Allah yang Blusukan bukan Hanya Datang tapi Menjadi Manusia dan Tinggal di antara Kita
Allah yang sungguh nyata, yakni Allah yang blusukan dalam rupa manusia. Ist. |
Judul narasi di atas pas bagi kaum awam. Atau orang lain non-Kristen yang ingin tahu. Jika tidak "blusukan", turun ke lapangan, ke dunia, mengalami, dan berbelarasa dengan manusia, maka manusia takut dan gemetar. Manusia sebagai ciptaan, tidak akan mungkin mengalami Tuhan yang mahatinggi, Hal itu karena perbedaan hakikat!
Dengan menjadi manusia, dan mengalami manusia, Allah yang Maha Tinggi menjadi serupa dengan manusia, kecuali dalam hal dosa (Ibrani 4:15). Dengan kesamaan-Nya itu, Allah meninggikan manusia yang pada hakikatnya adalah citra dan gambaran Allah sendiri ketika pertama kali diciptakan (Kejadian Kejadian 1:26–27).
Mula-mula Allah berbicara dengan perantaraan para nabi
Ribuan tahun lalu. Bangsa Israel sedang bergumul dengan ketakutan. Musuh mengancam dari segala penjuru.
Di tengah kegelapan itu, Tuhan berbicara melalui para
nabi-Nya. Namun, di antara manusia yang bebal, tata-kata para nabi seperti cahaya redup, menjanjikan harapan.
Banyak yang tidak percaya warta dan peringatan para nabi. Bahkan menista dan menganiaya mereka.
Sejarah keselamatan mencatat bahwa para nabi kerap
menghadapi jalan terjal ketika menyampaikan warta Allah. Yeremia misalnya,
dipukul dan dimasukkan ke dalam penjara hanya karena nubuatnya dianggap
mengganggu stabilitas politik pada masanya (Yeremia 37:15). Nabi yang
seharusnya dihormati justru diperlakukan sebagai musuh, sebab suara kenabian
sering menyingkapkan dosa dan ketidakadilan yang enggan diakui penguasa maupun
umat. Penolakan ini memperlihatkan betapa keras hati manusia yang lebih memilih
kenyamanan daripada kebenaran.
Hal serupa dialami Zakharia bin Yoyada. Ia dikuasai Roh
Allah untuk menegur bangsa yang berpaling dari jalan Tuhan, namun tegurannya
berujung tragis. Di pelataran rumah Tuhan sendiri, ia dilempari batu hingga
mati atas perintah raja (2 Tawarikh 24:20–21). Peristiwa ini bukan sekadar
catatan sejarah, melainkan cermin bahwa manusia sering kali menolak kasih Allah
yang datang melalui para utusan-Nya. Bahkan dalam penistaan dan penganiayaan,
suara kenabian tetap bersinar sebagai tanda kesetiaan Allah yang tidak pernah
berhenti memanggil umat-Nya kembali kepada kebenaran.
Terkait hal itu, sampai Allah mengutus Putra-Nya sendiri, Yesus menggambarkannya dalam perumpamaan seperti tertulis dalam Yesus menyampaikannya dalam:
Inti-cerita adalah seorang tuan kebun mengutus para hamba untuk menerima hasil kebun, namun mereka dipukuli, dihina, bahkan dibunuh. Akhirnya tuan itu mengutus anaknya sendiri, tetapi para penggarap justru membunuh sang anak karena ingin merebut warisan.
Yesus memakai perumpamaan ini untuk menggambarkan bagaimana
para nabi diutus oleh Allah ditolak, dan akhirnya Anak-Nya sendiri (Yesus) juga
ditolak bahkan dibunuh (disalibkan atas konspirasi).
Yesus sendiri telah menggambarkan misteri Inkarnasi, penyaliban, kelaliman para "pekerja kebun anggur", dan rencana karya keselamatan Allah bagi manusia.
Allah yang Blusukan Menjadi Manusia
Salah satu janji paling indah adalah tentang seorang Anak
yang akan datang. Ia bukan sembarang bayi. Ia adalah Imanuel, artinya
"Allah menyertai kita".
Yesus, yang lahir di Betlehem, memenuhi nubuat itu. Tapi
bagaimana para nabi meramalkannya? Mari kita telusuri ayat-ayat kunci dari
Perjanjian Lama.
Mulai dari Yesaya, nabi yang paling sering disebut soal
Mesias. Di Yesaya 7:14, Tuhan berkata kepada Raja Ahaz yang ragu-ragu:
"Karena itu Tuhan sendiri akan memberikan kepada kamu suatu tanda:
Sesungguhnya, seorang gadis muda akan mengandung dan melahirkan seorang anak
laki-laki, dan ia akan menamakan dia Imanuel."
Kata "gadis muda" di sini sering diterjemahkan
sebagai "perawan" dalam konteks Mesianik. Ini bukan sekadar janji
untuk masa itu. Ini menunjuk ke masa depan jauh, di mana seorang wanita tanpa
suami akan mengandung Anak Ilahi. Ahaz mungkin tidak paham sepenuhnya. Tapi
pembaca Alkitab hari ini melihatnya jelas: ini tentang Maria dan Yesus.
Lanjut ke Yesaya 9:6, yang sering dinyanyikan di Natal.
"Seorang Anak telah lahir untuk kita, seorang Anak telah diberikan kepada
kita; dan otoritas ada di pundak-Nya; dan namanya akan disebut: Penasihat
Ajaib, Allah Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai." Pendek, tapi penuh
makna. Anak ini bukan manusia biasa. Ia adalah Allah yang turun ke bumi. Ia
akan memikul beban dunia di pundak-Nya. Bayangkan: Raja yang lahir di kandang,
tapi memerintah selamanya. Nubuat ini ditulis sekitar 700 tahun sebelum Yesus
lahir. Tepat waktu, seperti jam Tuhan.
Jangan lewatkan Mikha 5:2 juga. Nabi Mikha meramalkan tempat
kelahiran: "Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai engkau yang terkecil
di antara kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku suatu yang akan
memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu
kala." Betlehem kecil, tak berarti di peta politik. Tapi dari sana, Sang
Penguasa abadi muncul. Ini menjawab keraguan: Bagaimana Tuhan tahu detail kecil
seperti ini? Karena Ia yang merencanakannya sejak awal.
Lalu ada Yesaya 53, bab yang menyentuh hati. Ini tentang
"Hamba Tuhan yang menderita". Ayat 5: "Tetapi ia tertikam oleh
karena pemberontalan kita, ia diremukkan oleh karena kesalahan kita; hukuman
pembawa keselamatan ada padanya, dan oleh bilur-bilurnya kita
disembuhkan." Bukan pahlawan pedang. Tapi hamba yang diam di depan algojo.
Ia mati untuk dosa kita. Ramalan ini seperti potret Yesus di kayu salib. Para
nabi melihat bayangan salib sebelum Roma menciptakannya.
Zakharia 9:9 menambahkan warna: "Bersoraklah dengan
sukaria, hai puteri Sion! Bersoraklah, hai puteri Yerusalem! Lihat, Raja-mu
datang kepadamu! Ia adalah adil dan membawa kemenangan, rendah hati dan
menunggang keledai." Raja naik keledai, bukan kuda perang. Ini kontras
dengan raja duniawi. Yesus memasuki Yerusalem seperti itu, tepat seperti
nubuat.
Para nabi ini hidup di zaman sulit. Yesaya dipotong-potong karena keberaniannya. Mikha diasingkan. Tapi kata-kata mereka bertahan. Mereka bukan sekadar cerita lama. Ini peta yang mengarah ke Betlehem. Lebih dari 300 nubuat tentang Mesias di Perjanjian Lama. Kemungkinan semuanya terpenuhi secara kebetulan? Nol. Ini bukti Tuhan mengendalikan sejarah. Ramalan ini membangun antisipasi. Bangsa Israel menunggu. Dan ketika waktu tiba, bintang muncul di langit.
Pemenuhan Nubuat: Kelahiran Yesus di Perjanjian Baru
Kini, lompat ke Perjanjian Baru. Nubuat bukan lagi bayangan.
Mereka menjadi kenyataan. Penulis Injil seperti Matius dan Lukas, terinspirasi
Roh Kudus, menghubungkan titik-titik. Mereka katakan: "Ini yang
diramalkan!" Kelahiran Yesus bukan kejadian acak. Ini klimaks rencana
Tuhan.
Mulai dari Matius 1:22-23. Setelah menceritakan Maria
mengandung oleh Roh Kudus, Matius tulis: "Semua ini terjadi supaya
genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi yang berbunyi: 'Lihat, seorang
perawan akan mengandung dan melahirkan seorang Anak, dan mereka akan menamakan
Dia Imanuel', yang berarti, Allah menyertai kita." Langsung kutip Yesaya
7:14. Matius tak ragu. Ini pemenuhan. Imanuel bukan nama simbolis. Ia adalah
Yesus, Tuhan yang benar-benar hadir di antara manusia.
Lukas 2 melukiskan adegan itu dengan indah. Yusuf dan Maria
ke Betlehem untuk sensus. Tak ada kamar di penginapan. Mereka di kandang.
"Dan sedang mereka di situ, hari-hari yang diharapkan Maria untuk bersalin
sudah genap. Maka ia melahirkan anaknya yang sulung, dan membungkusnya dengan
kain kelahiran dan membaringkannya di dalam palangapi, sebab tidak ada tempat
bagi mereka di percenian." (Lukas 2:6-7). Sederhana. Tapi penuh keajaiban.
Gembala datang, malaikat bernyanyi. Ini memenuhi Mikha 5:2. Betlehem, kota
kecil, jadi pusat alam semesta.
Yohanes 1:14 menangkap esensinya: "Firman itu telah
menjadi manusia dan diam di antara kita. Dan kami telah melihat kemuliaan-Nya,
kemuliaan seperti Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran."
Firman (Logos) adalah Yesus. Ia tak sekadar datang. Ia "menjadi
manusia". Ini jembatan antara surga dan bumi. Nubuat Yesaya 9:6 hidup di
sini: Anak yang lahir, Penasihat Ajaib.
Bukan hanya kelahiran. Nubuat lain terpenuhi juga. Misalnya,
Matius 2:15 kutip Hosea 11:1: "Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku." Setelah
Herod bunuh bayi-bayi di Betlehem, Yusuf lari ke Mesir dengan Yesus. Kembali,
seperti nubuat. Atau Zakharia 9:9 terpenuhi di Matius 21:4-5, saat Yesus masuk
Yerusalem naik keledai.
Yesaya 53? Itu seluruh Injil. Yesus sembuhkan orang sakit,
tapi Ia sendiri menderita. Di Getsemani, Ia berkeringat darah. Di kayu salib,
Ia katakan, "Ya Allahku, mengapa Engkau tinggalkan Aku?" (Matius
27:46, kutip Mazmur 22:1). Penderitaan Hamba Tuhan. Ia mati, tapi bangkit.
Nubuat Yeremia 31:15 tentang tangisan di Rama: pemenuhan di pembunuhan bayi
Betlehem (Matius 2:18).
Penulis Perjanjian Baru tak memaksakan. Mereka catat fakta,
lalu tunjuk hubungan. Ini seperti puzzle yang lengkap. Yesus lahir sekitar 4
SM. Tepat waktu Roma kuasai wilayah, sensus Yusuf, bintang timur. Semua
selaras. Tak ada kebetulan. Ini Tuhan yang setia pada janji-Nya.
Tapi kenapa ini penting? Karena membuktikan Yesus bukan
mitos. Ia nyata. Sejarawan seperti Yusufus dan Tacitus sebut Ia. Nubuat
terpenuhi beri keyakinan. Di tengah dunia skeptis, ini fondasi iman.
Misteri Inkarnasi: Allah yang Blusukan
Sekarang, inti cerita: Inkarnasi. Kata itu kedengarannya
rumit, seperti istilah dokter. Tapi sederhanakan: Ini Allah yang
"blusukan". Di Indonesia, blusukan berarti pemimpin turun ke jalan,
ketemu rakyat biasa, dengar keluhan langsung. Tak pakai protokol mewah. Begitu
juga Tuhan. Ia tak tinggal di istana surga sendirian. Ia turun ke bumi, jadi
manusia, supaya kita bisa dekat dengan-Nya.
Apa artinya secara Alkitabiah? Inkarnasi adalah ketika Anak
Allah, Yesus, ambil bentuk manusia. Ia tetap 100% Allah. Tapi juga 100%
manusia. Ini misteri suci. Tak bisa diukur logika manusia. Yohanes 1:1 bilang,
"Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan
Firman itu adalah Allah." Lalu, ayat 14: Ia jadi daging. Bayangkan:
Pencipta alam semesta nangis sebagai bayi. Ia lapar, haus, capek. Ia tertawa
dengan teman, menangis di kuburan Lazarus.
Kenapa Tuhan lakukan ini? Karena kasih. Filipi 2:6-8
jelaskan: "Ia, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan
dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah
mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi
sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan
diri-Nya sendiri dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."
Ia "mengosongkan diri" (kenosis). Bukan hilang kuasa. Tapi pilih
rendah hati. Seperti presiden blusukan tanpa pengawal, rentan tapi tulus.
Untuk awam, ini seperti cerita sederhana. Bayi di kandang
Betlehem bukan dongeng. Itu Tuhan yang bilang, "Aku peduli. Aku mau
rasakan sakitmu." Ia blusukan ke dosa kita. Di kayu salib, Ia tanggung
hukuman yang seharusnya kita rasakan. Roma 8:3: "Sebab apa yang tidak
mungkin bagi hukum Taurat—karena hukum itu lemah oleh karena daging—itu
diperbuatlah oleh Allah: dengan mengutus Anak-Nya sendiri dalam keadaan daging,
yang sama dengan dosa, untuk mengadakan pendamaian mengenai dosa dalam daging."
Daging, kita yang lemah. Tapi Ia masuk ke situ, selamatkan kita.
Misteri ini ajarkan empati. Yesus tak cuma kasih perintah
dari jauh. Ia alami godaan (Ibrani 4:15), tapi tak berdosa. Ia sembuhkan orang
lumpuh, maafkan perempuan zina. Semua karena Ia tahu rasanya jadi manusia. Ini
ubah cara kita lihat Tuhan. Bukan jauh di langit. Tapi dekat, seperti teman.
Tapi ada tantangan. Bagaimana satu orang bisa dua hakikat?
Konsili Kalkedon tahun 451 M bilang: Tanpa bercampur, tanpa berubah, tanpa
terbagi, tanpa terpisah. Sulit dipahami. Tapi itu keindahan misteri. Seperti
angin: Kita rasakan, tapi tak lihat sepenuhnya. Yohanes 14:9: "Barangsiapa
telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa." Yesus adalah wajah Tuhan yang
blusukan.
Dalam hidup sehari-hari, ini beri harapan. Saat kesepian, ingat: Imanuel ada. Saat sakit, Ia paham. Inkarnasi bukan teori. Ini undangan: Datanglah kepada-Nya, yang pernah jadi seperti kita.
Makna bagi Kehidupan Kita Saat Ini
Ramalan nabi, pemenuhan di Yesus, misteri inkarnasi: semua
ini bukan sejarah mati. Ini hidup, bernapas, ubah kita hari ini. Di September
2025, dunia masih kacau. Pandemi lalu, perang sekarang, krisis ekonomi. Tapi
Imanuel bilang: "Aku di sini." Bagaimana kita terapkan?
Pertama, keyakinan. Nubuat terpenuhi bukti Alkitab benar. Di
era fake news, ini anchor. Baca Mazmur 119:105: "Firman-Mu itu pelita bagi
kakiku dan terang bagi jalanku." Saat ragu, kembali ke ayat-ayat itu.
Yesus lahir, mati, bangkit. Nubuat selesai. Kita bisa percaya janji Tuhan yang
lain: keselamatan, damai.
Kedua, imitasi. Yesus blusukan, kita juga. Yakobus 1:27:
"Agama yang bersih dan yang murni di hadapan Allah, Bapa kita, ialah:
melawat anak-anak yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka dan
menjaga dirinya agar tidak tercemar dunia." Turun ke jalan. Bantu
tetangga. Dengar cerita migran. Ini cara kita jadi "tangan Yesus"
hari ini.
Ketiga, hubungan. Inkarnasi ajar Tuhan intim. Tak perlu
ritual rumit. Doa sederhana: "Yesus, aku butuh-Mu." Matius 28:20:
"Dan sungguh-sungguh Aku berkata kepadamu: Aku menyertai kamu senantiasa
sampai kepada akhir zaman." Imanuel selamanya. Saat stres kerja, ingat: Ia
blusukan ke situ juga.
Keempat, harapan akhir. Nubuat tak berhenti di salib. Wahyu
21:3: "Lihat, kemah Allah ada di antara manusia! Ia akan diam bersama
mereka, dan mereka akan menjadi umat-Nya, dan Allah sendiri akan menjadi Allah
mereka." Inkarnasi pertama adalah preview. Ia akan datang lagi, tak lagi
bayi. Tapi Raja damai.
Tapi jangan idealisasi. Hidup sulit. Ada hari kita gagal
ikuti Yesus. Dosa tarik kita. Tapi 1 Yohanes 1:9: "Jika kita mengaku dosa
kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa
kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." Kembali ke Imanuel. Ia
paham.
Bayangkan komunitas kita. Gereja bukan klub eksklusif. Tapi
keluarga di mana Tuhan blusukan. Bagikan cerita nubuat ini di kelompok kecil.
Madahkan lagu pujian "O Come, O Come Emmanuel" di
Natal. Ajak teman skeptis baca Matius 1.
Akhirnya, ini panggilan bertindak. Yesus datang untuk
selamatkan. Yohanes 3:16: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."
Percayalah. Terima. Hidupkan.
Ramalan nabi, kelahiran Yesus, Allah yang blusukan: ini
cerita cinta terbesar. Ia mengubah sejarah. Mengubah kita.
Mari hidup seperti Imanuel ada. Karena Ia memang ada.
Selamanya.