Persepuluhan dalam Alkitab
Persepuluhan dalam Alkitab. Ilustrasi: Edukatolik.com
Oleh Dr. Wilson, M.Th.
Terdapat dua fase yang bisa kita baca dalam keseluruhan Alkitab tentang persembahan persepuluhan.
Fase pertama adalah Fase
Perjanjian Lama yang ditandai dengan hukum hukum Musa. Fase kedua adalah
fase Perjanjian Baru yang ditandai
dengan ajaran Yesus dan surat surat Pastoral, terutama surat surat Paulus.
Dalam
fase Perjanjian Lama yang ditandai dengan Hukum Hukum Musa kita
melihat beberapa hal penting yang perlu kita catat.
Pertama,
Persembahan Persepuluhan itu diperintahkan sebagai sesuatu yang diharuskan.
(Im. 27:30; Mal.3:10).
Kedua, Persembahan Persepuluhan
itu diberikan dengan beberapa
kepentingan: (1) Diperuntukkan bagi Orang Lewi (Bil 18:21 -24).
Orang Lewi tidak mendapat tanah sebagai milik pusaka. Mereka ditugaskan untuk
hal hal menyangkut Bait Allah. Karena itu mereka hidup dari persembahan
persepuluhan umat; (2) Sepersepuluh dari sepersepuluh yang diberikan pada
orang Lewi itu harus mereka persembahkan sebagai persembahan persepuluhan
mereka (Bil. 18:26; Neh 10:37; 12:44). Jadi, sekalipun orang Lewi hidup
dari persembahan persepuluhan, namun mereka tidak bebas dari hal
mempersembahkan persembahan persepuluhan itu sendiri; (3) Sepersepuluh dari
persembahan persepuluhan setiap tiga tahun sekali diberikan kepada orang
asing/miskin, orang Lewi, para janda dan anak yatim (Ul. 14:27-29; 26:12 – 14). Dengan demikian,
jelas sekali bahwa peruntukan persembahan persepuluhan adalah untuk menolong
mereka yang sengsara; (4) Persembahan Persepuluhan itu untuk menjadi Persediaan
di rumah Tuhan (Mal. 3:10). Istilah Rumah Tuhan di sini menunjuk pada
Institusi atau persekutuan yang ha-rusnya menjadi pelaksana kasih Allah dalam
penggunaan persembahan Persepuluhan itu; (5) Persembahan Persepuluhan diberikan
sebagai bentuk penghormatan dan kepatuhan terhadap Tuhan Allah (Ams. 3:9-10).
Hasil pertama yang disisihkan selalu berhubungan dengan persembahan
Persepuluhan. Mempersembahkannya berarti memuliakan Tuhan sebagai penjamin
berkat dalam kehidupan.
Ketiga, waktu
untuk membawa persembahan persepuluhan itu adalah secara tahunan,
bersamaan dengan semua persembahan yang lain untuk upacara Hari Raya (Ul
12:6-7; 14:22-26).
Keempat, bahwa
Persembahan Persepuluhan itu adalah Milik Allah dan bukan milik orang
yang mempersembahkannya (Im. 27:30 – 34; Mal 3:8).
Kelima, ke mana persembahan Persepuluhan itu harus di bawa, yakni ke rumah
Tuhan (II Taw. 31:12; Neh. 10:38; 12:44; 13:5, 12; Mal 3:10).
Keenam, kalau
persembahan persepuluhan itu dipinjam, maka ketika dibayar harus ditambahkan
kepada pinjaman itu seperlima atau dua persepuluh. Dengan demikian
keseluruhan yang dikembalikan adalah tiga persepuluh (Im 27:31).
Ketujuh, kalau
ditukar, maka yang ditukar berikut tukarannya harus dibayar (Im
27:33). Dengan demikian jelaslah bahwa bagi dunia Perjanjian Lama,
Persembahan Persepuluhan merupakan bagian dari hukum kehidupan, dalam hal ini,
Hukum Taurat.
Dalam
Fase Perjanjian Baru ketika Yesus Kristus mengajar maka
Yesus Kristus juga menyinggung persembahan persepuluhan. Umat Tuhan bisa
melihat tanggapan Yesus itu dalam Mat 23/23; Luk 11/42; Bd Mat 5/20 dgn
Luk 18/11-12; Lihat juga Mat 10/10; Luk 16:16. Kesulitan Umat Tuhan
adalah kebiasaan yang sifatnya “konkordatif”[1] dalam memahami
Alkitab. Padahal, terhadap pertanyaan apakah Tuhan Yesus mempersembahkan
persembahan persepuluhan, maka acuan Umat Tuhan mestinya bukan hanya kata kata
“persepuluhan” yang “keluar dari mulut[2]Tuhan Yesus.
Sebagai putera Yahudi, pasti Yesus memberikan persembahan persepuluhan, sebab
hal itu dilakukan sebagai hukum kehidupan keagamaan khas Yahudi. Maka kata kata
Tuhan Yesus dalam Mat 5 : 17 – 20 bagi Umat Tuhan mestinya berarti bahwa bukan
hanya Yesus, tetapi juga para muridNya adalah pelaksana pelaksana persembahan
Persepuluhan.
Selain
Yesus, Rasul Paulus juga bicara tentang hal yang sama, tentang persembahan
persepuluhan:
1.
Mengkritik pelanggaran terhadap hal hal yang menyangkut hal hal yang
tabu untuk dilakukan (Rm 2:22) atau
perampokan terhadap Bait Suci (Mal 3:8 – 10) dan penggunaan benda benda suci (Im 27);
2. Bahwa pengajar yang harus di beri bayaran
(Gal. 6: 6)
3. Bahwa Tuhan Allah menetapkan bantuan bagi
para pelayan-Nya (I Kor 9: 7-14, I Tim 6:17-18).
4. Orang Kristen juga harus memberi sebab Allah
sendiri telah memberkati mereka dengan banyak berkat (I Kor 16:2);
5. Keturunan Abraham -terutama secara
iman- harus berjalan dalam jejak
jejak iman yang dicontohkan Abraham.
6.
Imamat Melkisedek adalah kekal dan karena itu harus dipelihara oleh keturunan
Abraham (Ibr 6:20; 6:1-11, 17, 21);
7. Persembahan Persepuluhan adalah bukti
kepatuhan dan penghargaan atas berkat
berkat Tuhan (Rom 4:12; Ibr 7:6
-10; I Kor 9:7 – 14; I Tim 6:17 –
18; Bd. Mal 3:8 – 10; Ams 3:9 – 10; Kej 14:20; Ul 8:10 – 20).
·
Berkat-berkat
Berhubungan dengan Persembahan Persepuluhan.
Alkitab juga bicara tentang
berkat berkat, berhubungan dengan persembahan persepuluhan ini.
·
Berkat karena
kepatuhan ( lihat Tawarikh dan Nehemia yang dikutip diatas )
·
Rumah Tuhan
tidak akan mengalami kekurangan (Maleakhi 3:10), sehingga tetap bisa
melaksanakan tugasnya dengan baik.
·
Pelayan pelayan
Tuhan tidak akan kelaparan (I Korinus 9:7 – 14; I Timotius 5:17 – 18;
Nehemia 13;8 – 10; Maleakhi 3:8 – 10.
·
Berkat material dan spiritual
(Maleakhi 3:8 – 10; Amsal 3:9 – 10; II Tawarik 31; Nehemia 13).
Ada
baiknya dibuat beberapa kesimpulan sederhana tentang petunjuk petunjuk Alkitab
yang sempat kita kumpulkan di atas, yakni:
Pertama, jelas sekali
bahwa persembahan persepuluhan itu punya dasar dalam Alkitab.
Tokoh tokoh Alkitab mempraktikkannya dan mengajarkannya.
Kedua, jelas juga bahwa
persembahan persepuluhan itu diharuskan oleh Alkitab. Ini
berarti diperintahkan oleh Tuhan sendiri. Dan perintah Tuhan itu belum pernah
dibatalkan.
Ketiga, bahwa
persembahan persepuluhan itu bukan beban melainkan identitas umat
beriman, sehingga harusnya dilakukan
dengan sukacita. Bukan dengan rasa tertekan.
Keempat, persembahan
Persepuluhan adalah milik Tuhan dalam keseluruhan berkat yang Tuhan
berikan bagi umatNya. Dengan kata lain dalam berkat berkat kita ada
bagian Tuhan sendiri yang harus disisihkan; Kelima, dengan demikian
dalam memberikan persembahan Persepuluhan orang percaya harus sadar bahwa
mereka memberikan apa yang punya Tuhan. Bukan sedang menyumbang atau memperkaya
institusi persekutuan orang percaya.
Keenam, jelas
bahwa persembahan Persepuluhan itu dibawa ke Rumah Tuhan sebagai
representasi persekutuan umat. Dan karena itu tidak ada alasan untuk
memberikannya kepada pribadi, yayasan atau lembaga.
Ketujuh, penggunaan
persembahan Persepuluhan itu oleh Institusi mestinya berakibat pelayanan yang
lebih baik lagi sehingga institusi makin mampu membagikan kasih Allah bagi
makin banyak orang.
Kedelapan, adalah salah
-bahkan dinilai sebagai upaya menipu Tuhan- kalau orang mengabaikan
persembahan persepuluhan. Bahwa ada persembahan lain, itu tidak meniadakan
persembahan persepuluhan, sebagai sesuatu yang khusus.
Kesembilan, mereka yang
memberikan persembahan Persepuluhan, baik sebagai pribadi maupun sebagai
persekutuan, diberkati oleh Allah. Namun harus jelas bahwa orang
tidak bisa menyogok Tuhan Allah dengan memberikan persembahan persepuluhan.
Kesepuluh, persembahan
Persepuluhan itu berlaku bagi orang percaya disegala tempat dan segala zaman.
·
Pergumulan
Pergumulan Kontemporer
Pergumulan
kontemporer yang umum adalah bagaimana memahami persembahan Persepuluhan
begitu rupa sehingga sekalipun orang percaya berada pada era niaga dan sektor
jasa yang modern, namun persembahan persepuluhan sebagai praktik beriman tetap
bisa dilaksanakan dengan baik dan benar. Harus dikatakan bahwa secara umum,
perkembangan dapat membuat orang percaya tertolong. Misalnya saja tentang
waktu pemberian persembahan persepuluhan itu. Jelas sekali bagi
dunia Perjanjian Lama, itu diberikan secara tahunan. Ini karena latar belakang
pertanian dan penggembalaan. Dalam masyarakat seperti itu penghasilan baru akan
jelas kelihatan secara tahunan. Dewasa ini, orang percaya tidak lagi harus
menunggu setahun, tetapi bisa kita lakukan setiap bulan. Karena
penghasilan orang percaya - kecuali didaerah pertanian tradisional-
adalah penghasilan bulanan, maka
persembahan Persepuluhan juga harus diberikan setiap bulan. Misal yang
lain adalah bahwa - lagi lagi kecuali di daerah pertanian yang sangat
tradisional- orang percaya tidak usah
lagi membawa persembahan Persepuluhan dalam bentuk hasil pertanian atau
peternakan. orang percaya bisa melakukannya dalam bentuk uang.
Pergumulan
kontemporer khas Gerejawi ternyata lebih rumit dari pergumulan
kontemporer yang umum, yakni: Pertama, apakah persembahan
persepuluhan itu masih tetap wajib setelah Perjanjian Baru? Jawaban tentang hal
ini jelas dari penelusuran fakta Alkitabiah yang telah dilakukan di atas tadi.
Bahwa fakta Yesus sebagai putera Yahudi dan Paulus yang banyak menulis surat
pastoral tidak pernah membatalkan ataupun mengganti persembahan
Persepuluhan. Darah Yesus di Golgota membatalkan korban korban berdarah.
Bukan membatalkan persembahan Persepuluhan; Kedua adalah pertanyaan,
apakah ini semacam “pajak” bagi Gereja? Jelas jawabnya: tidak. Perlu diketahui
bahwa dikalangan masyarakat seputar Israel sendiri ada yang memang menarik
sepersepuluh, bahkan tigapuluh persen dari rakyat mereka. Penarikan ini bukan
dari hasil kerja, melainkan dari fakta kekayaan yang tampak. Ada yang
ditarik untuk kepentingan Raja, ada yang ditarik untuk kepentingan tentara.
Justru dalam Alkitab persepuluhan ditarik oleh Bait Allah yang tidak mempunyai
kekuatan duniawi seperti Raja dan tentara. Dalam Alkitab, jelas bahwa persembahan
persepuluhan diberikan dari hasil kerja atau upah. Tidak diluar hasil kerja
atau upah. Persembahan persepuluhan tidak sama dengan pajak kekayaan atau
pajak pertambahan hasil. Tapi mengapa ini terus berjalan? Jawabnya,
karena persembahan persepuluhan itu membuat persekutuan makin mampu membuat
makin banyak orang mengalami belas-kasihan Allah.
·
Kebiasaan
Kebiasaan yang Salah dalam Praktik Persepuluhan
Setelah pergumulan
pergumulan awal di atas, muncul berbagai pergumulan yang tak kurang beratnya,
yang untuk sederhananya dapat disebutkan sebagai kebiasaan kebiasaan yang
salah. Berikut ini mau dicatat beberapa hal
saja dari kebiasaan yang salah itu.:
Pertama,
adalah mempersoalkan Persembahan Persepuluhan dalam hubungan aturan dalam
Gereja yang praktik dan penggunaan belum sepenuhnya menggunakan prinsip-prinsip
Alkitab. Persepuluhan adalah aturan Tuhan, sehingga Persepuluhan ya
persepuluhan. Sebaiknya kurang etis bila dikaitkan dengan ketakutan
kolekte berkurang? Jawabnya, kalau kolekte berkurang tapi persembahan
Persepuluhan bertambah, maka yang akan terjadi adalah saldo tambah. Bukan saldo
kurang!
Kedua, sebagaimana disinggung di
atas adalah, adanya sejumlah orang yang mengklaim diri sebagai berhak atas
persepuluhan, dan tidak mau memberikan persepuluhan. Sedihnya, orang
orang ini sering adalah fungsionaris fungsionaris pelayanan Gereja, termasuk
lembaga atau yayasan independent yang bergerak dalam bidang yang sama. Ini
jelas bertentangan dengan kesaksian Alkitab. Ada sejumlah orang dengan roh
materialistik yang mau memanipulasi Firman, khususnya mengenai
persepuluhan. Jangan berikan kesempatan kepada orang-orang seperti ini.
Orang percaya harus menjaga agar jangan ada fungsionaris pelayanan Gereja yang
materialistik, dan ingin mengambil keuntungan dari persepuluhan. Tetapi orang
percaya juga harus mengingatkan umat agar jangan menjadi pelit kepada Tuhan
lalu ‘menipu’ milik-Nya sendiri, yakni hak Tuhan atas persepuluhan. Kalau jelas
bahwa Suku Lewi pun harus memberikan persembahan Persepuluhan, maka bisa
ditarik kesimpulan bahwa para fungsionaris pelayanan termasuk pendeta yang hidup dari persembahan
umat- tidak bisa membebaskan diri dari
ketentuan Persembahan persepuluhan. Kitab Nabi Maleakhi 3:8–10 secara jelas
mengatakan, bahwa siapa yang tidak mempersembahkan persepuluhan dia menipu
Tuhan. Kalau hidup seorang penipu terus-menerus bermasaalah dan
berkekurangan, apalagi seorang penipu Tuhan.
Ketiga, adalah
buah dari kebiasaan salah kedua. Orang membawa persembahan persepuluhannya ke
alamat yang salah. Perlu dilihat data Alkitab yang persis, bahwa yang
menjadi terminal terakhir Persembahan persepuluhan, adalah Rumah Tuhan.
Dengan begitu yang dimaksud adalah persekutuan setempat dimana orang beribadah.
Dia mempunyai hak dilayani dan kewajiban menopang pelayanan jemaat tersebut.
Keempat, adalah angka persepuluhan yang mutlak harus sama. Justru tidak
harus sama. Angka persepuluhan bisa fluktuatif, tergantung penghasilan. Di
sini kadang kadang ‘kedagingan’ masih bermain peranan. Seorang yang biasanya
memberikan sekian, merasa ‘tidak-enak’ kalau bulan ini hanya memberi sekian.
Pada-hal ternyata perusahannya tutup, dia baru pensiun, panennya gagal dan
sebagainya. Jangan mera-sa risih kalau penghasilan bulan ini lebih rendah dari
bulan lalu. Adalah menyedihkan kalau dalam memberikan persembahan persepuluhan
kita mencari kehormatan di mata manusia, sementara di mata Tuhan Allah kita
justru butuh pertolongan.
Kelima, adalah
pemahaman tentang penghasilan yang sepersepuluhnya dipersembahkan.
Sebetulnya persembahan persepuluhan adalah hal yang sangat pribadi. Penghasilan
adalah penghasilan dan bukan modal kerja. Tegasnya, uang makan dan uang
transport baik yang regular maupun karena penugasan khusus, bukanlah
penghasilan dan karena itu tidak kena aturan persepuluhan. Mengapa demikian?.
Karena modal kerja adalah benih. Bukan hasil. Persepuluhan tidak pernah
dipersembahkan dari benih. Persepuluhan dipersembahkan dari hasil.
Jadi yang tidak bekerja dengan sendirinya tidak kena aturan tentang hasil.
Pensiun adalah bagian dari hasil yang ditabung secara kumulatif. Masalah orang
percaya memang menjadi rumit karena kemajuan. Karena ada pekerjaan yang
hanya memberikan gaji secara total, tanpa memperhitungkan transportasi, makan
siang dan sebagainya. Pokoknya, sekian. Kalau ini yang terjadi, maka pribadi
yang bersangkutan harus menghitung sendiri berapa penghasilan sesungguhnya.
Dengan demikian, kita terhindar dari kasus Ananias dan Safira. Ada pekerjaan yang gajinya diberikan lewat
rekening Bank. Jadi, tidak ada amplop yang pulang kerumah untuk membuat Ibu
rumah tangga membuat perhitungan. Penyelesaiannya sama saja. Hitung, dan jangan
menjadi seperti Ananias dan Safira[3]. Tentu saja ada
orang yang mengangkat persepuluhan dari keseluruhannya, karena merasa semuanya
adalah penghasilan?. Boleh boleh saja. Ada yang
tidak berpenghasilan, tidak memiliki pensiun dan hidup dari bantuan yang
diberikan anak anaknya, melakukan hal
ini. Perlu jelas, bahwa ini bukan persepuluhan. Ini persembahan sukarela. Dan
karena ini bukan upah, dia tidak harus memberikan persembahan
persepuluhan. Jadikan saja ini
sebagai persembahan syukur dan jangan
katakan ini persembahan persepuluhan, adalah dilakukan dengan ketulusan. Dia
boleh memberi kurang atau
lebih dari sepersepuluh. Inilah kejujuran pribadi yang dilihat Tuhan.
Keenam adalah, sikap masa-bodoh
terhadap pemeriksaan yang berdasar dalam pemahaman yang salah tentang
Firman. Memang Tuhan Yesus mengatakan bahwa apa yang diberikan dengan tangan kanan, tidak usah diketahui
tangan kiri. Ini benar kalau berarti bahwa orang percaya tidak usah
mempersoalkan untuk program yang mana persepuluhan digunakan, sebab ini
kesepakatan program pelayanan. Akan tetapi kita wajib mencek apakah persembahan
persepuluhan kita memang telah sampai ke perbendaharaan rumah Tuhan. Dan untuk
itu, kita harus memeriksanya lewat warta keuangan. Namun kadang kadang terjadi
ekstrim yang lain juga. Justru karena orang percaya melihat ketidakberesan
manajemen Gereja sebagai institusi lalu jemaat batal memberikan persembahan
Persepuluhan. Jawabannya sederhana. Perbaiki manajemennya dan tuntut agar terus
terjadi perbaikan. Tapi kalau karena manusianya salah lalu hak Tuhan orang
percaya tahan dulu, rasanya salah dan tidak logis juga. Lain orang yang
melakukan kesalahan, lain orang yang terkena “getahnya”.
Ketujuh adalah,
penolakan secara mentah-mentah terhadap persembahan persepuluhan, karena
memang tidak mau. Ada yang karena berpikir bahwa Gereja justru punya banyak uang. Ada yang berpikir bahwa
dengan memberi-kan persembahan persepuluhan dia melayani hasrat materialistik
institusi. Ada yang memang sayang akan uangnya. Namun, ada juga yang
menolaknya karena memandang dirinya begitu berkekurangan sehingga dia yang
justru perlu dibantu. Orang seperti ini membutuhkan sejumlah pengalaman dari
Tuhan untuk lebih beriman. Sebab ini bukan soal kaya miskin. Ini soal ketaatan.
Catatan kecil yang Tuhan Yesus berikan tentang janda miskin sangat menarik
perhatian. Seorang janda, yang justru di bela oleh institusi Bait Allah, tetap
memberikan persembahan. Tuhan ingin kita jujur dihadapan-Nya. Penerima bantuan
diakoni tidak bebas dari persembahan persepuluhan.
Kedelapan yang
menyangkut hampir seluruh umat adalah pada satu sisi pengabaian terhadap
penilaian kinerja fungsionaris pelayanan, dan pada sisi yang lain, pengabaian
terhadap program pelayanan itu sendiri. Suatu proses introspeksi diri yang
serius dibutuhkan baik pada pribadi, mekanisme kerja, maupun beban program yang
harus dilayani. Dengan demikian, persembahan umat mencapai maksudnya. Harap
jelas bahwa orang percaya bukan hanya menangani persembahan orang. orang
percaya juga menangani “doa” orang sejajar
dengan persembahan itu.
·
Persembahan
Persepuluhan Dalam Keputusan Gerejawi
Uraian di atas adalah
apa yang harus orang percaya laksanakan sebagai pribadi orang beriman. Nyatanya
sebagai orang beriman, orang percaya bukan hanya ada dalam persekutuan sebagai
Jemaat, melainkan orang percaya juga ada dalam persekutuan sebagai Gereja.
Praktiknya perlu didasarkan pada:
·
Gereja
Didasarkan Pada Pemahaman tentang Tubuh Kristus.
Dalam
Teologia Reformatoris, khususnya Calvin[4] pemahaman tentang Gereja
yang Presbiterial Sinodal dimaktubkan bahwa cara memahami Gereja sebagai Tubuh
Kristus dalam dua bentuk seperti dua titik api pada sebuah elips[5]. Bentuk yang pertama adalah Jemaat.
Jemaat memilih Majelis Jemaat. Majelis Jemaat ini bersidang untuk memutuskan
hal hal dan langkah pelayanan ndan kesaksian Jemaat. Ini yang kita kenal
sebagai Sidang Majelis Jemaat. Pelaksana Harian Majelis Jemaat adalah anggota
Majelis Jemaat yang dipilih dalam sidang Majelis Jemaat untuk menjadi
pelaksana dari keputusan Sidang Majelis Jemaat. Jadi, Pelaksana Harian
Majelis Jemaat adalah alat tubuh Kristus dalam melaksanakan pelayanan dan
kesaksian pada jangkauan wilayah pelayanan jemaat. Secara praktis-operasional
Pelaksana Harian yang mengelola persembahan termasuk persembahan persepuluhan sesuai
dengan Rencana Kerja dan Anggaran dalam jangkauan jemaat yang ditetapkan
Sidang Majelis Jemaat. Bentuk yang kedua adalah Persidangan
Sinode/Klasis/Daerah. Gereja mempunyai
Persidangan Tahunan sebagai wadah untuk memutuskan kebijakan Tahunan
secara Sinodal dan berjenjang. Majelis persidangan yang dipilih di Persidangan Sinode adalah
pelaksana keputusan Persidangan Sinode. Karena itu Majelis Sinode juga menjadi
pelaksana keputusan Persidangan Sinode Tahunan. Jadi Majelis Sinode
adalah alat tubuh Kristus dalam melaksanakan pelayanan dan kesaksian pada
jangkauan wilayah pelayanan jemaat. Secara praktis-operasional Majelis
Sinode yang mengelola persembahan dari jemaat jemaat sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran
dalam jangkauan Sinodal yang ditetapkan Persidangan Sinode. Tanpa persembahan
Jemaat, Majelis Sinode tidak bisa melaksanakan tugasnya.
Persembahan
Persepuluhan dari Jemaat Secara Berjenjang dalam Sistem Pemerintahan Gereja
Kalau pemahaman tentang Gereja
dalam teologia reformatoris sebagaimana dikatakan di atas jelas bagi jemaat,
maka jelas juga bagi mereka bahwa sepersepuluh dari seluruh pendapatan jemaat
selama satu bulan, termasuk persembahan persepuluhan diberikan dari
Jemaat kepada Majelis Sinode/Klasis/Resort. Jadi pemberian
Persembahan Persepuluhan setiap bulan datri setiap Jemaat kepada Majelis di
atasnya dalam rangka penugasan Majelis sebagai alat dalam Tubuh Kristus yang
bernama Persidangan Sinode/Klasis/Resort, adalah keniscayaan bagi ekklesiologi
umat. Ekklesiologi itu melihat Jemaat dan Persidangan Sinode
sebagai bentuk tubuh Kristus. Ekklesiologi itu mengambil bentuk elips
dengan dua titik api. Ekklesiologi itu menempatkan Pelaksana Harian Majelis Jemaat dan Majelis
Sinode pada posisi Pelaksana kehendak Tubuh Kristus. Ekklesiologi itu
menempatkan Pelaksana Harian Majelis Jemaat secara organisatoris Gerejawi
sebagai penerima dan pengelola Persembahan Persepuluhan dari para umat.
Maka Ekklesiologi yang sama juga menempatkan Majelis Sinode secara
organisatoris Gerejawi sebagai penerima dan pengelola Persembahan Persepuluhan
dari para Jemaat.
REFLEKSI TEOLOGIS
·
Alkitab adalah
sumber pemahaman istilah, sejarah dan penggunaan perpuluhan, serta urgensi
perpuluhan. Istilah persepuluhan secara eksklusif bagi dunia Yahudi
berasal dari bahasa Syro-Palestina “ma’sartu”, yang kemudian dalam dalam
bahasa Ibrani disebut “ma’aser”, artinya yang kesepuluhan.
Sedangkan dalam bahasa Yunani, istilah ma’aser disebut dekatos;
dekate. Istilah ini berasal dari istilah ilmu Matematika yang dapat
digunakan dalam dunia teologi. Jejak historitas penggunaan istilah persepuluhan
(ma’aser) ini pertama kali diimplementasikan oleh Abram sebagai salah
satu wujud ketaatan holistiknya kepada Allah dengan membayar sepersepuluh
(puncak tertinggi) dari rampasan perang kepada Melkisedek; Yakub, menjadikan
persepuluhan sebagai nazarnya kepada Allah; dan Allah melalui Musa menetapkan
persepuluhan sebagai salah satu hukum keagamaan Yahudi. Perpuluhan dalam
konteks hukum religius Yahudi disebut persembahan kudus bagi Tuhan yang
diberikan 10% dari penghasilan benih di tanah, buah di pohon, dan hasil
ternak. Persembahan kudus bagi Tuhan ini
memiliki urgensi yang signifikan, yaitu:
Pengakuan terhadap milik Allah, yaitu 10% dari semua pendapatan, karena
Ia yang empunya langit, dan bumi, beserta isinya ; pengakuan terhadap kuasa
Allah yang memberi kemampuan kepada orang Yahudi bekerja; komitmen dan bukti
kasih kepada-Nya, sebab Ia memberi perintah untuk ditaati dan demi kebaikan
manusia; persepuluhan disebut sebagai makanan dalam rumah Tuhan, karena Allah
berhendak di dalam Rumah-Nya, nama-Nya ditegakkan; dan supaya umat Tuhan
diberkati.
·
Perjanjian Lama
mengklasifikasikan persepuluhan orang Yahudi ke dalam tiga jenis, dan juga
menfaktakan bentuk-bentuk persepuluhan, serta prosedur pemungutannya.
Ketiga jenis persepuluhan yang dimaksud, yaitu: 1) Persepuluhan pertama, yang
disebut persepuluhan milik orang Lewi;
2) Persepuluhan kedua, dinamai persepuluahn pesta; dan 3) Persepuluhan
ketiga, yaitu persepuluhan sosial. Sedangkan bentuk-bentuk persepuluhan,
yakni: 1) Persepuluhan natura; 2) Persepuluhan pengganti natura. Sedangkan prosedurnya, persepuluhan pertama
dan kedua diserahkan ke Kemah Pertemuan atau Bait Suci Yerusalem, dan
persepuluhan ketiga disimpan di kota-kota milik orang Israel.
·
Penggunaan
persepuluhan menurut Perjanjian Lama yang menjadikannya sebagai salah satu
hukum religius Yahudi sesuai dengan jenis-jenisnya. Persepuluhan pertama, yaitu
10% dari penghasilan orang Israel disebut persepuluhan milik kaum Lewi yang
digunakan sebagai Lewitan finansil. Sebagai Lewitan finansil persepuluhan
ini dimaksudkan sebagai upah jabatan profesional kaum Lewi di Kemah Pertemuan
atau Bait Suci atau jaminan hidup mereka yang sekaligus sebagai pengganti milik
pusaka yang tidak mereka terima di tanah Kanaan. Persepuluhan kedua, yaitu 10%
dari penghasilan orang Israel dinamai persepuluhan pesta. Persepuluhan
pesta digunakan sebagai festival finansial, dengan detail kegunaan: a) biaya
setiap laki-laki Yahudi menghadiri tiga masa raya utama keagamaan, yaitu
Paskah, Pentakosta, dan Pondok Daun yang berpusat Bait Suci Yerusalem; b) biaya
penyediaan korban-korban ketiga hari raya utama agama Yahudi itu secara
komunal. Persepuluhan ketiga, yang diberikan satu kali dalam tiga tahun disebut
persepuluhan sosial yang digunakan sebagai dana sosial. Sebagai dana
sosial persepuluhan jenis ini dipakai sebagai dana sosial kaum Lewi, orang
asing, janda, dan anak yatim. Tujuan
penggunaan persepuluhan ini agar tercipta kesejahteraan bersama bangsa Israel,
mengingat fakta sejarah keadaan mereka sebagai umat yang hidup oleh belas
kasihan Allah. Atas fakta tiga jenis perpuluhan ini pula maka sebenarnya orang
Israel paling sedikit memberikan 23% dari penghasilan tahunan panennya.
·
Relevansi
penggunaan perpuluhan dalam konteks kekristenan melibatkan upaya mencermati,
menyikapi, dan memperkembangkannya sesuai konteks. Upaya mencermati:
Persepuluhan dari semua penghasilan yang disebut dan diakui sebagai milik Allah
mengambil dunia keagamaan Yahudi sebagai wacana eksistensi dan perkembangannya
dengan detail-detail di dalamnya harus dipandang sebagai rencana Allah untuk
membiayai Gereja-Nya. Upaya menyikapi: Menghidupi pengakuan persepuluhan
sebagai milik Allah dalam kehidupan
orang percaya secara pribadi dan kolektif dengan menjadikannya sebagai salah
satu bentuk spiritualitas yang di dalamnya orang percaya terhindar dari
penyalahgunaan persepuluhan; dan sebagai bentuk pengabdian Kristen yang paling
minimum, namun harus dilakukan secara simultan. Upaya mempraktikkan
penggunaan perpuluhan didasarkan pada prinsip “keadilan, belas kasihan, dan
kesetiaan” (Matius 23:23). Detail penggunaannya
mempertimbangkan kebutuhan kontekstual Gereja yang galibnya digunakan membiayai
pelayanan dan hamba-hamba-Nya di Gereja-Nya.
· Gereja perlu menghidupkan semangat perpuluhan pada dataran sikap dan pengakuan yang benar bahwa persepuluhan adalah milik Allah, bukan milik pribadi yang dapat diper-lakukan dan digunakan dengan sesuka hati. Orang percaya hendaknya mempertajam kepekaan rohani dalam melihat persepuluhan dan penggunaannya sebagai hukum Ilahi yang harus dilaksanakan secara simultan dan seimbang dengan kewajiban Kristen lainnya. Untuk itu orang percaya akan memberi perpuluhan tanpa merasakannya sebagai beban, tetapi kesukaan karena kasih akan Tuhan. Lembaga Gereja dalam upaya merelevansikan per-sepuluhan dan penggunaannya hendaknya tidak terjebak kepada praktik “fund raising” dan usaha mencari keuntungan pribadi dengan memanipulasi ajaran perpuluhan. Cara efektif agar terhindar dari penyalahgunaan persepuluhan adalah mempertajam pemahaman dan pengakuan akan persepuluhan sebagi milik Tuhan, bukan milik pribadi; terbuka terhadap segala bentuk korektif. Relevansi jenis-jenis, bentuk-bentuk, dan prosedural persepuluhan dalam konteks Israel hendaknya tidak dipahami sebagai hukum keagamaan kristem yang legalis dalam arti harus sama seperti mereka. Namun juga terbuka untuk direlevansikan di dalam Gereja. Dalam hubungannya dengan penggunaan persepuluhan jemaat, Gereja harus mempertimbangkan karakteristik penggunaan persepuluhan dalam Perjanjian Lama sesuai konteks kebutuhan pelayanan. Hamba-hamba Tuhan perlu memiliki konsistensi dalam memberikan pemahaman yang Alkitabiah terhadap persepuluhan. Mereka perlu komitmen untuk setia memberi teladan kepada keluarga dan jemaat dalam merelevansikan persepuluhan sekaligus memiliki kemauan mengembangkan kreativitas yang mendorong jemaatnya setia memberi persepuluhan.
K E P U S T A K A A N
Alkitab:
-
Lembaga Alkitab Indonesia, 1995. Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
-
Lembaga Alkitab Indonesia, 1974. Deuterokanonika – Tobit 1:6-8. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
-
Marshall, A., 1996. The NASB-NIV: Parallel New Testament in Greek and English. Grand Rapids: Zondervan Publishing House.
Kamus:
-
Heuken, A., 1992. Ensiklopedi Gereja. Yogyakarta: Kanisius.
-
Dufour, X.L., 1990. Ensiklopedi Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.
-
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF.
-
Erickson, M., 1987. Concise Dictionary of Christian Theology. Grand Rapids: Baker Book House.
-
Harrison, E.F. et al., 1985. Baker’s Dictionary of Theology. Grand Rapids: Baker Book House.
-
Newman, J.R.B.M., 1991. Kamus Yunani – Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
-
Smith, W., 1997. Smith’s Bible Dictionary. Nashville: Thomas Nelson.
-
Tenney, M.C., 1967. The Zondervan Pictorial Bible Dictionary. Grand Rapids: Zondervan Publishing House.
-
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
-
Unger, M.F., 1980. Unger’s Bible Dictionary. Chicago: Moody Press.
-
Youngblood, R.F., 1997. Nelson’s New Illustrated Dictionary. Nashville: Thomas Nelson.
Buku-Buku:
-
Allen, R.B., 1998. The Expository Bible Commentary: Numbers. Grand Rapids: Zondervan Publishing House.
-
Arthur, J.F., 1998. Memberi Kepada Allah. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
-
Atiyanto, S., 1986. Pengabdian Kristen. Bandung: Lembaga Literatur Baptis.
-
Barnett, J., 1987. Harta dan Hikmat: Pandangan Alkitab Tentang Kekayaan. Bandung: Kalam Hidup.
-
Bruce, F.F., 1964. The International Commentary on The New Testament (Hebrew). Grand Rapids: W.M. B. Eerdmans Publishing Company.
-
Buckner, C.E., 1999. Kupasan Firman Allah Kitab Maleakhi. Bandung: Lembaga Literatur Baptis.
-
Buttrick, G.A., 1962. The Interpreter’s Dictionary of the Bible. New York: Abingdon Press.
-
Craigie, P.C., 1976. The New International Commentary on the Old Testament: Deuteronomy. Grand Rapids: W.M. B. Eerdmans Publishing Company.
-
Darmaputera, E., 1990. Etika Sederhana untuk Semua: Bisnis, Ekonomi, dan Penatalayanan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
-
Donin, H.H., 1980. To Pray As a Jew: A Guide to the Prayer Book and the Synagogue. New York: Basic Books.
-
Hammond, J. & Hammond, A., 1998. Persepuluhan: 10%. Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil “IMMANUEL”.
-
Han, N.E., 1971. A Parsing Guide to the Greek New Testament. Ontario: Herald Press.
-
Harris, R.L., 1998. The Expository Bible Commentary: Numbers. Grand Rapids: Zondervan Publishing House.
-
Heyer, C.D., 1997. Perjamuan Tuhan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
-
Hill, A.E. & Walton, J.H., 1996. Survei Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas.
-
Indra, I.G., 1998. Pola Gereja Perjanjian Baru. Bandung: Lembaga Literatur Baptis.
-
Kalland, E.S., 1998. The Expositor’s Bible Commentary: Deuteronomy – 2 Samuel. Grand Rapids: Zondervan Publishing House.
-
Landsell, H., 1978. The Sacred Tenth: Studies in the Tithe-Giving Ancient and Modern. Grand Rapids: W.M. B. Eerdmans Publishing Company.
-
Mayes, A.D.M., 1979. The New Century Commentary: Deuteronomy. Grand Rapids: W.M. B. Eerdmans Publishing Company.
-
McGee, J.V., 1981. Thru the Bible: Genesis – Deuteronomy. Nashville: Thomas Nelson Publishers.
-
McGee, J.V., 1982. Thru the Bible: Proverbs – Malachi. Nashville: Thomas Nelson Publishers.
-
Oden, T.C., 1989. Ministry Through Tithes. New York: American Book Company.
-
Olst, E.H. van, 1998. Alkitab dan Liturgi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
-
Petersen, J.A. et al., 1980. Dua Menjadi Satu. Bandung: Lembaga Literatur Baptis.
-
Prince, D., 1998. Rencana Allah Bagi Keuangan Anda. Jakarta: Yayasan PI Imanuel.
-
Richards, L.O., 1985. Expository Dictionary of Bible. Grand Rapids: Zondervan Publishing House.
-
Rowley, H.H., 1990. Ibadat Israel Kuna. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
-
Ryrie, C.C., 1968. Balancing the Christian Life. Chicago: Moody Press.
-
Salstrand, G.A.E., n.d. Persembahan Persepuluhan, terjemahan oleh A.M. Tambunan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
-
Wenham, G.J., 1979. The Book of Leviticus: New International Commentary on Old Testament. London: Hodder and Stoughton.
-
Wongso, P., 1992. Latihan Bagi Umat Allah. Bandung: Seminari Alkitab Asia Tenggara.
-
Turner, C.J., 1981. Asas Kepercayaan Gereja Perjanjian Baru. Bandung: Lembaga Literatur Baptis.
Majalah:
-
Herlianto, 1997. Makalah Sahabat Awam (MSA), No. 42/Juni 97. Bandung: Yabina.
-
Mears, H.C., 1998. Sahabat Gembala, Edisi September/Oktober. Bandung: Yayasan Kalam Hidup.
-
Panji Masyarakat, 1999. No. 37 Tahun III, 29 Desember 1999.
[1]Kebiasaan konkordatif yang dimaksudkan adalah memeriksa kedalam
konkordansi, apakah ada kata yang berhubungan dengan permasalahan secara
eksplisit dalam ayat Alkitab. Kalau tidak ada, maka dianggap bahwa Alkitab
tidak mempersoalkannya. Dalam pendekatan holistic, dimana semua hal di
pertimbangkan, tafsiran Alkitab menjadi lebih dekat pada aslinya
[2]Dalam pengalaman kekristenan, terjadi
ketegangan antara mereka yang meniru apa yang terjadi dengan Yesus, apa
yang dilakukan Yesus, dan apa yang diperintahkan Yesus.
[4]Untuk hal hal yang bersifat sangat tehnis Gerejawi lihat: Beaty Mary
and Farley Benjamin W. ‘Calvin’s Ecclesiastical Advice’ Edinburgh T.T&
Clark 1991.
[5]Kedua titik api ini sama dan kehadiran keduanya secara bersama sama
membuat kita bisa memastikan perbedaan antara sebuah elips dan sebuah
lingkaran.