Allah yang Hidup dalam Konsep Kristen
Yesus, Sang Sabda yang menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Ist.
Oleh Rev.Mikael Dou Lodo, S.T.L.
Konsep Allah yang Hidup merupakan pusat dari iman Kristen. Ungkapan ini menekankan bahwa Allah bukanlah sesuatu yang mati, pasif, atau statis, tetapi eksistensi-Nya bersifat dinamis, aktif, dan hadir dalam sejarah manusia.
Dalam Perjanjian Lama, Allah digambarkan sebagai pribadi
yang berkomunikasi dengan umat-Nya, memberikan perintah, janji, serta hadir
dalam peristiwa-peristiwa sejarah. Misalnya, dalam kitab Keluaran, Allah
menegaskan diri-Nya sebagai “Aku adalah Aku” (Exodus 3:14), yang
menunjukkan keberadaan-Nya yang mutlak dan hidup. Konsep ini berbeda dengan
pandangan politeistik atau animistik, yang sering menggambarkan dewa sebagai
entitas terbatas atau objek alam semata.
Dimensi Teologis Allah yang Hidup
Dalam teologi Kristen, Allah yang hidup memiliki implikasi langsung terhadap iman, ibadah, dan etika umat. Allah yang hidup menandakan bahwa hubungan antara manusia dan Allah bukan sekadar formalitas atau ritual, tetapi sebuah komunikasi dan interaksi yang nyata.
Kehidupan Allah tidak
terbatas pada dimensi spiritual abstrak, melainkan menembus dunia nyata melalui
karya penciptaan, pemeliharaan, dan penyelamatan. Dengan kata lain, Allah yang
hidup adalah Allah yang aktif, hadir, dan berinteraksi dengan umat manusia,
membimbing mereka menuju keselamatan dan kehidupan kekal.
Kehidupan Allah juga menunjukkan sifat personalitas dan relasional-Nya. Tidak seperti kekuatan atau prinsip kosmik yang anonim, Allah yang hidup adalah pribadi yang dapat dicintai, diimani, dan dijadikan pusat pengharapan.
Dalam Perjanjian Baru, kehidupan Allah semakin terlihat melalui
Yesus Kristus, Sang Firman yang menjadi manusia. Kehadiran Yesus bukan hanya
sebagai perwakilan Allah, tetapi sebagai bukti konkret bahwa Allah benar-benar
hidup, hadir di tengah-tengah umat manusia, dan mengalami sejarah manusia
secara nyata.
Dengan pengantar ini, kita dapat memahami bahwa konsep Allah
yang Hidup bukan hanya doktrin teologis abstrak, melainkan dasar eksistensi
iman Kristen yang membimbing kehidupan umat sehari-hari. Selanjutnya, kita akan
menguraikan makna teologis, historis, Kristologis, dan implikasi praktis dari
Allah yang hidup dalam empat subbab utama.
Secara teologis, Allah yang hidup dapat dipahami melalui
sifat-sifat Allah yang dijelaskan dalam Alkitab: Atribut Keilahian, Transendensi
dan Immanensi, serta Keabadian dan Aktivitas-Nya.
Atribut Keilahian Allah yang Hidup
Allah yang hidup memiliki atribut unik yang membedakan-Nya
dari ciptaan. Dia Maha Esa, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan Maha Hadir. Namun,
yang paling penting adalah kehadiran-Nya yang aktif di dalam sejarah. Dalam
Mazmur 42:2, pemazmur berkata, “Seperti rusa yang merindukan sungai yang
berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.” Ayat ini menekankan
bahwa Allah yang hidup dapat dirasakan dan dirindukan, menandakan sifat
personal dan relasional-Nya.
Transendensi dan Immanensi
Allah yang hidup bersifat transenden, artinya berada di luar keterbatasan ciptaan, namun juga imanen, yakni hadir di dalam ciptaan-Nya. Keseimbangan ini terlihat jelas dalam karya penciptaan dan pemeliharaan dunia.
Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya (Imago Dei), yang
menegaskan nilai dan martabat manusia. Kehadiran Allah yang hidup dalam
ciptaan-Nya tidak sekadar simbolik, tetapi nyata dan berdaya untuk membimbing,
menegur, dan memberkati umat manusia.
Keabadian dan Aktivitas Allah yang Hidup
Konsep Allah yang hidup menekankan bahwa meski Allah kekal
dan tidak terikat waktu, Dia tetap aktif dalam sejarah manusia. Dalam Kitab
Yesaya 43:19, Allah berfirman, “Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru.”
Ini menunjukkan bahwa kehidupan Allah bersifat kreatif dan dinamis, selalu
bekerja untuk mendatangkan perubahan dan keselamatan. Allah yang hidup bukan
hanya penonton pasif sejarah manusia, tetapi aktor yang menggerakkan sejarah
menuju tujuan ilahi.
Dimensi teologis Allah yang hidup menekankan bahwa Allah
adalah pribadi yang eksis, transenden namun imanen, kekal namun aktif, dan
relasional dalam interaksi-Nya dengan manusia. Pemahaman ini membentuk dasar
teologis bagi konsep Kristologis yang akan dibahas pada subbab berikutnya.
Allah yang Hidup dalam Perspektif Kristologi
Dalam teologi Kristen, Allah yang hidup mengalami
pengungkapan tertinggi melalui Yesus Kristus. Kristologi adalah studi tentang
pribadi dan karya Kristus, yang menegaskan bahwa Allah hadir secara konkret dan
historis dalam dunia manusia.
Inkarnasi: Allah Menjadi Manusia
Yesus Kristus adalah manifestasi Allah yang hidup dalam
sejarah manusia. Melalui inkarnasi, Allah yang transenden masuk ke dunia
ciptaan, mengambil rupa manusia, dan mengalami realitas manusiawi, termasuk
penderitaan, kesukaran, dan kematian. Dalam Yohanes 1:14, dikatakan, “Firman
itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita.” Ayat ini menegaskan bahwa
Allah yang hidup bukan abstrak, tetapi hadir dalam bentuk yang dapat dialami,
disentuh, dan dipahami manusia.
Kehidupan dan Ajaran Kristus
Kehidupan Yesus menunjukkan sifat Allah yang hidup melalui
kasih, keadilan, dan belas kasihan. Ajaran-Nya tidak hanya bersifat teoretis,
tetapi aplikatif, mengatur interaksi sosial dan etika manusia. Misalnya,
perumpamaan tentang anak yang hilang (Lukas 15:11-32) menegaskan bahwa Allah
yang hidup aktif mencari dan menyelamatkan yang tersesat. Dengan demikian,
Allah yang hidup tidak hanya hadir secara spiritual, tetapi juga moral dan
sosial, membimbing manusia menuju kehidupan yang penuh makna.
Kebangkitan: Bukti Nyata Kehidupan Allah
Kebangkitan Yesus adalah puncak manifestasi Allah yang
hidup. Peristiwa ini menegaskan bahwa Allah mengalahkan maut dan memberikan
jaminan kehidupan kekal bagi manusia. Dalam 1 Korintus 15:20, dikatakan bahwa
Kristus telah bangkit sebagai yang sulung dari orang mati. Kebangkitan ini
bukan sekadar simbol, tetapi kenyataan historis yang menunjukkan Allah yang
hidup terus bekerja dalam sejarah umat manusia dan membuka jalan bagi
keselamatan.
Kehadiran Roh Kudus
Setelah kenaikan Yesus, Allah yang hidup tetap hadir melalui
Roh Kudus. Roh Kudus memimpin, menguatkan, dan memberi hikmat bagi umat
percaya. Dalam Yohanes 14:16-17, Yesus berjanji, “Aku akan minta kepada Bapa,
dan Ia akan memberikan kepada kamu Penolong lain, yaitu Roh Kebenaran.”
Kehadiran Roh Kudus mempertegas bahwa Allah yang hidup senantiasa hadir,
membimbing, dan menggenapi janji-Nya dalam kehidupan gereja dan individu.
Secara keseluruhan, perspektif Kristologi menunjukkan bahwa
Allah yang hidup hadir dalam sejarah manusia secara nyata, melalui inkarnasi,
ajaran, kebangkitan, dan karya Roh Kudus. Kehadiran ini membangun fondasi iman
dan hubungan manusia dengan Allah.
Implikasi Praktis dan Spiritual dari Allah yang Hidup
Konsep Allah yang hidup memiliki dampak signifikan bagi
kehidupan rohani, etika, dan sosial umat Kristen. Dimensi ini meliputi
pengalaman iman, ibadah, pengharapan, dan tanggung jawab moral.
Pengalaman Iman yang Hidup
Allah yang hidup mendorong umat untuk mengalami iman secara
dinamis. Iman bukan sekadar formalitas atau ritual, tetapi hubungan personal
dengan Allah yang hadir dan aktif. Dalam Mazmur 23, pemazmur menyatakan
kepercayaan penuh bahwa Allah membimbing dan memelihara hidupnya. Konsep ini
menekankan bahwa iman Kristen adalah pengalaman langsung dengan Allah yang
nyata dan responsif.
Ibadah sebagai Interaksi dengan Allah yang Hidup
Ibadah dalam tradisi Kristen adalah cara manusia
berkomunikasi dan berserah kepada Allah yang hidup. Doa, pujian, dan perayaan
sakramen bukan sekadar ritual simbolik, tetapi bentuk partisipasi dalam
kehidupan Allah yang aktif. Misalnya, dalam Perjamuan Kudus, umat percaya
merayakan kematian dan kebangkitan Kristus, menegaskan kehadiran Allah yang
hidup di tengah mereka. Ibadah menjadi sarana untuk memperdalam hubungan dengan
Allah yang dinamis dan imanen.
Etika dan Kehidupan Moral
Allah yang hidup juga membimbing manusia dalam menjalani
kehidupan moral. Nilai-nilai kasih, keadilan, dan belas kasihan yang diajarkan
Kristus menuntun umat untuk berperilaku etis dalam kehidupan sosial. Dalam
Matius 5:16, Yesus mengajarkan agar umat menjadi terang dunia, yang berarti
hidup sesuai dengan kehendak Allah yang hidup, memberikan pengaruh positif bagi
lingkungan sekitar. Etika Kristen bukan sekadar teori, tetapi praktik nyata
dari Allah yang hidup dalam kehidupan manusia.
Harapan dan Keselamatan
Allah yang hidup menjadi sumber pengharapan bagi umat Kristen. Kehidupan Allah yang abadi dan karya keselamatan-Nya melalui Kristus memberikan jaminan bahwa manusia tidak menghadapi dunia ini sendirian. Harapan ini memberikan kekuatan dalam menghadapi penderitaan, ketidakpastian, dan kematian. Dalam Roma 15:13, Paulus menulis bahwa Allah memberikan sukacita dan damai sejahtera melalui iman, menegaskan peran Allah yang hidup sebagai penopang hidup manusia.
Tanggung Jawab Sosial dan Keterlibatan Umat
Konsep Allah yang hidup juga mendorong keterlibatan aktif umat dalam kehidupan sosial. Umat Kristen dipanggil untuk meneladani sifat Allah yang peduli dan aktif dalam menyelamatkan dunia. Ini tercermin dalam pelayanan sosial, bantuan kepada yang membutuhkan, dan usaha untuk menegakkan keadilan. Kehadiran Allah yang hidup bukan hanya untuk kehidupan rohani individu, tetapi juga membentuk komunitas yang penuh kasih dan berkeadilan.
Konsep Allah yang Hidup dalam Kristen menegaskan bahwa Allah adalah pribadi yang aktif, hadir, dan relasional dalam sejarah manusia. Dimensi teologis menunjukkan Allah yang transenden, imanen, kekal, dan dinamis.
Perspektif Kristologi menegaskan bahwa Allah yang hidup hadir melalui Yesus Kristus yakni inkarnasi, ajaran, kebangkitan, dan karya Roh Kudus. Implikasi praktisnya mencakup pengalaman iman yang hidup, ibadah yang bermakna, etika moral, harapan dalam keselamatan, serta tanggung jawab sosial umat Kristen.
Dengan memahami Allah yang hidup, umat Kristen dipanggil untuk menjalin hubungan yang personal dan dinamis dengan Allah, menerapkan nilai-Nya dalam kehidupan sehari-hari, serta membawa perubahan positif dalam masyarakat.
Allah yang hidup bukan sekadar konsep teologis, tetapi realitas yang menggerakkan iman, etika, dan tindakan umat dalam dunia yang nyata.
Pontianak, 03 September 2025