Yesus dan Rasul Paulus: Yesus adalah Logos, Rhemata, dan Grafein sedangkan Paulus Saksi Kristus, Penguat, dan Pewarta Sejati

 

Christ and Paul in Harmony

Christ and Paul in Harmony: Paulus saksi Kristus dan pewarta sejati.

Oleh Dr. Laurentius Prasetyo

Introduksi

Tulisan ini bertujuan membandingkan dan merekonstruksi persamaan serta perbedaan ajaran Yesus dan Rasul Paulus dari perspektif teologi kontemporer dengan fokus pada pembacaan tiga tokoh teologis penting: Scott Hahn (perwakilan teologi katolik rekonsiliatif dan biblikal-konfessional), Hans Küng (teolog historis-kritis dan ekumenis), dan Joseph Ratzinger / Benediktus XVI (teologi dogmatis-ekspositori dengan penekanan kristologi). Pendekatan memadukan analisis historis-kritis, teologi biblis, dan refleksi dogmatis untuk menilai kontinuitas, ketegangan, serta implikasi eklesiologis dan soteriologis dari wacana Yesus–Paulus.

Yesus adalah Logos, Rhemata, dan Grafein itu sendiri. 

Logos berarti Firman Allah yang hidup dan kekal. Dalam Injil Yohanes dikatakan bahwa “Pada mulanya adalah Firman (Logos), Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.”  (Yohanes 1:1).

Artinya, Yesus adalah wujud nyata dari hikmat dan kehendak Allah sendiri. Logos bukan hanya kata-kata biasa, melainkan sumber segala ciptaan, yang menjadi manusia dalam diri Yesus supaya manusia bisa melihat, mengenal, dan mengalami Allah secara langsung.

Rhemata berarti perkataan yang diucapkan. Saat Yesus berbicara, setiap kata-Nya bukan hanya informasi, tetapi membawa kuasa yang menyentuh hati, menyembuhkan, menguatkan, dan mengubah hidup orang yang mendengar. Perumpamaan, ajaran, bahkan doa yang Yesus ucapkan adalah Rhemata, yaitu Firman yang hadir dalam bentuk suara dan memberi dampak langsung pada kehidupan sehari-hari.

Grafein berarti tulisan. Ajaran dan kesaksian tentang Yesus tidak berhenti pada ucapan, tetapi dituliskan oleh para murid dan saksi dalam Kitab Suci. Dari situlah lahirlah Injil dan tulisan para rasul, yang kita baca hingga sekarang. Grafein menjadi jembatan agar generasi demi generasi tetap bisa mendengar Firman, meski Yesus secara fisik sudah tidak bersama kita. Melalui Grafein, Firman tetap hidup, menuntun, dan memberi iman kepada setiap orang.

Paulus adalah penyambung, saksi, dan penafsir yang membuat Firman itu bisa dipahami lintas budaya dan generasi.

Intinya adalah dalam bahasa Inggris ini: Christ and Paul in Harmony.

Pendahuluan dan metodologi

Korelasi ajaran Yesus dan ajaran Paulus: Apakah Paulus melanjutkan, mengubah, atau “membelokkan” Injil Yesus?

Hal itu telah menjadi pusat debat dalam studi Perjanjian Baru dan teologi Kristen. Kajian ini menggunakan pendekatan komparatif: 

  1. rekonstruksi historis terukur atas apa yang dipahami sebagai “ajaran Yesus” (fokus pada tradisi Matius–Markus–Lukas–Yohanes dan material Q/sebagainya),
  2. rekonstruksi teologis atas korpus paulinik (khususnya Roma, Galatia, 1 Korintus), dan
  3. evaluasi pembacaan ketiga teolog kontemporer untuk melihat bagaimana mereka menafsirkan kontinuitas/kontras antara keduanya. 

Sumber-sumber primer meliputi karya populer dan akademik Scott Hahn mengenai teologi Paulus dan Perjanjian Lama sebagai kunci memahami Paulus; Hans Küng tentang Kristologi historis dan inti kekristenan; serta tulisan-tulisan Joseph Ratzinger yang memprofilkan Yesus dan mengamati penerimaan Paulus dalam tradisi Gereja. Analisis menempatkan perhatian khusus pada isu-isu: covenant (perjanjian), pembenaran, eskatologi, etika Kerajaan, sakramentalitas, dan hubungan gereja–Yudaisme.

(Catatan metodologis: di bagian deskriptif mengenai posisi tiap teolog, klaim utama yang direkonstruksi dirujuk ke publikasi dan profil akademik masing-masing pengarang untuk menjaga akurasi interpretatif). Dr. Scott Hahn - The Official Site+2Berkley Center+2

Bagaimana Hahn, Küng, dan Ratzinger memandang Yesus

Scott Hahn. Bagi Scott Hahn, studi tentang Yesus selalu terhubung dengan narasi Perjanjian dan konsep covenant (perjanjian). Hahn menekankan bahwa Yesus bukan sekadar guru etika, melainkan penggenapan janji-janji perjanjian Allah yang berpusat pada Kerajaan Allah dan sakramentalitas (Ekaristi sebagai tindakan penyatuan karya penebusan). Pembacaan Hahn cenderung menegaskan kontinuitas Perjanjian Lama–Perjanjian Baru: Yesus sebagai pemenuhan covenant Abraham–Musa–Daud dan sebagai penggenap tipologi-teologis yang kemudian dibaca ulang oleh Paulus. (Hahn banyak menulis dan mengajar tentang “Theology of Paul” dan kaitannya dengan perjanjian). Dr. Scott Hahn - The Official Site+1

Hans Küng. Küng mendekati Yesus terutama melalui kacamata historis-kritis dan ekumenis: ia mencari “Yesus historis” untuk menegaskan inti kristologi yang dapat dialogis dan relevan lintas tradisi. Küng menggarisbawahi bahwa pusat Kristologi adalah perjumpaan dengan pribadi Yesus—pesan kasih, panggilan pertobatan, dan tuntutan etis Kerajaan—yang harus diuji terhadap pengalaman historis umat dan tugas moral gereja dalam dunia modern. Bagi Küng, ketulusan pewartaan Yesus jauh lebih penting daripada pembentukan dogma ecclesiastical yang tertutup. Berkley Center

Joseph Ratzinger (Benediktus XVI). Ratzinger menulis secara mendalam tentang Yesus—mis. dalam seri Jesus of Nazareth—dengan metodologi yang menggabungkan riset historis dan teologi dogmatis. Ia menegaskan Yesus sebagai wahyu pribadi: Logos yang menjadi daging, penggenap karya keselamatan, dan pusat liturgi-katekese Gereja. Ratzinger berusaha menjembatani “Yesus historis” dan “Kristus iman” sehingga keduanya tidak dipertentangkan secara gregetik. Ia memandang karya Paulus sebagai penerjemah teologis pengalaman Kristus ke dalam bahasa gerejawi/eskatologis yang koheren. Wikipedia

Bagaimana Hahn, Küng, dan Ratzinger memandang Paulus

Hahn tentang Paulus. Scott Hahn membaca Paulus dalam kerangka kontinuitas janji-abrahamik: interpretasi Paulus adalah pembacaan biblis yang menempatkan Kristus sebagai pusat pemenuhan perjanjian, di mana pembenaran dan partisipasi dalam Kristus (baptisan, Ekaristi) direlasikan dengan konteks Israel–umat. Hahn juga menempatkan perdebatan Galatia–Roma dalam bingkai polemik terhadap pemahaman Torah dan peranan iman–karya dalam konteks perjanjian. Dalam pembacaan Hahn, Paulus tidak “memisah” dari Yesus, melainkan menafsirkan misi Yesus bagi dunia non-Yahudi melalui kunci-kunci covenantal. Dr. Scott Hahn - The Official Site+1

Küng tentang Paulus. Hans Küng menghargai peran historis Paulus sebagai pemberi wawasan teologis yang orisinal, tetapi juga menekankan bahwa pembacaan paulinik harus dibaca secara kritis—terutama klaim-klaim mengenai pembenaran dan otoritas doktrinal. Küng menolak pembacaan dogmatis unilateral yang membuat Paulus menjadi alat justifikasi doktrin tertentu (mis. skisma dogmatis antara reformasi dan tradisi Katolik), lalu menegaskan pentingnya merujuk kembali kepada pesan etis dan kristologis Yesus sebagai tolok ukurnya. Dengan demikian Paulus dilihatnya sebagai figur yang tegas namun perlu dikontrol oleh hermeneutika Injil tentang Yesus. Berkley Center

Ratzinger tentang Paulus. Ratzinger memperlakukan Paulus dengan hormat intelektual dan gerejawi: ia melihat Paulus sebagai teolog besar yang melestarikan dan mengartikulasikan makna wahyu Kristus dalam istilah-eskatologis dan soteriologis. Ratzinger menekankan bahwa konstruksi paulinik (mis. katekese tentang dosa, anugerah, dan kebangkitan dalam relasi Kristus–umat) adalah bagian dari “diskursus gerejawi” yang perlu dibaca dalam kesinambungan tradisi apostolik dan liturgi. Ia juga menyoroti aspek pengalaman (ekstasis rasuli) sebagai dasar otentisitas pewartaan Paulus. matthewramage.com+1

 Persamaan utama ajaran Yesus dan Paulus 

  1. Kristosentrisme sebagai pusat keselamatan. Semua ketiga pembaca setuju bahwa pusat pewartaan adalah Kristus — baik sebagai penggenapan janji Allah (Hahn), sebagai pribadi mesianik yang membawa tuntutan etika Kerajaan (Küng), maupun sebagai Logos yang menyingkap wajah Allah dan karya penebusan (Ratzinger). Kesepakatan ini menjadikan Kristus, bukan sistem etika terlepas dari pribadi, sebagai titik tolak teologi. Dr. Scott Hahn - The Official Site+2Berkley Center+2
  2. Kaitan antara penderitaan, kors, dan kebangkitan. Yesus (ajaran dan peristiwa penyaliban-kebangkitan) dan Paulus (interpretasi teologis atas salib dan kebangkitan sebagai pangkal keselamatan) sama-sama menempatkan misteri salib sebagai pusat soteriologi: salib bukan hanya tragedi sejarah tetapi realitas teologis yang membentuk identitas gereja dan panggilan etis umat. Ratzinger dan Hahn khususnya menekankan kebangkitan sebagai peristiwa historis dan teologis yang membentuk pengalaman gerejawi; Küng menuntut pembacaan yang juga berpusat pada pengalaman historis dan etis. Wikipedia+1
  3. Dimensi eskatologis Kerajaan (Yesus) dan iman kepada Kristus (Paulus). Yesus berbicara tentang “Kerajaan Allah” (dimensi kehadiran dan masa depan); Paulus memformulasikan arti iman kepada Kristus yang menghubungkan umat pada realitas eskatologis tersebut. Ketiga teolog mengakui bahwa pesan Yesus tentang Kerajaan dan pengajaran Paulus tentang hidup dalam Kristus berbicara pada satu proyek keselamatan yang saling melengkapi.
  4. Peran iman dan ketaatan. Meskipun terminologi berbeda, baik Yesus (panggilan pertobatan dan ketaatan pada perintah Kerajaan) maupun Paulus (imannya yang menyelamatkan, dipadukan dengan hidup baru) menuntut respon eksistensial, yakni iman yang terlihat dalam tindakan. Hahn secara eksplisit menegaskan hubungan iman-sakrament-kerja yang tidak dipisahkan; Küng menekankan dimensi etis respons; Ratzinger mengikat iman dan liturgi dalam satu gerak teologis. Dr. Scott Hahn - The Official Site+2Berkley Center+2
Persamaan dan perbedaan Ajaran Yesus dan Paulus


Aspek / Tema
Yesus (Injil) Paulus (Surat-surat) Keterangan
Pusat Keselamatan Pewartaan Kerajaan Allah sebagai inti karya Allah. Kristus yang disalibkan dan bangkit sebagai pusat iman dan keselamatan. Sama-sama Kristosentris; beda titik tekan.
Salib & Kebangkitan Nubuat wafat dan bangkit sebagai puncak karya Allah. Salib sebagai kekuatan Allah; kebangkitan dasar iman. Keselamatan terletak pada misteri pasca.
Iman & Pertobatan Panggilan radikal: bertobat dan percaya kepada Injil. Manusia dibenarkan oleh iman, bukan oleh hukum. Respon iman sama-sama dituntut.
Etika Kasih Hukum utama: kasih kepada Allah dan sesama. “Kasih adalah kegenapan hukum Taurat.” Kasih sebagai norma tertinggi.
Eskatologi Kerajaan Allah: sudah hadir dan akan datang (imminent eschatology). Eskatologi ditafsirkan ulang: parousia ditunda, hidup dalam Roh sekarang. Sama-sama menekankan dimensi kini dan depan, beda penekanan.
Komunitas Umat Allah Membentuk komunitas murid sebagai umat baru. Jemaat sebagai Tubuh Kristus, umat Allah lintas Yahudi–non Yahudi. Gereja sebagai realisasi umat Allah.
Hukum / Torah Menggenapi hukum, bukan meniadakan. Menegaskan hukum tidak menyelamatkan; iman pada Kristus yang membenarkan. Beda tajam tentang fungsi hukum.
Metode Pewartaan Perumpamaan, khotbah, tindakan simbolis, mukjizat. Surat-surat teologis, surat-surat pastoral, retorika rasional, penjelasan sistematis. Yesus naratif-kiasan, Paulus argumentatif-dogmatis.
Sakramen / Ritual Mengadakan Perjamuan Malam Terakhir; baptisan dikaitkan dengan pertobatan. Baptisan = partisipasi dalam wafat-bangkit Kristus; Ekaristi = partisipasi dalam tubuh Kristus. Paulus menafsirkan lebih teologis.
Identitas Diri Menyebut diri sebagai Anak Allah, Mesias, Putra Manusia. Jarang mengutip kata-kata Yesus; menekankan arti karya Kristus bagi keselamatan. Paulus fokus pada Kristus peristiwa, bukan gaya pewartaan.

Perbedaan, ketegangan, dan bagaimana ketiga teolog mengatasi atau menafsirkannya

  1. Fokus tematik: Kerajaan vs Pembenaran (kingdom vs righteousness/justification).
    • Yesus dalam Injil sering menekankan Kerajaan Allah, panggilan untuk pertobatan dan etika Kerajaan; cakupannya kontekstual dan naratif.
    • Paulus dalam surat-suratnya mengembangkan bahasa pembenaran, anugerah, dan partisipasi dalam Kristus untuk menjawab persoalan teologis/perkumpulan gereja (mis. status Torah bagi orang Kristen bukan-Yahudi).
      Hahn melihat keduanya bukan sebagai kontradiksi tetapi sebagai dua sisi wajar dari satu perjanjian: Yesus memejaaskan Kerajaan, Paulus menjelaskan bagaimana umat “masuk” ke Kerajaan itu melalui anugerah dan persekutuan dalam Kristus (covenantal reading). Dr. Scott Hahn - The Official Site

Küng lebih kritis terhadap pembacaan paulinik yang bisa dipakai untuk menebalkan doktrin “pembenaran pecah” (misreading yang memutus hubungan etika Yesus dengan doktrin keselamatan). Ia menegaskan: setiap konstruksi paulinik harus diuji dari hermeneutika Injil Yesus—terutama tuntutan moral dan sosial. Berkley Center

Ratzinger mengusulkan sintesis: pembenaran dan Kerajaan saling terkait; Paulus tidak mengingkari tuntutan etis Kristus tetapi memberikan kata-kata teologis yang memungkinkan gereja memahami karya keselamatan sebagai tindakan Allah yang membentuk umat. Wikipedia+1

  1. Metodologi dan prioritas historis vs teologis.
    Küng menekankan pentingnya rekonstruksi historis: apa yang Yesus nyatakan sebenarnya? Ia menghendaki pembacaan yang membuka dialog dengan modernitas. Sebaliknya, Ratzinger menekankan bahwa “Yesus sebagai Kristus iman” tidak boleh tunduk sepenuhnya pada skeptisisme historis sehingga mengabaikan iman gereja; bacaannya berupaya menyeimbangkan keduanya. Hahn menempatkan tradisi liturgis dan perjanjian historis sebagai kontrol hermeneutik untuk memastikan bahwa tafsir Paulus tetap berakar pada narasi Alkitab yang utuh. Berkley Center+2Wikipedia+2
  2. Konteks pastoral dan gerejawi: fungsi ajaran Paulus vs pewartaan Yesus.
    Paulus sebagai pembentuk komunitas (koordinator jemaat-jemaat, penyelesai konflik) sering menekankan norma-norma yang memandu kehidupan bersama; Yesus lebih sering berbicara dalam bentuk kiasan, perumpamaan, dan pengajaran liturgis/ritual (mis. Perjamuan, sabda dalam perjamuan). Hahn secara eksplisit mengaitkan praktik liturgi (Ekaristi) dengan logika pewartaan Paulus tentang partisipasi dalam Kristus; Ratzinger melakukan hal serupa dalam pembacaan teologisnya; Küng mengomentari bagaimana praktik gerejawi haruslah dimotori oleh inti injili agar tidak menjadi sekadar struktur kekuasaan. Dr. Scott Hahn - The Official Site+1
  3. Isu Torah dan Yudaisme.
    Paulus dihadapkan pada pertanyaan bagaimana umat non-Yahudi dimasukkan ke dalam kesepakatan keselamatan; interpretasinya terhadap Torah sering menjadi titik gesekan. Hahn, dari sudut pandang covenant, menekankan kontinuitas historis dan pemenuhan janji bagi Israel dan bangsa-bangsa; Küng mengkritik cara beberapa tradisi menempatkan Torah sebagai penghalang dialog; Ratzinger menekankan penghormatan pada kontinuitas alkitabiah dan pentingnya relasi gereja–Yahudi dalam narasi sejarah keselamatan. Dr. Scott Hahn - The Official Site+2Berkley Center+2

Implikasi teologis dan pastoral

Dari kajian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan konseptual dan praktis:

  1. Kontinuitas lebih dominan daripada pemutusan. Meski terdapat perbedaan penekanan (Yesus: Kerajaan, Paulus: pembenaran/partisipasi), bacaan komparatif para teolog (Hahn, Küng, Ratzinger) cenderung melihat kesinambungan naratif-soteriologis yang mendasar: Yesus membuka realitas keselamatan; Paulus mengartikulasikannya untuk konteks gereja awal. Pembacaan yang memaksakan oposisi absolut mengabaikan kompleksitas historis dan teologis kedua pihak. Dr. Scott Hahn - The Official Site+1
  2. Metodologi hermeneutik menentukan hasil interpretasi. Küng menyoroti kebutuhan akan kritik historis dan relevansi etis; Ratzinger mendesak keseimbangan antara riset historis dan kesetiaan dogmatis; Hahn mengutamakan pembacaan covenantal yang mengikat PL–PB. Pilihan metodologis ini bukan sekadar teknik akademis tetapi berimplikasi pada kehidupan gereja: bagaimana liturgi, etika, dan doktrin dibentuk.
  3. Etika dan doktrin harus saling mengoreksi. Pembacaan paulinik yang menekankan anugerah tidak boleh menjadi pembenaran etika lemah—sebaliknya, tuntutan Kerajaan Yesus tidak boleh mengabaikan misteri anugerah yang menuntun pada perubahan hati. Ketiga teolog menegaskan kebutuhan sinergi antara iman (trust), sakramen (participation), dan perbuatan (ethical response).
  4. Dialog ekumenis dan antaragama bersandar pada pemahaman komprehensif. Perdebatan Yesus–Paulus sering digunakan dalam polemik antar tradisi. Namun, dengan pendekatan yang menempatkan teks, sejarah, dan tradisi secara seimbang (sebagaimana dicontohkan Ratzinger dan juga secara kritis oleh Küng dan Hahn), perdebatan itu dapat menjadi peluang membangun jembatan teologis antar denominasi.

Catatan Penutup

Persoalan hubungan antara ajaran Yesus dan Paulus tidak dapat diselesaikan oleh satu paradigma tunggal. Scott Hahn, Hans Küng, dan Joseph Ratzinger menawarkan tiga model pembacaan yang berbeda namun saling melengkapi: pembacaan covenantal-liturigkal, historis-kritis-etis, dan dogmatis-kristologis-sintetik. Kajian komparatif semacam ini menuntut pembaca modern untuk mengadopsi hermeneutika yang inklusif yang menghargai kekayaan narasi injili, kejelasan refleksi paulinik, dan kewajiban etis Gereja di dunia kontemporer.

Referensi terpilih

  • Scott Hahn — tulisan dan kursus mengenai teologi Paulus dan bacaan Perjanjian Lama–Perjanjian Baru (St. Paul Center / Scott Hahn official materials). Dr. Scott Hahn - The Official Site+1
  • Hans Küng — On Being a Christian dan tulisan pengantar tentang kontribusinya terhadap studi tentang Yesus dan Kristologi historis. Berkley Center+1
  • Joseph Ratzinger / Benedict XVI — seri Jesus of Nazareth serta kajian tentang penerimaan Paulus dalam karya-karyanya dan tulisan akademik mengenai teologi paulinik. Wikipedia+1

Bumi Khatulistiwa, 19 September 2025

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
sr7themes.eu.org