Dari Jalan Berlumpur Menuju Gelar Sarjana: Kisah Keteguhan Hati
Dari Jalan Berlumpur Menuju Gelar Sarjana: Kisah Keteguhan Hati
Di sebuah desa kecil bernama Segulang, Kecamatan Serawai, Kabupaten Sintang, hiduplah seorang gadis bernama Fasia. Fasia adalah anak desa yang tumbuh dalam keluarga sederhana. Sejak kecil, ia sudah mengerti bahwa pendidikan adalah kunci untuk membuka masa depan yang lebih baik, meskipun jalan menuju cita-cita itu penuh dengan tantangan.
Awal Perjalanan: SD dan SMP
Fasia mengawali pendidikannya di SDN 24 Nanga Segulang. Meski fasilitas terbatas, ia selalu bersemangat berangkat sekolah. Jalan menuju sekolah masih berdebu dan berlumpur, terutama di musim hujan. Namun, semangat belajar Fasia tak pernah luntur.
Saat memasuki SMP, Fasia bersekolah di salah satu SMP yang ada di Kecamatan Serawai, yaitu ke SMPK Bukit Raya Serawai dan tinggal di asrama putri. Di sini, ia belajar hidup mandiri. Setiap hari, ia dan teman-temannya memasak makanan sendiri untuk menghemat biaya hidup. Hidup di asrama mengajarinya banyak hal, terutama tanggung jawab dan kemandirian. Meski jauh dari keluarga, Fasia tidak pernah mengeluh. Ia tahu bahwa semua kesulitan ini adalah bagian dari perjuangannya.
SMK: Perjalanan yang Penuh Tantangan
Setelah lulus SMP. Fasia melanjutkan sekolah ke SMKN 1 Serawai, tantangan semakin besar. Sekolah ini terletak sangat jauh dari pemukiman warga, dan jalannya masih berupa jalan kuning yang belum diaspal. Saat hujan deras, motor tak bisa melintas, dan sekolah sering kali terpaksa libur. Setiap hari, Fasia harus menempuh perjalanan 45 menit menuju sekolah.
Fasia pernah meminta kepada orang tuanya agar dibelikan motor untuk memudahkan perjalanan, namun sayangnya mereka tidak mampu. Orang tuanya hanya mampu membelikannya sebuah payung sebagai pelindung dari hujan dan terik matahari. Namun, Fasia tidak pernah berkecil hati. Payung sederhana itu menjadi simbol perjuangannya, melindunginya dari hujan dan badai, sambil terus berjuang meraih ilmu.
Penghargaan atas Kerja Keras
Kerja keras dan semangat pantang menyerah Fasia
akhirnya membuahkan hasil. Ia berhasil meraih juara 3 umum dan juara 1 di
kelasnya. Sebagai hadiah atas prestasinya, orang tuanya akhirnya bisa
membelikannya motor bekas dan laptop bekas dengan harga yang lebih murah,
sesuatu yang selama ini ia impikan untuk menunjang pendidikannya. Hadiah
tersebut bukan hanya simbol kebanggaan, tapi juga pengakuan atas segala
perjuangannya selama ini.
Tantangan
Ekonomi dan Ketekunan
Hidup di
keluarga sederhana membuat Fasia harus bijaksana dalam mengatur pengeluaran. Ia
dan adiknya, yang saat itu masih SMP, sering memasak nasi dengan campuran
sayuran di sekitar rumah untuk menghemat beras. Suatu kali, sepulang dari
liburan, mereka hanya dibekali uang 17 ribu rupiah, sementara harga bensin
motor sangat mahal. Dengan tekad yang kuat, Fasia memilih berjalan kaki pergi
dan pulang sekolah. Sepanjang jalan yang melewati hutan, ia dan teman-temannya
sering mencari sayur pakis untuk dibawa pulang.
Meski hidup penuh keterbatasan, semangat Fasia dan adiknya tidak pernah pudar. Tidak peduli ada uang atau tidak, mereka selalu berangkat ke sekolah dengan antusias yang tinggi. Fasia tahu bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk mengubah nasib, dan ia tidak pernah menyerah pada keadaan.
Kesuksesan
Setelah lulus dari SMK, Fasia melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Perjuangan yang panjang dan berat akhirnya terbayar ketika ia berhasil meraih gelar Sarjana Pendidikan dan menjadi seorang guru di salah satu SMAS terbaik di kota Sintang. Adiknya juga mengikuti jejaknya, menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Kebidanan.
Pelajaran
Hidup
Kisah Fasia
adalah cermin keteguhan hati dan ketekunan dalam menghadapi berbagai cobaan
hidup. Meskipun berasal dari desa terpencil dengan segala keterbatasan, Fasia
membuktikan bahwa tekad dan kerja keras dapat mengalahkan segala rintangan.
Perjuangannya untuk menempuh pendidikan adalah inspirasi bagi banyak orang,
terutama bagi mereka yang mungkin merasa bahwa impian mereka terlalu jauh untuk
diraih.
Fasia
mengajarkan kita bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita percaya pada diri
sendiri dan terus berusaha, meskipun jalan yang ditempuh penuh tantangan.
Sintang, 23 Oktober 2024
B. Basilia Esi