Realis Praesentia Dei

 

Realis Praesentia Dei
Realis Praesentia Dei: Allah Katolik Allah yang nyata dan dekat dengan umat-Nya. Ist.
Oleh Raymundus Rai Saputra

Bagi umat Katolik, Ekaristi tidak pernah dianggap sekadar rutinitas mingguan yang hadir setiap hari Minggu. Ekaristi jauh lebih dalam daripada itu.

Di balik setiap liturgi, ada keyakinan bahwa umat sungguh berjumpa dengan Yesus yang hadir secara nyata. Kehadiran-Nya tidak hanya memberi makna rohani, tetapi juga menyalurkan kekuatan untuk menghadapi hari-hari yang penuh perjuangan.

Dalam doa, dalam ratapan, bahkan dalam kebahagiaan sederhana. Ekaristi menjadi pusat yang memberi arah.

Bayangkan sebuah keluarga yang berkumpul di meja makan. Hidangan yang tersaji tentu penting, tetapi yang membuat suasana hangat bukanlah semata rasa makanan. Kehangatan muncul dari tawa, cerita, dan rasa saling memiliki.

Begitulah Ekaristi bekerja. 

Di meja altar, umat tidak sekadar menyaksikan roti dan anggur yang diangkat. Mereka diundang untuk masuk ke dalam perjamuan kasih, duduk bersama Sang Tuan Rumah: Yesus sendiri. Kehadiran nyata-Nya menjadikan Gereja bukan sekadar lembaga, melainkan keluarga Allah yang hidup.

Bagi sebagian orang, konsep ini terasa misterius. Namun, justru di situlah letak kekayaan iman Katolik: bahwa Tuhan tidak hanya jauh di surga, melainkan juga dekat, bahkan sangat dekat, di dalam rupa yang sederhana.

Tantangan dan Kesalahpahaman

Tidak semua orang bisa menerima kehadiran nyata Kristus dalam Ekaristi begitu saja. Ada yang menolak dengan alasan sederhana: roti dan anggur itu, secara kasat mata, tetap terlihat sama. Mereka menganggap perayaan Misa hanyalah simbol, semacam pengingat akan peristiwa dua ribu tahun lalu.

Ada juga yang merasa gagasan transubstansiasi, perubahan hakikat roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus, terlalu rumit, bahkan sulit masuk akal. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi? Bukankah ilmu pengetahuan modern tidak menemukan perubahan materi di situ?

Pertanyaan-pertanyaan semacam ini wajar. Namun Gereja tidak menjawabnya hanya dengan logika, melainkan dengan iman. Gereja mengingatkan bahwa iman selalu berjalan lebih jauh daripada akal budi. Rasio memang penting, tetapi iman melampaui batas yang bisa ditangkap oleh nalar manusia. Misteri bukan berarti irasional; ia justru menyingkap kedalaman realitas yang tidak bisa dijelaskan sepenuhnya dengan kata-kata.

Lebih dari itu, tantangan sebenarnya bukan hanya pada pemahaman intelektual, tetapi juga pada sikap hati. Kehadiran Kristus dalam Ekaristi tidak serta-merta mengubah seseorang yang datang dengan hati dingin, tergesa-gesa, atau tanpa penghormatan. Kehadiran Tuhan menuntut jawaban pribadi. Seperti pintu yang diketuk dari luar, Kristus menunggu agar manusia rela membuka. Kehadiran-Nya tidak memaksa, melainkan mengundang.

 Lebih dari Sekadar Misteri

Bila dilihat sekilas, ajaran tentang realis praesentia Dei, kehadiran nyata Allah, tampak seperti doktrin teologis yang rumit. Namun, jika direnungkan lebih dalam, ia sesungguhnya menyentuh kehidupan sehari-hari. Ekaristi bukan sekadar bahan kajian teologis, melainkan sumber kekuatan nyata bagi siapa pun yang percaya.

Saat menerima komuni, umat tidak hanya “mengingat” Kristus. Mereka sungguh berjumpa dengan-Nya, di sini, saat itu juga. Perjumpaan ini bukan nostalgia akan masa lalu, melainkan pengalaman yang segar, yang terus menghidupkan. Dalam tubuh yang rapuh, manusia menerima kekuatan dari Tubuh Kristus. Dalam hati yang terluka, manusia disapa oleh Sang Penebus yang hadir.

Dari perjumpaan itu, lahir energi baru. Kekuatan untuk memaafkan orang yang menyakiti, meski terasa berat. Kemampuan untuk berbelarasa kepada mereka yang menderita, bahkan ketika diri sendiri sedang kesulitan. Dan tentu saja, keberanian untuk menata hidup dengan harapan, bukan dengan ketakutan.

Realis praesentia Dei membuat iman tidak berhenti di dalam tembok gereja. Ia mendorong orang beriman untuk hidup lebih selaras dengan kasih, di kantor, di pasar, di rumah, bahkan di ruang publik yang kadang keras dan penuh persaingan.

Kehadiran yang Menghidupi Sepanjang Zaman

Sejarah panjang Gereja Katolik menunjukkan betapa kuatnya iman pada kehadiran Kristus dalam Ekaristi. Dari para martir awal Gereja yang mempertaruhkan nyawa demi merayakan Misa, hingga umat di zaman modern yang rela berjalan jauh ke kapel kecil di pelosok desa, semua itu lahir dari keyakinan yang sama: Yesus sungguh hadir di altar.

Kehadiran itu bukan sekadar memelihara tradisi. Ia memberi kehidupan baru. Bahkan ketika dunia berubah, ketika teknologi berkembang, atau ketika masyarakat dilanda krisis, Ekaristi tetap menjadi pusat yang tak tergoyahkan. Di situ umat menemukan pegangan. Di situ pula mereka merasakan diri sebagai bagian dari keluarga besar Allah, tidak sendirian, tidak terbuang.

Karena itu, realis praesentia Dei bukanlah ajaran yang kering. Ia adalah jantung kehidupan rohani Gereja. Tanpa kehadiran itu, Misa hanya menjadi upacara biasa. Tetapi dengan kehadiran Kristus yang nyata, Misa menjadi perjumpaan yang mengubah hidup.

Bagi umat Katolik, inilah alasan mengapa kehadiran Allah begitu nyata. Realis Praesentia Dei bukan sekadar teori, melainkan pengalaman iman yang terus berlangsung, dari generasi ke generasi. 

Misteri Inkarnasi adalah misteri kasih Allah kepada manusia yang tak habis-habisnya. Kebenaran iman yang terus memanggil, menyembuhkan, dan menghidupkan.

Surabaya, 18 September 2025

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url
sr7themes.eu.org