Iman Katolik Telah Selesai, Debat Tidak Diperlukan Lagi
| Yesus adalah jalan, kebenaran, dan hidup; jaminan iman Katolik yang telah purna. |
Oleh Sr. Tanti Yosepha, M.Pd.
Iman Katolik sering dipertanyakan, diperdebatkan, bahkan
kadang disalahpahami. Namun bagi umat Katolik, sesungguhnya fondasi iman sudah
kokoh. Rumusan sudah ada, dasar sudah jelas, arah sudah terang. Karena itu,
perdebatan panjang soal “apa yang benar” sebenarnya tidak lagi diperlukan.
Gereja Katolik telah merangkum iman dalam Credo, menghadirkan Yesus sebagai pusat keselamatan, menegaskan kebangkitan sebagai inti, dan menampilkan wajah Allah melalui kebaikan Kristus. Dengan demikian, iman ini dapat disebut “selesai”; bukan dalam arti berhenti, melainkan telah lengkap.
Credo sebagai Titik Awal dan Titik Akhir
Setiap kali umat Katolik mengikuti misa, ada bagian yang
terasa akrab sekaligus sakral: pembacaan Syahadat atau Credo. Kalimat
demi kalimatnya adalah ringkasan iman:
“Aku percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta
langit dan bumi. Dan kepada Yesus Kristus, Putra-Nya yang tunggal, Tuhan kita…”
Syahadat ini berasal dari Konsili Nicea (325 M), lalu
ditegaskan kembali dalam sejarah panjang Gereja. Ia adalah titik awal sekaligus
titik akhir iman Katolik. Apa yang diyakini umat Kristiani sejak awal Gereja
telah diformulasikan secara ringkas dan padat.
Seperti yang ditulis Rasul Paulus:
“Sebab tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar
lain daripada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus” (1 Korintus
3:11).
Karena itu, umat Katolik tidak lagi mencari-cari rumusan iman baru. Debat tentang “apa isi iman” sudah selesai sejak lama. Yang tersisa adalah bagaimana menghidupi pengakuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Ingin Selamat dan Masuk Surga? Ikut Yesus Saja
Pertanyaan klasik setiap orang beriman adalah: Apakah
saya selamat? Bagi sebagian orang, ini menjadi sumber kegelisahan. Namun
Yesus memberi jawaban yang jelas:
“Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun
datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6).
Keselamatan, menurut iman Katolik, bukan hasil debat antara
“iman atau perbuatan”. Keselamatan adalah rahmat Allah yang diterima dengan
mengikuti Yesus.
Yesus sendiri menegaskan:
“Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal
dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Matius 16:24).
Dengan kata lain, keselamatan bukan teori melainkan jalan
hidup. Gereja mengajarkan bahwa rahmat keselamatan tersedia bagi semua, tetapi
setiap orang perlu berjalan di jalan Kristus: mengasihi, mengampuni, dan
memberi diri.
Itulah sebabnya Gereja Katolik tidak lagi merasa perlu berdebat panjang soal “jaminan keselamatan”. Iman telah menegaskan: cukup ikut Yesus, maka arah menuju surga sudah terbuka.
Yesus Turun dari Surga, Kembali ke Surga
Banyak orang memandang Yesus hanya sebagai guru bijak atau
pemimpin moral. Namun iman Katolik lebih dari itu: Yesus adalah Tuhan yang
turun dari surga, hidup bersama manusia, lalu kembali ke surga.
Injil Yohanes menuliskan:
“Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk melakukan
kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku”
(Yohanes 6:38).
Dan lagi:
“Tidak ada seorang pun yang telah naik ke surga selain dari
pada Dia yang telah turun dari surga, yaitu Anak Manusia” (Yohanes 3:13).
Yesus tidak hanya mengajarkan jalan ke surga. Ia sendiri
adalah jalan itu. Dalam diri-Nya, surga dan bumi bertemu.
Surat Ibrani memberi penegasan:
“Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada
Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan yang membawa iman kita itu kepada
kesempurnaan” (Ibrani 12:2).
Dengan demikian, iman Katolik sudah “selesai” pada Yesus. Tidak ada lagi kebutuhan mencari tokoh rohani baru atau menunggu wahyu tambahan. Fondasi sudah diletakkan, arah sudah jelas.
Kebangkitan dan Wajah Allah yang Nyata
Inti iman Kristiani bukan hanya salib, melainkan
kebangkitan. Paulus dengan tegas menulis:
“Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan
dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah
meninggal” (1 Korintus 15:20).
Bagi umat Katolik, kebangkitan adalah bukti bahwa kematian
bukan akhir. Yesus adalah yang pertama, dan umat beriman dipanggil untuk
mengikuti-Nya.
Namun Yesus bukan hanya bangkit; selama hidup-Nya Ia juga
memberi wajah Allah yang penuh kasih. Saat Filipus meminta untuk “menunjukkan
Bapa”, Yesus menjawab:
“Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa”
(Yohanes 14:9).
Melalui kebaikan-Nya—mengampuni perempuan yang berzinah,
menyembuhkan orang buta, memberi makan lima ribu orang—Yesus menyingkapkan rupa
Allah yang penuh kasih dan belarasa.
Bagi Gereja Katolik, inilah Allah yang nyata: bukan sekadar konsep abstrak, melainkan pribadi yang hadir dalam kasih.
Iman yang Selesai, Hidup yang Terus Berjalan
Judul tulisan ini mungkin terdengar provokatif: “Iman
Katolik Telah Selesai: Debat Tidak Diperlukan Lagi.” Namun maksudnya
sederhana.
Iman Katolik selesai dalam arti: rumusan sudah jelas,
fondasi sudah kokoh, arah sudah terang. Credo menegaskan inti iman.
Yesus adalah jalan keselamatan. Ia turun dari surga, kembali ke surga, dan
memberi teladan kebangkitan. Dalam diri-Nya, wajah Allah terlihat nyata.
Yang tersisa bagi umat Katolik bukan lagi debat teologis,
melainkan panggilan untuk menghidupi iman itu. Dalam keluarga, pekerjaan, dan
kehidupan sosial, iman diwujudkan lewat kasih.
Sebagaimana Paulus menulis:
“Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan
dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih” (1 Korintus 13:13).
Iman Katolik selesai dalam pengakuan, tetapi terus hidup
dalam perbuatan. Karena itu, debat tidak lagi diperlukan. Yang perlu hanyalah
kesetiaan dan kasih yang nyata.