Yesus Memenuhi Permintaan Maria di Kana

 

Yesus Memenuhi Permintaan Maria di Kana
Maria pengantara manusia kepada Yesus pada pesta perkawinan di Kana. ist.
Oleh Br. Cosmas Damianus

Injil Yohanes mencatatnya dengan sederhana, namun menyimpan makna yang dalam. “Pada hari ketiga ada perkawinan di Kana yang di Galilea, dan ibu Yesus ada di situ” (Yoh. 2:1).

Kalimat pembuka ini membawa kita ke sebuah pesta yang penuh sukacita, tawa, dan tarian. Namun, di balik semua itu, ada keresahan kecil yang sebentar lagi bisa berubah menjadi aib besar: anggur habis.

Maria tahu. Ia peka. Ia tidak membiarkan keluarga pengantin jatuh ke dalam malu. Kepada Yesus ia berkata lirih, “Mereka kehabisan anggur.”

Jawaban Yesus mengejutkan: “Ibu, mau apakah engkau daripada-Ku? Saat-Ku belum tiba.” Ada jarak, seolah Yesus ingin menegaskan misi-Nya sendiri. Tetapi Maria tidak mundur. Ia tidak mendebat. Ia hanya menoleh kepada para pelayan dan berkata: “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu.”

Air pun berubah menjadi anggur. Bukan sembarang anggur, melainkan yang terbaik. Sebuah pesta yang hampir ternoda oleh kekurangan, justru ditutup dengan kemuliaan. Mukjizat pertama Yesus lahir dari kepekaan seorang ibu, dan ketaatan seorang Anak.

Dimensi Teologis: Maria yang Menjadi Pengantara

Peristiwa ini lebih dari sekadar kisah sosial. Ia adalah tanda teologis. Maria tampil sebagai pengantara. Bukan karena ia berkuasa seperti Allah, tetapi karena kedekatannya dengan Sang Putra. Ia tidak menuntut. Ia hanya mengarahkan. Kata-katanya abadi: “Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu.”

Bagi tradisi Katolik, inilah wajah devosi sejati: Maria tidak pernah menahan umat di hadapannya, melainkan selalu menunjuk pada Kristus. Doa bersama Maria, atau doa yang disampaikan melalui Maria, bukanlah jalan memutar. Itu cara belajar percaya seperti dia—yang menyerahkan kegelisahan tanpa syarat, tanpa rencana cadangan. Hanya percaya.

Yesus pun menghargai ibunya. Bukankah Hukum Taurat menegaskan: “Hormatilah ayahmu dan ibumu” (Kel. 20:12)? Sang Mesias tidak mengabaikan itu. Mukjizat Kana justru memperlihatkan bahwa perintah keempat terpenuhi di dalam diri-Nya. Iman Maria dan kasih Yesus berjumpa dalam sebuah tanda yang menyelamatkan.

Maka, bagi umat beriman, kisah ini menjawab pertanyaan lama: mengapa kita boleh meminta lewat Maria? Karena Yesus sendiri mendengar ibunya di Kana. Karena penghormatan kepada ibu justru memperdalam penghayatan akan kasih Anak.

Relevansi Iman: Dari Kana ke Kehidupan Sehari-hari

Apa arti Kana bagi kita sekarang? Barangkali kita pun pernah mengalami kehabisan “anggur”: kelelahan dalam rumah tangga, kehilangan semangat, atau krisis ekonomi. Hidup terasa hambar. Sukacita meredup. Dalam situasi seperti itu, sikap Maria menjadi teladan. Ia tidak panik. Ia tidak mengeluh panjang lebar. Ia hanya membawa kegelisahan itu kepada Yesus.

Dan Yesus? Ia memang sempat berkata “saat-Ku belum tiba”. Namun ketika waktunya tiba, Ia bertindak. Ia mengubah air menjadi anggur terbaik. Sebuah simbol bahwa Tuhan sanggup mengubah yang biasa menjadi luar biasa. Yang sederhana menjadi berlimpah makna.

Bagi kita, berdoa melalui Maria berarti melibatkan diri dalam kepercayaan seorang ibu yang penuh iman. Kita diajar untuk berkata, “Bunda, tolong bawakan keresahan kami kepada Putramu. Dan tuntunlah kami untuk siap melakukan apa yang Ia katakan.” Dari situlah hidup yang hambar perlahan berasa manis.

Dalam masyarakat kita yang majemuk, peristiwa Kana juga punya pesan sosial. Maria menolak membiarkan orang lain dipermalukan. Yesus hadir membawa sukacita baru. Iman yang otentik selalu berdampak sosial: peduli pada sesama, melindungi martabat orang lain.

Menghormati Ibu, Menghargai Anak

Kisah Kana adalah kisah relasi. Antara ibu dan anak. Antara manusia dan Allah. Yesus menghormati ibunya. Maria menghargai misi Putranya.

Relasi saling meneguhkan ini menjadi teladan bagi keluarga kita. Di zaman yang semakin individualistis, mukjizat Kana mengingatkan bahwa iman berakar pada relasi yang saling menghargai.

Dalam devosi Katolik, penghormatan kepada Maria tidak pernah memisahkan kita dari Kristus. Justru karena kita menghormati ibu, kita semakin belajar menghargai Anak. Dari situlah kita masuk ke dalam misteri kasih Allah yang nyata.

Akhirnya, mukjizat Kana mengajarkan bahwa Yesus peduli bukan hanya pada keselamatan jiwa di surga, tetapi juga pada sukacita pesta di bumi.

Maria, dengan iman yang sederhana, membuka jalan. Itulah sebabnya doa melalui Maria tetap relevan. Kita memohon agar air kehidupan kita yang biasa, dengan segala kekurangan dan kesedihan, diubah oleh Kristus menjadi anggur baru: penuh sukacita dan harapan.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
sr7themes.eu.org