Yesus yang Di-Salib, Bangkit dari Mati, dan Naik ke Surga Satu Paket
Fakta sejarah Yesus yang disalibkan, wafat, bangkit, dan naik ke surga menjadi dasar iman Kristen dalam Credo. Ist. |
Oleh Fr. Borgias Sakhai Agustama
Dalam tradisi Kristen, peristiwa penyaliban, wafat, pemakaman, kebangkitan, dan kenaikan Yesus ke surga bukanlah rangkaian kejadian terpisah, melainkan satu kesatuan misteri yang disebut Paskah. Ini adalah puncak dari misi Yesus sebagai Mesias, yang membawa penebusan bagi umat manusia.
Seperti yang dicatat dalam Perjanjian Baru, peristiwa ini
menjadi fondasi iman Kristen, di mana kematian menjadi jalan menuju kehidupan
kekal. Riset mendalam dari ayat-ayat Alkitab, kesaksian saksi mata, serta
sumber-sumber historis di luar teks suci mengonfirmasi bahwa kisah ini bukan
hanya peristiwa Kitab Suci, melainkan fakta historis yang berdampak luas. Artikel ini
membahasnya dalam empat subbab, menyoroti bagaimana elemen-elemen ini saling
terkait sebagai satu narasi ilahi.
Penyaliban dan Wafat sebagai Puncak Penderitaan yang Menyelamatkan
Penyaliban Yesus di bukit Golgota sekitar tahun 30-33 Masehi merupakan momen klimaks dari pelayanan-Nya yang penuh mukjizat.
Menurut Injil
Sinoptik, Yesus ditangkap di Taman Getsemani setelah Perjamuan Terakhir, di
mana Ia berdoa dengan intens, "Ya Bapa, janganlah terjadi apa yang
Kukehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki" (Matius 26:39,
Terjemahan Baru). Pengkhianatan Yudas Iskariot membawa-Nya ke hadapan
Sanhedrin, lalu ke Pontius Pilatus, gubernur Romawi yang akhirnya menyetujui
eksekusi meski ragu-ragu.
Ayat-ayat Alkitab menggambarkan penyaliban dengan detail yang menyayat hati. Di Matius 27:32-56, Yesus dipaksa membawa salib-Nya, disalibkan antara dua penjahat, dan diejek oleh para pemimpin Yahudi: "Dia yang menyelamatkan orang lain, tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri" (ay. 42). Markus 15:21-41 menambahkan bahwa Yesus menolak anggur asam untuk meredakan sakit, menunjukkan keteguhan-Nya.
Lukas 23:26-49 mencatat kata-kata
pengampunan-Nya: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa
yang mereka perbuat" (ay. 34), dan janji kepada penjahat di sebelah kanan:
"Sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di
dalam Firdaus" (ay. 43). Yohanes 19:16-37, yang paling intim, menyebutkan
bahwa prajurit menusuk lambung Yesus dengan tombak, dan darah serta air
mengalir keluar, memenuhi nubuat Zakaria 12:10.
Wafat Yesus terjadi sekitar pukul tiga sore, ditandai dengan kegelapan yang menutupi bumi selama tiga jam (Matius 27:45; Markus 15:33; Lukas 23:44). Ia berseru, "Eli, Eli, lama sabakhtani?" (Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?) sebelum menyerahkan nyawa-Nya (Matius 27:46; Markus 15:34).
Gempa bumi dan pembukaan tabir Bait Allah (Matius 27:51)
melambangkan akhir era lama. Saksi mata seperti Maria Magdalena, Maria ibu
Yakobus, dan Yohanes berada di kaki salib (Yohanes 19:25-27), sementara seorang
perwira Romawi berseru, "Sungguh orang ini Anak Allah!" (Markus
15:39).
Di luar Alkitab, sumber historis mengonfirmasi eksekusi ini. Flavius Josephus, sejarawan Yahudi abad pertama, dalam Antiquities of the Jews (sekitar 93 M), menulis bahwa Pilatus menghukum Yesus dengan penyaliban atas desakan para pemuka Yahudi, meski bagian itu mungkin mengandung interpolasi Kristen.
Tacitus, sejarawan Romawi dalam Annals (116 M), mencatat bahwa "Kristus" dieksekusi di bawah Pilatus selama pemerintahan Tiberius, menyebabkan munculnya sekte Kristen. Talmud Babilonia (Sanhedrin 43a) menyebut "Yeshu" digantung pada pohon eksekusi menjelang Paskah karena sihir dan pemberontakan, meski kronologinya debatable.
Lucian dari
Samosata, penulis satir abad kedua, merujuk pada seorang pria yang disalibkan
dan disembah oleh pengikutnya. Sumber-sumber ini, meski singkat, membuktikan
bahwa penyaliban Yesus adalah fakta historis yang diterima luas, bukan legenda
belaka. Saksi mata Alkitab seperti para murid dan perempuan-perempuan Galilea
memberikan kesaksian langsung, yang menjadi dasar keyakinan awal umat Kristen.
Peristiwa ini bukan akhir, melainkan bagian dari kesatuan
Paskah: kematian Yesus sebagai korban sempurna untuk dosa dunia (Yohanes 1:29),
membuka jalan bagi kebangkitan.
Pemakaman – Istirahat yang Penuh Harapan
Setelah wafat, tubuh Yesus segera dimakamkan, memenuhi hukum
Yahudi yang mengharuskan pemakaman sebelum matahari terbenam (Ulangan 21:23).
Yosef dari Arimatea, anggota Sanhedrin yang diam-diam murid Yesus, meminta
tubuh itu kepada Pilatus (Matius 27:57-58; Markus 15:42-43; Lukas 23:50-52;
Yohanes 19:38). Nikodemus, tokoh Farisi, bergabung membawa rempah-rempah
(Yohanes 19:39-40). Mereka membungkus tubuh dengan kain kafan linen dan 75 pon
campuran mur dan kemenyan, lalu meletakkannya di makam baru Yosef yang dipahat
di batu (Matius 27:59-60).
Injil mencatat detail yang konsisten: makam itu dekat
Golgota, pintunya ditutup batu besar, dan dijaga oleh prajurit Romawi atas
permintaan para pemuka Yahudi yang khawatir murid-murid mencuri tubuh (Matius
27:62-66). Perempuan seperti Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus mengikuti
prosesi pemakaman dan melihat di mana Ia diletakkan (Markus 15:47; Lukas
23:55). Ini penting karena kesaksian mereka menjadi bukti utama bagi
kebangkitan nanti. Pemakaman ini menekankan kemanusiaan Yesus: Ia benar-benar
mati dan dikubur, bukan sekadar pingsan atau ilusi.
Saksi mata utama adalah Yosef dan Nikodemus, yang berani
tampil di depan Pilatus, serta para perempuan yang setia. Dalam 1 Korintus
15:3-4, Paulus merangkum tradisi awal: "Kristus telah mati... dan bahwa Ia
telah dikuburkan." Ini adalah kredo Kristen paling tua, berasal dari
komunitas Yerusalem hanya beberapa tahun setelah peristiwa.
Sumber di luar Alkitab jarang membahas pemakaman secara
spesifik, tapi konteks historis mendukungnya. Hukum Yahudi menuntut pemakaman
cepat untuk yang dieksekusi, dan arkeologi seperti kuburan Jehohanan (seorang
Yahudi yang disalibkan abad pertama) menunjukkan praktik pemakaman yang layak
bagi korban Romawi. Josephus menyebutkan pemakaman Yesus dalam konteks
Testimonium Flavianum, meski ringkas. Beberapa sarjana seperti Raymond E. Brown
berargumen bahwa pemakaman oleh Yosef dari Arimatea kredibel karena bertentangan
dengan narasi anti-Kristen yang mungkin mencoba mendiskreditkan cerita
kosongnya makam.
Pemakaman ini menghubungkan wafat dengan kebangkitan: makam
baru yang kosong nanti menjadi tanda kuat bahwa Yesus bangkit, membuktikan
kesatuan rencana Allah.
Kebangkitan adalah Kemenangan atas Kematian yang Menggetarkan
Pagi hari pertama minggu itu, sekitar fajar, Maria Magdalena
dan perempuan lain datang ke makam membawa rempah untuk pemakaman lanjutan.
Mereka menemukan batu terguling dan makam kosong. Malaikat menyatakan, "Ia
tidak ada di sini, Ia telah bangkit, seperti yang telah difirmankan-Nya"
(Lukas 24:6; lihat juga Matius 28:1-7; Markus 16:1-8; Yohanes 20:1-10). Ini
adalah pengalaman pertama saksi mata kebangkitan.
Injil mencatat penampakan Yesus yang berulang. Di Yohanes
20:11-18, Ia muncul kepada Maria Magdalena, yang awalnya mengira Ia tukang
kebun. Kepada dua murid di jalan ke Emmaus, Ia menjelaskan Kitab Suci (Lukas
24:13-35). Malam itu, Ia tampak kepada para rasul di Yerusalem, menunjukkan
tangan dan kaki yang tertusuk (Lukas 24:36-43; Yohanes 20:19-29). Paulus dalam
1 Korintus 15:5-8 menyebut penampakan kepada Petrus, kedua belas rasul, lebih
dari 500 saudara sekaligus (banyak yang masih hidup saat Paulus menulis),
Yakobus, dan dirinya sendiri. Ini menegaskan kebangkitan jasmani, bukan hantu:
Yesus makan ikan dan roti (Lukas 24:42-43).
Saksi mata utama adalah para perempuan, murid-murid, dan 500
orang tersebut, yang berani mati syahid demi kesaksian ini. Tradisi gereja
awal, seperti dalam surat Plinius Muda kepada Kaisar Trajan (112 M), mencatat
bahwa orang Kristen menyembah Kristus sebagai dewa dan bersumpah tidak berbuat
jahat, meski dianiaya.
Di luar Alkitab, bukti kebangkitan lebih pada keyakinan yang muncul daripada deskripsi langsung. Josephus menyebut pengikut Yesus percaya Ia bangkit dan melakukan mukjizat. Celsus, filsuf Yunani abad kedua, mengkritik klaim kebangkitan sebagai ilusi, tapi mengakui cerita itu beredar luas. Talmud mencoba menyangkal dengan tuduhan pencurian mayat, tapi ini justru mengonfirmasi makam kosong sebagai fakta (Matius 28:11-15).
Sarjana seperti
N.T. Wright berargumen bahwa ledakan iman Kristen pasca-Pentakosta hanya bisa
dijelaskan oleh kebangkitan nyata, karena tak ada paralel dalam agama Yahudi
saat itu. Mara Bar-Serapion merujuk pada "raja bijak" Yahudi yang
dieksekusi, dan kerajaan-Nya bangkit setelah kematian-Nya.
Kebangkitan ini menyatukan pemakaman dengan kenaikan: Yesus
yang bangkit adalah yang sama yang akan naik, membuktikan kuasa-Nya atas maut
(1 Korintus 15:54-57).
Kenaikan ke Surga – Kembalinya Mesias dan Janji Roh Kudus
Empat puluh hari setelah kebangkitan, Yesus naik ke surga
dari Bukit Zaitun dekat Betania. Dalam Kisah Para Rasul 1:1-11, Ia mengajar
para rasul tentang Kerajaan Allah, lalu "ditinggikan ke sorga dan awan
menutupi Dia dari pandangan mereka." Dua malaikat menjanjikan: "Yesus
ini akan kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia pergi ke
sorga" (ay. 11). Lukas 24:50-53 mencatat berkat terakhir-Nya sebelum naik,
di mana murid-murid menyembah dengan sukacita.
Penampakan selama 40 hari termasuk perintah Misi Besar:
"Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku... dan ajarlah mereka
melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu" (Matius
28:19-20). Ini menandai transisi dari pelayanan Yesus ke gereja, dengan Roh
Kudus sebagai penggenap (Kisah 1:8). Saksi mata adalah para rasul, yang
melihat-Nya naik dan menjadi saksi utama (Kisah 1:21-22).
Di luar Alkitab, kenaikan kurang disebut, tapi keyakinan
akan Yesus yang "ditinggikan" tercermin dalam sumber awal. Ignatius
dari Antiokhia (sekitar 107 M) menyebut Yesus naik ke Bapa. Tacitus dan Plinius
mencatat penyebaran Kristen sebagai agama yang percaya pada Kristus yang
bangkit dan naik, meski dari perspektif Romawi yang skeptis. Dalam konteks
Yahudi, nubuat Daniel 7:13 tentang "Anak Manusia datang dengan awan"
diinterpretasikan sebagai kenaikan.
Kenaikan menyempurnakan kesatuan Paskah: dari salib yang
merendahkan hingga takhta surgawi, Yesus menjadi Pengantara abadi (Ibrani
7:25). Ini memberi harapan bagi umat manusia, bahwa kematian bukan akhir, tapi
pintu menuju kehidupan baru.
Peristiwa ini, didukung ayat Alkitab, kesaksian, dan sumber historis, tetap menjadi pusat iman Kristen. Seperti yang dikatakan Paulus, "Jika Kristus tidak dibangkitkan, sia-sialah iman kita" (1 Korintus 15:17).
Misteri agung Paskah ini mengajak kita merefleksikan makna kesatuan ilahi
dalam kehidupan sehari-hari.