Sakramen

Sakramen berasal dari bahasa Latin, sacramentum.
7 Sakramen dalam Gereja Katolik sebagai "tanda yang efektif dari rahmat" (Katekismus Gereja Katolik (KGK 1131).

Oleh Sr. Tanti Yosepha

Di kelas katekese suatu hari ketika akan menerima komuni pertama.

Aku beranikan diri mengacung tangan. Bertanya kepada guruku, “Dari mana asal kata sakramen?”

Guru katekese mengulas senyum. Ia lalu menjelaskan bahwa kata "saktramen" berasal dari bahasa Latin, sacramentum.

Asal usul dan inti makna Sakramen

Dalam budaya Romawi kuno, katanya, “istilah sacramentum ini merujuk pada sumpah militer, janji resmi, atau ikatan suci. Namun, dalam konteks Kristen, maknanya bergeser secara mendalam.”

Saya merasa lega. Inilah jawaban yang selalu mengangguku selama ini. Lebih-lebih ketika kemudian guru katekese menerangkan lebihdalam. “Senyampang ada yang nanya, saya jelaskan panjang lebar,” kata guru katekese masa kecilku.

Inilah yang masih kungiat penjelasan yang telah terjadi puluhah tahu lalu.

Gereja Katolik mendefinisikan sakramen sebagai "tanda yang efektif dari rahmat." Demikian tertulis dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK 1131).

Sakramen bukan sekadar simbol kosong, melainkan tindakan nyata yang menghadirkan rahmat Allah. Melalui unsur yang kelihatan, seperti: air, minyak, roti, anggur, dan kata-kata, Allah menyentuh hidup kita yang tidak kelihatan. Semua itu adalah tanda, simbol, lambang. Yang di dalam tanda itu ada unsur makna, esensi, yang ditandai.

“Jadi keliru, jika orang luar hanya melihat unsur-unsur luar, lahiriah, dalam Katolik,” terang guru katekese. Bukankah Yesus ketika mengajar, juga menggunakan perumpamaan-perumpamaan? Yesus juga menyebut mukjizat yang dilakukannya adalah simbol, tanda kekuasaan dan kehadian Allah, bukan Allah itu sendiri?”

Dalam tradisi Yunani, digunakan istilah mysterion, yang berarti “misteri.” Misteri bukan untuk diselesaikan seperti teka-teki, tetapi untuk dihidupi dengan seluruh diri. Sakramen adalah misteri yang kita jalani dengan tubuh dan jiwa, bukan hanya konsep untuk dipahami secara akal budi saja.

Dari Kitab Suci dan Tradisi Hidup

Sakramen bukan hasil ciptaan manusia. Ia lahir dari kehidupan dan ajaran Yesus Kristus sendiri. Dalam Injil, banyak peristiwa yang membentuk dasar sakramen:

  1. Ketika Yesus berkata, “Baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,” Ia memberikan mandat bagi Sakramen Baptis (Matius 28:19).
  2. Dalam Perjamuan Terakhir, Ia mengambil roti dan anggur, memberkatinya, lalu berkata, “Inilah Tubuh-Ku… Inilah Darah-Ku… Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Aku.” Ini menjadi dasar Ekaristi (Lukas 22:19–20).
  3. Ketika Ia menghembusi para rasul dan berkata, “Terimalah Roh Kudus. Jika kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni,” inilah dasar Sakramen Tobat (Yohanes 20:22–23).Dasar Kitab Suci untuk Sakramen Perminyakan Suci / Pengurapan Orang Sakit terdapat dalam Yakobus 5:14–15:
  4. “Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu, dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.”Ayat ini menjadi rujukan utama bahwa doa, pengurapan minyak, dan pelayanan para pemimpin Gereja membawa rahmat kesembuhan dan pengampunan dari Allah.
  5. Sakramren imamat dalam Kisah Para Rasul 6:6 Para rasul menumpangkan tangan untuk menetapkan pelayan khusus (diakon):
  6. “Mereka menghadapkan kedua orang itu kepada rasul-rasul; lalu rasul-rasul itu berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka.”

    Ibrani 5:1 Tentang imam sebagai orang pilihan Allah:

    “Sebab setiap imam besar, yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya ia mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa.”

    Dari ayat-ayat ini, Gereja memahami bahwa imamat adalah pelayanan khusus, ditetapkan Kristus, diteruskan melalui para rasul, dan diterimakan dengan penumpangan tangan serta doa tahbisan, untuk memimpin doa, liturgi, dan pelayanan sakramental umat Allah.

  7. Yohanes 20:21–23 menjadi dasar biblis Sakramen Pengampunan Dosa (Tobat/ Rekonsiliasi) dalam Gereja Katolik. “Maka kata Yesus sekali lagi: ‘Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.’ Dan sesudah berkata demikian, Ia mengembusi mereka dan berkata: ‘Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.’” (Yoh 20:21–23). Dari teks ini, Gereja meyakini:
    • Kristus sendiri memberi kuasa ilahi kepada para rasul untuk mengampuni dosa.

    • Kuasa ini diteruskan melalui suksesi apostolik kepada para uskup dan imam.

    • Maka pengakuan dosa di hadapan imam bukan sekadar formalitas, melainkan sarana rahmat Allah yang nyata.

Tradisi hidup Gereja meneruskan semua ini. Dalam Kisah Para Rasul, terlihat bahwa umat awal sudah membaptis, merayakan perjamuan, menumpangkan tangan, dan mendoakan orang sakit. Artinya, sakramen-sakramen bukan muncul kemudian hari. Ia memang tumbuh dari akar yang sudah tertanam sejak awal.

Gereja kemudian menetapkan secara resmi tujuh sakramen, sebagaimana ditegaskan dalam Katekismus: Baptis, Krisma (Penguatan), Ekaristi, Tobat, Pengurapan Orang Sakit, Imamat, dan Perkawinan (KGK 1210). Ketujuhnya berasal dari Kristus, diteruskan oleh para rasul, dan dihidupi oleh umat hingga kini.

7 Sakramen Katolik

1. Baptisan

Baptisan adalah sakramen keselamatan yang memungkinkan rahmat penyelamatan Allah masuk ke dalam jiwa manusia.

2. Krisma (Penguatan/Confirmation)

Krisma adalah sakramen kedewasaan dan pertumbuhan iman. Sakramen ini memberi kekuatan untuk mengikuti Yesus dan panggilan untuk terlibat dalam perutusan yang Yesus wariskan kepada Gereja.

3. Ekaristi

Ditetapkan oleh Kristus pada malam sebelum wafat-Nya, Ekaristi adalah penerimaan Tubuh dan Darah Kristus untuk memberi makan kita secara rohani dan membawa kita lebih dekat kepada Allah.

4. Tobat (Rekonsiliasi/Pengakuan Dosa)

Juga dikenal sebagai sakramen Pengakuan, ini adalah tanda dan pengalaman pengampunan tanpa syarat dari Allah. Dengan pertobatan, kita menerima rahmat penyembuhan Kristus melalui absolusi oleh imam.

5. Pengurapan Orang Sakit

Sakramen ini mempersatukan penderitaan orang sakit dengan penderitaan Kristus dan membawa pengampunan dosa. Sakramen ini diberikan baik kepada orang yang sedang sakit maupun yang berada dalam keadaan gawat.

6. Perkawinan

Sakramen perkawinan adalah tanda bahwa seseorang menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada orang lain dalam ikatan kasih antara suami dan istri.

7. Tahbisan Suci (Holy Orders)

Dalam Sakramen Tahbisan, imam yang ditahbiskan berjanji untuk menuntun umat Katolik lainnya dengan membawa mereka kepada sakramen, mewartakan Injil, dan memberikan sarana menuju kekudusan.

Sejak Kapan Sakramen Berlaku?

Sakramen berlaku sejak Yesus menginstitusikannya. Memang tidak ada tanggal resmi dalam kalender seperti hari lahir seorang tokoh. Tetapi sejak Kristus membaptis, menyembuhkan, mengampuni, dan memecah-mecahkan roti, sakramen telah hidup.

Matius 3:11 (TB - Terjemahan Baru):

"Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepas kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api."

Setelah kebangkitan-Nya, para rasul langsung meneruskan tindakan Kristus. Mereka membaptis, memecahkan roti, menumpangkan tangan, dan mengampuni dosa. Dalam setiap kisah komunitas awal Kristen, kita melihat sakramen hadir dan dihidupi.

Sepanjang sejarah Gereja, sakramen kemudian dijaga dan diperdalam pemahamannya. Konsili Trente menegaskan jumlah dan hakikat sakramen. Konsili Vatikan II melalui dokumen Sacrosanctum Concilium menegaskan kembali makna liturgi dan pentingnya partisipasi umat. Lalu, dalam Kitab Hukum Kanonik (CIC), terutama Buku IV, sakramen diatur secara hukum dan pastoral.

Gereja memelihara sakramen sebagai harta paling kudus. Ia menjaga bukan demi kekuasaan, melainkan demi keselamatan umat beriman.

Pelayan Sakramen: Perbedaan Awam dan Imamat

Dalam kehidupan Gereja, ada perbedaan penting antara pelayan tertahbis dan umat awam, khususnya dalam konteks pelayanan sakramen.

Pelayan tertahbis adalah uskup, imam, dan diakon. Mereka menerima kuasa khusus dari tahbisan suci untuk bertindak dalam pribadi Kristus, terutama saat:

  1. Mengkonsekrasi Ekaristi (KGK 1411),
  2. Memberikan absolusi dalam Sakramen Tobat (KGK 1461),
  3. Memberikan Sakramen Krisma secara resmi (KGK 1312),
  4. Menahbiskan pelayan Gereja berikutnya.

Imam bukan bertindak atas nama dirinya, tetapi dalam nama Kristus dan Gereja. Oleh karena itu, pelayanan mereka bukan soal kedudukan, melainkan perutusan.

Sementara itu, umat awam berperan penting sebagai penerima sakramen, saksi iman, dan pelayan dalam batas-batas tertentu. Umat awam bisa menjadi:

  1. Wali baptis atau wali krisma,
  2. Saksi pernikahan,
  3. Lektor dan pemazmur dalam liturgi,
  4. Pelayan Komuni dalam situasi darurat, jika ditugaskan oleh Gereja secara sah.

Perbedaan ini tidak membuat satu lebih tinggi dari yang lain. Setiap anggota Gereja, baik awam maupun tertahbis, dipanggil untuk hidup dalam kekudusan dan pelayanan, sesuai dengan panggilannya masing-masing.

Fungsi dan Kekuatan Sakramen

Mengapa sakramen penting? Apa yang sesungguhnya terjadi ketika seseorang menerima sakramen?

Sakramen mengandung dua dimensi utama yakni fungsi dan kekuatan.

Fungsi Sakramen

  1. Memulai hidup baru dalam Kristus
    Melalui Baptis, seseorang dibebaskan dari dosa asal dan dilahirkan kembali sebagai anak Allah (KGK 1213).
  2. Memperkuat kehidupan iman
    Krisma menguatkan iman dan menghadirkan kepenuhan Roh Kudus. Ekaristi menjadi santapan rohani yang menyatukan kita dengan Kristus.
  3. Memulihkan dan menyembuhkan
    Tobat memberikan pengampunan atas dosa-dosa berat. Pengurapan Orang Sakit membawa ketenangan dan kekuatan dalam menghadapi penderitaan.
  4. Mengutus dalam cinta dan pelayanan
    Perkawinan menguduskan hubungan suami-istri dan menjadikan mereka tanda kasih Allah. Imamat mempersembahkan hidup untuk melayani umat Allah.

Kekuatan Sakramen

  • Bekerja karena Kristus sendiri
    Sakramen berlaku "ex opere operato", artinya karena tindakan Kristus sendiri yang bekerja di dalamnya. Bukan karena kekudusan pelayan atau penerima (KGK 1128).
  • Membawa rahmat sesuai kebutuhan
    Tiap sakramen memberikan rahmat khusus. Baptis membawa pengampunan dan adopsi sebagai anak Allah. Ekaristi memberi kekuatan untuk hidup dalam kasih.
  • Meninggalkan tanda rohani yang tak terhapuskan
    Beberapa sakramen, seperti Baptis, Krisma, dan Imamat, memberikan "karakter" rohani yang tidak bisa diulangi atau dihapus (KGK 1121).
  • Menyatukan Gereja
    Sakramen tidak hanya menguduskan individu. Ia membangun komunitas. Dalam Ekaristi, kita menjadi satu tubuh. Dalam Perkawinan, dua menjadi satu daging. Dalam Tobat, yang hilang dipulihkan ke dalam persekutuan.

 Sakramen dalam Katolik hari ini

Sakramen dalam Gereja Katolik hari ini, tidak berubah seperti Yesus yang tak berubah dari waktu ke waktu.

Sakramen tidak bekerja secara otomatis, melainkan mengundang kita untuk membuka hati. Setiap kali menerima sakramen, kita merasakan sesuatu yang lebih dalam dari ritual. Aku merasa disapa oleh Allah. Seperti asupan makan dan minum, jiwa rohani kita memerlukan asupan juga. Sebab itu, menerima sakramen adalah keperluan dari manusia. Seperti rusa yang haus, merindukan air untuk memuaskan dahaganya.

Mazmur 42:2 “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.”

Ayat ini sering dipakai sebagai doa kerinduan jiwa akan Allah yang hidup.

Begitulah jiwa rohani manusia merindukan Tuhan untuk memuaskan dahaganya. Sakramen adalah sarana yang disediakan oleh Gereja untuk menjadi aliran, saluran, berkat curahan rohani dari sumber air hidup (Tuhan) yang terus mengalir dan tak pernah kering bagai sumur Yakub (Yohanes 4:6:“Di situ terdapat sumur Yakub. Yesus, yang letih lesu karena perjalanan, duduk di tepi sumur itu. Hari kira-kira pukul dua belas.”).

Kadang aku datang ke gereja dalam keadaan lelah. Kadang penuh pertanyaan. Tetapi dalam air baptis yang pernah menyentuh dahiku, dalam roti kecil yang kuambil di altar, dalam pengakuan dosa yang kutangisi dalam keheningan ruang tobat, aku merasakan bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkanku.

Sakramen adalah tanda kehadiran Allah yang tampak. Dalam dunia yang makin gaduh, Ia memilih berbicara dalam tanda yang hening namun kuat. Dan tugas kita hanya satu: hadir, terbuka, dan percaya. 

Sumber dan Referensi Resmi Gereja

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
sr7themes.eu.org