Bambang Noorsena dan Penjelasannya terkait TRINITAS yang Sederhana dan "Masuk"
. a
Bambang Noorsena dan penjelasannya terkait TRINITAS: Sederhana dan "Masuk". Capture video. |
Oleh Br. Cosmas Damianus Baptista
Hari ini, nyaris semua orang punya ruang di media sosial. Dari Facebook, Instagram, TikTok, hingga blog dan situs web, konten tentang iman Kristen begitu melimpah.
Ada renungan singkat. Ada perdebatan panjang. Ada pula potongan khotbah yang dipotong dari konteksnya. Sebagian menguatkan iman, tapi sebagian lain justru bisa menyesatkan. Bahkan sampah.
Jadi, untuk apa juga mengambil sampah? Ambillah, kunjungilah, asupilah menu gizi media sosial yang sesuai dan menguatkan imanmu!
Ambillah konten media soaial yang melimpah itu yang punya kualitas, sekaligus otoritas. Yang tidak jelas kualitas, sekaligus otoritas adalah: hoaks.
Saringlah konten yang membahas Iman Kristen di medsos
Di sinilah diperlukan sikap hati-hati. Tidak semua yang viral itu benar. Tidak semua yang terdengar meyakinkan itu sesuai dengan ajaran Kristus. Seperti kata Rasul Paulus, “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik” (1 Tesalonika 5:21).
Sejak masa para rasul, iman Kristen selalu dihadapkan pada pertanyaan yang sama: bagaimana mungkin Allah yang satu diyakini hadir dalam tiga pribadi, yakni: Bapa, Putra, dan Roh Kudus?
Pertanyaan ini sederhana, tapi jawabannya melibatkan
kedalaman filsafat, teologi, hingga spiritualitas.
Bambang Noorsena, seorang cendekiawan Kristen yang mendalami bahasa, filsafat, dan teologi Timur Tengah, pernah memberi penjelasan singkat namun tajam: “Trinitas tidak bisa dijelaskan dengan logika matematika, melainkan dengan logika metafisika. Kalau dengan angka, kita bisa saja berkata 1 × 1 × 1 = 1. Tapi Allah bukan angka, Allah adalah eksistensi itu sendiri.” Maka muncullah pertanyaan lanjut: mengapa bukan dikalikan saja, agar hasilnya tetap satu? Bukankah itu lebih sederhana?
Sekilas, pertanyaan ini tampak seperti main-main. Namun, justru di situlah letak keindahan iman Kristen: berani menerima misteri, sambil tetap mencari bahasa rasional untuk menjelaskannya.
Dalam tulisan ini, kita
akan mencoba menelusuri argumentasi itu dalam tujuh bagian: hakikat Tuhan yang
nirbatas, rasionalitas iman Kristen, logika metafisika versus matematika, makna
kehadiran Allah dalam rupa berbeda, dan akhirnya: mengapa Trinitas justru
menunjukkan keagungan Allah yang tak terhingga. Juga misteri yang menjadi relasi, serta: Kebenaran mutlak iman Kristen.
Tetapi menjelaskan Trinitas dengan angka selain membantu, juga ada keterbatasannya. Tuhan yang mahabesar dan mahaluas, tidak bisa dikurung dalam angka-angka.
Angka per definisi adalah: simbol dasar untuk
menyatakan bilangan. 1,2, 3 – 10 adalah bilangan. Bilangan adalah konsep
matematis yang menunjukkan jumlah, urutan, ukuran, atau besaran. Bilangan
itu makna, sementara angka itu tanda/simbol. Bilangan 1,2, dan 3
dujumlahkan tetap bermakna angka. Sementara Trinitas bukan bilangan (jumlah),
bukan pula perkalian. Tetapi angka yang nir-batas. Bisa ujudnya 3, bisa 99.
Terkait monoteisme, ikuti penjelasannya Ibadah Raya 4 | Dr. Bambang Noorsena
Tuhan Nirbatas: Misteri yang Membuka Diri
Kekeliruan paling sering muncul ketika manusia memaksa Tuhan tunduk pada logika matematis. Seolah-olah Allah adalah bilangan yang bisa dijumlahkan. Padahal, sejak awal Kitab Suci, Allah selalu tampil sebagai Misteri yang melampaui batas.
Dalam tradisi Yahudi, Allah disebut Ehyeh
Asher Ehyeh: "Aku adalah Aku" (Kel 3:14); nama yang tidak pernah
tuntas dijelaskan. Tuhan bukan sekadar ada, melainkan sumber segala ada.
Yesus sendiri menegaskan keesaan Allah, namun dengan cara
yang unik. Ia berkata, “Aku dan Bapa adalah satu” (Yoh 10:30). Tetapi Ia
juga berkata, “Bapa lebih besar daripada Aku” (Yoh 14:28). Kedua
pernyataan ini, yang sekilas tampak kontradiktif, justru membuka misteri: Allah
itu satu, tetapi kaya dalam relasi pribadi.
Ketika orang bertanya, “Tuhanmu kok tiga?”, jawaban paling
jernih adalah: “Tidak, Tuhan kami satu. Tapi keesaan-Nya bukan keesaan statis,
melainkan keesaan yang penuh kehidupan.” Tuhan yang nirbatas tidak terkurung
dalam satu mode eksistensi. Ia mampu hadir dalam relasi, bahkan dalam perbedaan
pribadi, tanpa kehilangan keesaan-Nya. Maka, keesaan Allah dalam iman Kristen
bukan angka, melainkan realitas yang hidup.
Rasionalitas Iman Kristen: Lebih dari Sekadar Logika Hitung
Banyak orang mengira iman Kristen anti-rasio. Padahal, sejak
Bapa Gereja hingga para teolog modern, iman selalu dipertanggungjawabkan dengan
akal budi. Santo Agustinus, misalnya, menekankan bahwa iman dan akal berjalan
bersama. Iman membuka cakrawala, rasio menolong manusia memahami sebisanya.
Maka, ketika orang bertanya: mengapa tidak dikalikan saja? Jawabannya bukan sekadar permainan angka. Iman Kristen mengajak orang melihat realitas Allah yang lebih luas. Allah adalah kasih, kata Yohanes: “Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia” (1 Yoh 4:16).
Kasih hanya mungkin ada
dalam relasi. Jika Allah hanya satu pribadi tunggal, kasih itu akan terkurung
dalam diri sendiri. Tetapi karena Allah adalah Trinitas, maka sejak kekal kasih
itu sudah mengalir: Bapa mengasihi Putra, Putra mengasihi Bapa, dan kasih di
antara keduanya adalah Roh Kudus. Iman Kristen justru paling rasional karena
mampu menjelaskan bahwa kasih adalah hakekat Allah itu sendiri.
Logika Metafisika: Mengapa Bukan Perkalian?
Di titik ini kita kembali pada pertanyaan awal: mengapa
tidak 1 × 1 × 1 saja? Secara matematis, hasilnya memang 1. Tetapi, metafisika
tidak bicara tentang bilangan, melainkan tentang eksistensi. Tuhan bukan objek
hitung, melainkan sumber segala hitung. Jika kita menjumlahkan, seolah-olah ada
tiga entitas terpisah yang digabungkan. Jika kita mengalikan, seolah-olah
masing-masing adalah unit identik yang diduplikasi.
Padahal, Trinitas bukan hasil operasi hitung. Ia adalah
persekutuan pribadi yang sejak kekal memang ada. Bapa bukan Putra, Putra bukan
Roh Kudus, Roh Kudus bukan Bapa. Namun mereka satu dalam hakekat ilahi. Analogi
1 × 1 × 1 membantu pada taraf tertentu, tapi tetap berisiko: orang bisa mengira
Trinitas hanyalah trik matematika, padahal bukan.
Noorsena menambahkan: “Kalau Allah kita perlakukan
seperti bilangan, seakan-akan Ia terbatas. Padahal Allah itu nirbatas. Trinitas
itu bukan hasil penjumlahan atau perkalian, tetapi persekutuan kasih yang
abadi.” Inilah mengapa teologi Latin berbicara tentang substantia
(hakekat), sementara teologi Timur menekankan hypostasis (pribadi).
Keduanya sama-sama menyatakan: Trinitas bukan angka, melainkan misteri
eksistensi Allah.
DR BAMBANG NOORSENA LIVE TikTok // DISTINCTIO SED NON SEPARATIO
Allah Hadir dalam Rupa yang Berbeda
Salah satu keindahan iman Kristen adalah pengakuan bahwa Allah yang Mahatinggi rela turun dan hadir dalam rupa manusia. Yohanes menulis: “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (Yoh 1:14).
Yesus Kristus adalah Allah yang menjadi daging (Logos sarx egeneto).
Tetapi kehadiran ini tidak berarti Allah berubah atau berkurang. Allah yang
sama tetap berada di surga sebagai Bapa, dan tetap hadir sebagai Roh Kudus
yang menghidupkan.
Pertanyaannya: apakah ini berarti ada tiga Allah? Tidak.
Justru di sini iman Kristen menegaskan: satu hakekat, tiga pribadi. Sama
seperti matahari yang satu, tetapi hadir sebagai cahaya, panas, dan bentuk.
Sama seperti pikiran manusia: ada ide, kata, dan roh—tiga ekspresi berbeda,
tetapi satu pribadi yang sama. Analogi ini tentu terbatas, tetapi membantu
manusia mendekati misteri.
Yesus pernah berkata: “Barangsiapa telah melihat Aku, ia
telah melihat Bapa” (Yoh 14:9). Dengan kata lain, kehadiran Yesus di dunia
bukan terpisah dari Bapa, melainkan cerminan sempurna dari Bapa. Dan Roh Kudus
hadir untuk menuntun umat kepada seluruh kebenaran (Yoh 16:13). Allah yang satu
hadir dalam rupa berbeda demi keselamatan manusia.
Trinitas, Misteri Kasih yang Tak Terhingga
Mengapa Trinitas justru penting?
Hal itu karena tanpa
Trinitas, Allah hanya akan menjadi monolit, entitas beku yang jauh dari
manusia. Dengan Trinitas, kita tahu bahwa sejak kekal, Allah adalah kasih.
Kasih itu bukan teori, melainkan realitas hidup dalam diri Allah sendiri. Dan
kasih itu pula yang melimpah ke dunia.
Ketika manusia bertanya: “Mengapa tidak dikalikan saja?”
jawaban yang lebih dalam adalah: karena Allah bukan bilangan. Ia lebih dari
segala hitungan. Ia nirbatas, tak terhingga, dan mampu hadir dalam tiga pribadi
sekaligus tanpa terpecah. Dengan kata lain, Trinitas bukan teka-teki
matematika, melainkan misteri kasih.
Rasul Paulus menuliskan doa yang sering dikutip sebagai berkat Trinitaris: “
Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian” (2 Kor 13:13).
Ayat Alkitab inilah bukti
bahwa sejak awal, gereja perdana menyadari dan menghidupi misteri Trinitas
sebagai kenyataan iman.
Dari Misteri Menuju Relasi
Yesus pernah ditanya banyak hal yang bersifat menjebak.
Tetapi Ia selalu menjawab dengan bijak, dengan bahasa sederhana, kadang dengan
perumpamaan. Jika Ia menjelaskan Trinitas, mungkin jawabannya akan sederhana:
Allah adalah kasih, dan kasih itu selalu ada dalam relasi. Karena itulah Bapa,
Putra, dan Roh Kudus adalah satu.
Maka, iman Kristen bukan sekadar dogma yang kaku. Ia adalah
undangan masuk dalam relasi kasih itu sendiri. Trinitas bukan soal dikalikan
atau dijumlahkan, melainkan soal dihidupi. Umat diajak ikut serta dalam tarian
kasih Allah, sebuah tarian yang sejak kekal sudah ada, dan kini mengundang
manusia untuk menari bersama.
Dengan begitu, pertanyaan: “Mengapa tidak dikalikan saja?”
berubah menjadi pintu masuk untuk melihat betapa dalamnya misteri Allah. Mmisteri yang tidak membuat orang bingung, melainkan membuat hati kagum: Allah
yang nirbatas, tak terhingga, hadir dekat dalam rupa yang bisa kita
kenal; sebagai Bapa yang mencipta, Putra yang menyelamatkan, dan Roh Kudus yang
menghidupkan.
Kebenaran Iman Kristen Selesai dan Mutlak
- Ibrani
11:3 – "Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah
dijadikan oleh firman Allah..."
- Yohanes
14:9 – "Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat
Bapa."
- 2
Korintus 13:13 – "Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, kasih
Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian
Kebenaran iman Kristen tentang Trinitas adalah selesai
dan mutlak. Bukan untuk diperdebatkan, melainkan untuk diimani. Sebab dengan
iman, hati lebih dahulu mengerti sebelum akal mampu menjelaskannya.