korintus 15:3-8, di mana ia menekankan bahwa Kristus mati karena
dosa kita, dikuburkan, dan bangkit pada hari ketiga sesuai Kitab Suci.
Dalam konteks sejarah, keempat Injil kanonik ditulis antara
tahun 66 hingga 110 Masehi, berdasarkan tradisi lisan dan tulisan awal. Markus
dianggap sebagai yang pertama, diikuti oleh Matius dan Lukas yang menggunakan
sumber bersama (Q source), serta Yohanes yang memiliki pendekatan teologis
lebih mendalam. Pengertian ini membuat Injil bukan hanya dokumen, tapi pesan
hidup yang terus diberitakan hingga kini.
Asal-Usul Istilah "Kabar Baik"
Istilah "Injil" berasal dari bahasa Yunani Kuno "euangelion", yang secara harfiah berarti "kabar baik" atau "berita kesukaan".
Kata euangelion ini terdiri dari "eu-" yang artinya "baik" dan "angelion" yang berarti "kabar" atau "pesan dari utusan". Dalam bahasa Inggris, diterjemahkan sebagai "gospel", dari bahasa Inggris Kuno "god-spell" yang juga berarti "kabar baik".
Asal-usul ini dapat ditelusuri ke Perjanjian Lama, di mana istilah serupa digunakan untuk menggambarkan berita sukacita, seperti dalam Yesaya 52:7 yang berkata, "Betapa indahnya kelihatan dari puncak bukit-bukit kedatangan pembawa berita, yang mengabarkan berita damai dan memberitakan kabar baik." Dalam konteks Romawi kuno, "euangelion" sering digunakan untuk mengumumkan kemenangan perang atau kelahiran kaisar, yang dianggap sebagai berita baik bagi rakyat.
Para
penulis Perjanjian Baru meminjam istilah ini untuk menekankan bahwa kedatangan
Yesus adalah kemenangan ultimate atas dosa dan maut.
Di Alkitab, kata "Injil" muncul 93 kali di
Perjanjian Baru, sering kali dikaitkan dengan Kerajaan Allah. Misalnya, dalam
Lukas 4:18-19, Yesus membaca dari Yesaya tentang membawa kabar baik kepada
orang miskin dan membebaskan yang tertawan. Istilah ini juga muncul dalam
bahasa Arab sebagai "Injil" untuk merujuk pada kitab yang
diturunkan kepada Yesus.
Asal-usul ini menunjukkan bahwa "Kabar Baik"
bukanlah istilah baru, tapi adaptasi dari tradisi Yahudi dan budaya sekitar
untuk menyampaikan pesan universal tentang penebusan. Ini membuat Injil mudah
dipahami dan relevan bagi pendengar pada masa itu, yang terbiasa dengan
pengumuman "kabar baik" dari penguasa duniawi.
Makna Teologis Mengapa Disebut Kabar Baik
Secara teologis, Injil disebut "Kabar Baik" karena
ia menyelesaikan masalah terbesar manusia: dosa dan pemisahan dari Allah.
Manusia dilahirkan dalam dosa (Roma 3:23), dan upah dosa adalah maut (Roma
6:23). Namun, Injil membawa berita bahwa Allah mengasihi dunia sehingga Ia
memberikan Anak-Nya yang tunggal, agar setiap orang yang percaya tidak binasa,
melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16).
Makna ini terpusat pada kematian dan kebangkitan Yesus.
Kristus mati sebagai korban penebus dosa, memenuhi hukum Taurat yang menuntut
pengorbanan darah untuk pengampunan (Ibrani 9:22). Kebangkitan-Nya membuktikan
kemenangan atas maut, menawarkan pembenaran dan hidup baru bagi yang percaya
(Roma 4:25). Ini adalah kabar baik karena bukan nasihat yang harus kita
lakukan, tapi apa yang sudah Allah lakukan bagi kita.
Injil memulihkan harkat manusia sebagai ciptaan ilahi yang dapat hidup kekal. Ia membawa pengampunan dosa, janji surga, dan pemulihan hubungan dengan Allah.
Dalam Roma 1:16, Paulus menyatakan bahwa Injil adalah
kuasa Allah untuk keselamatan bagi setiap orang yang percaya. Makna teologis
ini juga mencakup penyembuhan hati yang terluka oleh dosa, memberikan harapan
di tengah penderitaan, dan menjamin warisan surgawi (1 Petrus 1:3-4).
Injil bukan pesimisme, tapi harapan dan sukacita, karena
Allah datang untuk menyelamatkan, bukan menghancurkan dunia (Yohanes 3:17). Ini
membuatnya benar-benar "baik" – berita yang mengubah hidup dari
kegelapan ke terang.
Relevansi Injil sebagai Kabar Baik di Zaman Modern
Di era modern yang penuh tantangan seperti pandemi, konflik, dan krisis identitas, Injil tetap relevan sebagai Kabar Baik. Ia menawarkan kedamaian di tengah kekacauan, seperti dalam Filipi 4:7, di mana damai sejahtera Allah melampaui akal manusia.
Banyak orang hari ini merasa hampa
karena dosa dan kegagalan; Injil menyatakan bahwa Yesus telah membayar
semuanya, memberikan kebebasan dari belenggu dosa.
Relevansi ini terlihat dalam gerakan misi global, di mana Injil diberitakan sebagai kesaksian bagi semua bangsa (Matius 24:14).
Di
Indonesia, misalnya, Injil telah membawa transformasi sosial melalui
gereja-gereja yang melayani masyarakat miskin dan tertindas. Injil juga
menginspirasi etika kerja, seperti dalam Kolose 3:23, yang mendorong hidup
dengan tujuan ilahi.
Di dunia digital, Injil disebarkan melalui media sosial dan aplikasi Alkitab, membuatnya mudah diakses. Namun, tantangannya adalah menolak Injil berarti tetap dalam penghukuman (Yohanes 3:18).
Relevansi Injil terletak
pada kemampuannya menyembuhkan hati yang rusak, memberikan identitas sebagai
anak Allah (Yohanes 1:12), dan menjanjikan masa depan yang cerah.
Injil disebut "Kabar Baik" karena
ia adalah pesan penebusan, harapan, dan transformasi dari Allah. Dengan
memahami pengertian, asal-usul, makna teologis, dan relevansinya, kita bisa
melihat mengapa Injil tetap menjadi berita terbaik bagi dunia. Apakah Anda siap
menerima Kabar Baik ini? (Kata: 1.312).