Keadilan yang Suram: Senja di Tanah yang Timpang

Gambar Ilustrasi: Menyoroti bagaimana Keadilan menjadi Timpang karena sudah tidak ditegakkan.


Di balik cakrawala, matahari mulai perlahan turun, menyisakan semburat jingga yang berpendar lemah di langit senja. Waktu seolah berjalan lebih lambat ketika senja menjelang. Di tanah ini, yang sekilas tampak kokoh, tersembunyi kegelisahan yang mencekam. Bumi yang kering dan retak tak hanya mewakili fisik, tetapi juga hati-hati yang pecah di dalam dada mereka yang hidup di bawah langitnya.

Tanah yang timpang, sebuah negeri yang tercabik-cabik oleh ketidakadilan. Di sudut-sudutnya, terlihat bayangan kesunyian yang mengendap, menekan kehidupan dengan beratnya kenyataan. Pohon-pohon tua berdiri dengan dahan yang rapuh, seperti saksi bisu dari perih yang tak pernah terkatakan. Angin yang mengisyaratkan pelan membawa debu-debu dari tanah gersang, seperti sisa mimpi-mimpi yang hancur berkeping.

Ketika senja tiba, langit menjadi kanvas yang penuh dengan warna merah saga, sebuah keindahan yang ironi di tengah derita yang menggumpal di bawahnya. Rona jingga dan ungu yang melingkari matahari yang tenggelam seakan menjadi metafora atas harapan yang surut perlahan. Meski cahayanya indah, namun tak bisa menyembunyikan luka-luka yang tertanam di dada mereka yang tersudut oleh takdir. Mereka adalah manusia-manusia yang hidup di tanah yang timpang, di mana keadilan seakan terlampau jauh untuk dijangkau.

Dalam keheningan senja, terdengar sayup tangis yang terpendam. Suara-suara yang tertahan, bisikan-bisikan yang ingin memekik namun tenggelam oleh beban yang menindih dada. Di sudut jalan yang berdebu, ada seorang ibu yang duduk memeluknya, wajahnya teduh namun sorot matanya kosong. Mereka bukanlah satu-satunya. Di setiap jengkal tanah ini, terukir nasib serupa manusia yang terjebak dalam ketidakadilan struktural, berjalan terseok di dunia yang terasa timpang bagi mereka.

Namun senja tetap datang. Meski langitnya terkesan suram, senja tak pernah luput menebarkan keindahan sekejap yang seolah menjadi perayaan kecil di tengah duka. Cahaya lembut yang perlahan memudar melemahkan setiap makhluk yang hidup di tanah ini. Di dalam senja yang kian meredup, ada harapan yang tipis, nyaris tak kasatmata, namun tetap ada. Harapan untuk esok yang lebih baik, meski langkah mereka terasa berat.

Dalam setiap helaan napas yang ditarik saat matahari benar-benar tenggelam, ada doa-doa yang melangit. Doa dari mereka yang berjuang dalam diam. Doa untuk perubahan, untuk sebuah keadilan yang tidak hanya sekedar kata dalam buku-buku hukum, tapi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Doa dari jiwa-jiwa yang terluka namun tak pernah patah sepenuhnya. Doa yang mungkin tak terdengar oleh dunia, namun tetap kuat di hati mereka yang bertahan di tanah yang timpang.

Senja telah mengajarkan bahwa meski dunia ini tak adil, masih ada keindahan kecil yang bisa ditemukan. Di tanah yang timpang, di bawah langit yang pernah berpendar, ada kekuatan tersembunyi di dalam luka. Senja datang sebagai Saksi, dan saat malam menyelubungi, bumi ini masih berdetak, berharap suatu hari nanti, ketimpangan itu tak lagi menjadi takdir.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
sr7themes.eu.org