Media Sosial dan Keilahian Yesus: Tantangan Iman Kristen di Era Digital
Ruang Publik (Public Sphere) dari Jürgen Habermas, dengan suasana diskusi terbuka dan rasional tentang Keilahian Yesus dalam konteks demokrasi dan pluralisme. Ilustrasi by: AI. |
Abstract:
Habermas's theory of the Public Sphere highlights the importance of open discussion and debate in shaping public opinion within democratic societies. In this context, questioning the Divinity of Jesus within the public sphere can be understood through Habermas's lens, where individuals freely exchange ideas and opinions without fear of repression or interference from governmental authorities or private interests. Rational and argumentative communication is emphasized in the public sphere, requiring discussions about the Divinity of Jesus to be based on logical arguments rather than prejudice or specific dogma. Consequently, debates about Jesus's Divinity may involve clashes between religious and secular perspectives, reflecting the competition of various interests and viewpoints within the public realm. Using Habermas's theory, we can grasp that questioning Jesus's Divinity in the public sphere reflects the dynamics of democratization and pluralism in society, where public space serves as an open and critical arena for forming collective understandings on religious issues, including the core tenets of Christianity like the Divinity of Jesus.
Kata kunci: Habermas, Teori kritis, iman, Kristen, Yesus, keilahian.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Frankfurt School, atau yang juga dikenal sebagai Institut untuk Penelitian Sosial Frankfurt, adalah kelompok intelektual yang terdiri dari para pemikir seperti Max Horkheimer, Theodor Adorno, Herbert Marcuse, dan tokoh lainnya. Mereka berfokus pada analisis kritis terhadap budaya, politik, dan masyarakat modern. Salah satu karya terkenal dari Frankfurt School adalah Dialektik der Aufklärung (1944) yang menelusuri perkembangan rasionalitas dan dampaknya terhadap kehidupan sosial.
Baca Mgr. Ignatius Suharyo : Refleksi Akhir Tahun Tekankan Bantuan Langsung dan Political Decay
Dialektik der Aufklärung menyoroti dehumanisasi yang terjadi di bawah kapitalisme modern, di mana segala hal menjadi komoditas yang dapat diperdagangkan dan dimanipulasi. Mereka juga mengeksplorasi hubungan antara budaya massa, industri kultural, dan pembentukan opini publik dalam masyarakat kapitalis. Analisis mereka menyentuh berbagai aspek kehidupan modern, mulai dari budaya
Dialektik der Aufklärung adalah sebuah karya yang ditulis oleh dua filsuf Jerman, Max Horkheimer dan Theodor W. Adorno. Inti dari karya ini adalah analisis kritis terhadap perkembangan masyarakat modern dan rasionalitas instrumental yang melahirkan bentuk-bentuk dominasi dan penindasan baru dalam masyarakat. Horkheimer dan Adorno mengeksplorasi bagaimana proses pencerahan (Aufklärung) yang semestinya memberikan kebebasan dan pembebasan manusia, malah berujung pada pengendalian dan alienasi yang lebih besar. Mereka menyatakan bahwa meskipun pencerahan memberikan pengetahuan dan kemajuan teknologi, namun juga melahirkan bentuk-bentuk baru dari penindasan dan irasionalitas.
Pemikiran Frankfurt School yang relevan dengan wacana publik dan keterbukaan informasi adalah Habermas dalam kerangka analisis kritis yang digunakan olehnya. Habermas sangat dipengaruhi oleh pendekatan kritis terhadap masyarakat modern yang dikembangkan oleh Frankfurt School. Habermas juga melakukan pengembangan dan modifikasi terhadap beberapa konsep dari Frankfurt School sesuai dengan pemahamannya sendiri.
Salah satu konsep utama yang diteruskan oleh Habermas dari Frankfurt School adalah konsep kritis terhadap masyarakat borjuis dan peran publik dalam pembentukan opini. Namun, Habermas menempatkan lebih banyak penekanan pada konsep Public Sphere2 di mana individu dapat bertukar ide secara bebas dan membentuk opini politik yang independen dari kepentingan ekonomi atau politik. Selain mewarisi banyak gagasan kritis dari Frankfurt School, Habermas (1962) juga mengembangkan teori-teorinya sendiri, termasuk konsep Public Sphere yang menjadi fokus sentral dari karyanya dan berkontribusi pada pemahaman kita tentang ruang publik dan demokrasi modern.
hiburan hingga politik dan ekonomi, menyoroti bagaimana dominasi dan penindasan terus hidup dalam struktur masyarakat modern. Dialektik der Aufklärung adalah sebuah kritik mendalam terhadap kondisi manusia di dunia modern dan panggilan untuk pembebasan dari bentuk-bentuk penindasan baru yang dihasilkan oleh rasionalitas instrumental.
2 Buku ini menyajikan analisis sejarah terkait perkembangan ruang publik di Eropa, terutama Jerman dan Prancis, dari abad ke-18 hingga ke-20. Habermas menggambarkan bagaimana ruang publik awalnya menjadi forum untuk diskusi rasional dan partisipasi politik yang terbuka bagi masyarakat, namun kemudian berubah secara struktural karena pengaruh industrialisasi, kapitalisme, dan media massa. Analisisnya memberikan wawasan penting tentang peran ruang publik dalam masyarakat modern dan tantangan yang dihadapinya.
2. Metodologi
Metodologi adalah pendekatan sistematis untuk mempelajari fenomena tertentu, yang melibatkan langkah-langkah logis dan prosedur yang jelas untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menafsirkan data atau informasi yang relevan.
Untuk menjelaskan kaitan antara teori/pemikiran Jurgen Habermas tentang Public Sphere/Public Discourse dengan keterbukaan informasi melalui internet dan media sosial sesuai dengan teori McLuhan, metodologi dapat menjadi alat yang berguna.Untuk menjelaskan kaitan ini, penulis menggunakan metodologi yang melibatkan analisis komparatif antara konsep-konsep yang diajukan oleh Habermas dan McLuhan, serta aplikasinya dalam konteks yang berbeda, yaitu perubahan dalam ruang publik dan diskursus publik sebagai akibat dari perkembangan teknologi informasi dan media sosial.
Adapun langkah-langkah yang mungkin dilakukan dalam metodologi ini meliputi:
Dengan pendekatan yang sistematis dan analitis, kita dapat mengaitkan antara konsep-konsep teori Habermas dan McLuhan dengan fenomena perdebatan agama yang terjadi di media sosial, khususnya terkait dengan penolakan atau pertanyaan tentang keilahian Yesus.
1) Identifikasi konsep-konsep terkait: Penulis akan mengidentifikasi konsep-konsep dari teori Habermas dan McLuhan yang relevan dengan konteks ini. Misalnya, konsep Public Sphere dari Habermas dan konsep media sebagai pesan dan ekstensi manusia dari McLuhan.
2) Analisis terhadap perubahan dalam Ruang Publik dan Diskursus Publik: Penulis menganalisis bagaimana perubahan dalam teknologi informasi dan media sosial telah mempengaruhi dinamika dan struktur dari ruang publik dan diskursus publik. Ini termasuk bagaimana internet dan media sosial memungkinkan penyebaran ide-ide dan pandangan secara cepat dan global, serta memfasilitasi partisipasi dalam diskusi publik tentang agama.
3) Penerapan konsep-konsep terkait dengan pertanyaan dan gugatan tentang Keilahian Yesus: Penulis akan menerapkan konsep-konsep tersebut ke dalam konteks pertanyaan dan gugatan terkait keilahian Yesus. Ini melibatkan pemahaman tentang bagaimana pertukaran informasi dan diskusi publik di media sosial memengaruhi cara orang merespons dan merespons pertanyaan atau gugatan tentang keyakinan agama, termasuk keilahian Yesus.
4) Analisis Implikasi: Penulis akan menganalisis implikasi dari perubahan tersebut terhadap masyarakat dan politik secara lebih luas, khususnya terkait dengan bagaimana pertanyaan dan gugatan tentang keilahian Yesus dapat mempengaruhi dinamika sosial, politik, dan agama dalam masyarakat modern. Ini juga memungkinkan untuk memahami bagaimana individu dan kelompok merespons dan menanggapi perdebatan agama dalam era digital ini.
5)Teologi Paulus terkait Keilahian Yesus.
Dengan menggunakan metodologi ini, penulis akan menjelaskan kaitan antara teori Habermas dan McLuhan dengan perubahan dalam ruang publik dan diskursus publik sebagai akibat dari perkembangan teknologi informasi dan media sosial. Ini memungkinkan untuk mengidentifikasi pola-pola dan tren-tren yang muncul, serta memahami implikasi dari perubahan tersebut terhadap masyarakat dan politik secara lebih luas.
Tali-temali antara ke-5 pokok pikiran di atas, dapat digambarkan dalam tabel yang berikut ini.
Bagaimana relasi konsep Habermas – teori media McLuhan – keterbukaan informasi – pokok-pokok iman Kristen – mempertanggungjawabkan serta menjelaskan iman Kristen terutama terkait keilahian Yesus, akan dibahas sebagai berikut.PEMBAHASAN
Teori Jürgen Habermas tentang Public Sphere atau Ranah Publik adalah salah satu konsep sentral dalam karyanya yang memperdebatkan peran opini publik dalam masyarakat demokratis. Habermas berpendapat bahwa ranah publik adalah arena di mana warga negara bertemu, berdiskusi, dan membahas masalah-masalah publik tanpa campur tangan dari otoritas pemerintah atau kepentingan privat.
1. Teori/Pemikiran Jurgen Habermas tentang Public Sphere/Public Discourse
Untuk menjelaskan fenomena mempertanyakan Keilahian Yesus di dalam ranah publik, teori Habermas dapat memberikan pemahaman yang relevan. Dalam ranah publik, berbagai opini dan pandangan dapat disampaikan dan dipertukarkan secara bebas tanpa takut akan represi atau penindasan. Dengan demikian, pertanyaan tentang Keilahian Yesus dapat diangkat, diperdebatkan, dan dievaluasi oleh masyarakat secara terbuka dan rasional.
Habermas menekankan pentingnya komunikasi yang rasional dan argumentatif dalam ranah publik. Oleh karena itu, ketika mempertanyakan Keilahian Yesus di dalam ranah publik, diskusi harus didasarkan pada argumen yang masuk akal, bukan pada prasangka atau dogma tertentu. Dalam proses ini, individu memiliki kesempatan untuk mengemukakan keraguan, mengeksplorasi berbagai perspektif, dan mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang masalah tersebut.
Ranah publik juga merupakan tempat di mana berbagai kepentingan dan pandangan bersaing. Oleh karena itu, dalam konteks mempertanyakan Keilahian Yesus, diskusi mungkin melibatkan pertentangan antara pandangan keagamaan dan pandangan sekuler, antara keyakinan individual dan kebutuhan untuk pemahaman bersama yang inklusif.
Dengan menggunakan teori Habermas tentang ranah publik, kita dapat memahami bahwa fenomena mempertanyakan Keilahian Yesus di dalam ranah publik mencerminkan dinamika dari proses demokratisasi dan pluralisme di masyarakat. Ruang public adalahjuga suatu arena dialog terbuka dan kritis dalam membentuk pemahaman kolektif tentang isu-isu, termasuk isu mengenai pokok-pokok iman agama-agama, termasuk pokok iman dalam Agama Kristen seperti Keilahian Yesus.
Habermas menekankan pentingnya ruang publik sebagai arena di mana warga dapat berkumpul secara bebas untuk berdiskusi, bertukar ide, dan membentuk opini publik. Konsep ini menyoroti pentingnya keterbukaan, inklusivitas, dan aksesibilitas dalam diskursus publik. Namun, dengan munculnya internet dan media sosial, terjadi perubahan signifikan dalam cara ruang publik beroperasi. Diskusi dan pertukaran informasi yang dulunya terbatas pada ruang fisik tertentu, kini dapat terjadi secara global dan cepat melalui platform digital.
2. Keterbukaan Informasi dengan Adanya Internet dan Media Sesuai Teori McLuhan "The Media is the Message dan Media is the Extension of Man"
Dengan memperluas pandangan dengan teori Marshall McLuhan (1964), kita dapat melihat bagaimana fenomena mempertanyakan Keilahian Yesus di dalam ranah publik tidak hanya dipengaruhi oleh diskusi dan debat langsung antarindividu, tetapi juga oleh peran media dalam membentuk persepsi dan pemahaman kolektif.
McLuhan menyoroti bahwa media tidak hanya menjadi saluran untuk menyampaikan pesan, tetapi juga membentuk cara kita memandang dunia dan diri kita sendiri. Dalam konteks ini, internet dan media sosial memainkan peran penting dalam membentuk struktur dan dinamika dari ranah publik dan diskursus publik secara keseluruhan. Mereka tidak hanya menjadi alat untuk menyebarkan informasi, tetapi juga mengubah cara kita berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain.
Dengan media baru sebagai "ekstensi" dari manusia, kita sekarang memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara global dengan cepat dan mudah. Namun, dalam hal mempertanyakan Keilahian Yesus di dalam ranah publik, pengaruh media juga membawa implikasi yang signifikan. Media sosial memberikan platform bagi individu untuk menyuarakan pendapat mereka, yang dapat menciptakan lingkungan di mana berbagai pandangan dan opini dapat diperdebatkan dan tersebar dengan cepat.
Media sosial juga memiliki potensi untuk menciptakan "gelembung informasi" di mana individu terpapar terutama pada pandangan yang sejalan dengan pandangan mereka sendiri, menguatkan keyakinan yang sudah ada dan mengurangi kesempatan untuk eksposur terhadap pandangan alternatif. Ini dapat mempengaruhi cara kita memandang dan merespons pernyataan mempertanyakan Keilahian Yesus di dalam ranah publik, dengan individu cenderung mencari informasi yang mendukung pandangan mereka sendiri dan mengabaikan atau menolak informasi yang bertentangan.
Kata "media" (jamak) dan "medium" (tunggal) berasal dari bahasa Latin yang berarti "sesuatu yang berada di tengah" atau "perantara". Medium merujuk pada sesuatu yang menjadi perantara atau alat untuk mentransfer atau menyampaikan sesuatu. Contohnya adalah koran, televisi, radio, dan internet, yang semuanya merupakan medium komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.
"Media" merujuk pada berbagai jenis alat atau saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan informasi kepada publik. Ini mencakup segala sesuatu mulai dari media cetak seperti surat kabar dan majalah, hingga media elektronik seperti televisi, radio, dan internet. Istilah "media" juga dapat merujuk secara umum pada industri yang berkaitan dengan produksi dan distribusi informasi, termasuk jurnalisme, periklanan, dan produksi film dan televisi.
Sebagai alat, media apa pun adalah netral. Media yang netral itu, digunakan dengan baik dan dengan buruk berada dalam keputusan dan tindakan manusia itu sendiri. Dengan menggunakan teori McLuhan, kita dapat melihat bahwa fenomena mempertanyakan Keilahian Yesus di dalam ranah publik tidak hanya dipengaruhi oleh interaksi langsung antara individu, tetapi juga oleh peran media dalam membentuk opini, persepsi, dan pemahaman kolektif.
3. Pokok iman Kristen digugat secara luas di Media Sosial oleh orang luar Kristen: mempertanyakan dan menyangkal Kekilaahian Yesus
Dalam perdebatan agama di media sosial, keterbukaan informasi dan pengaruh media memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk dinamika diskusi dan opini publik. Fenomena ini mencerminkan bagaimana ruang publik digital memungkinkan partisipasi yang luas dari individu, termasuk mereka yang mungkin bukan anggota dari suatu agama tertentu, untuk berkontribusi dalam diskusi dan menyuarakan pandangan mereka.
Keterbukaan informasi yang ditawarkan oleh media sosial memungkinkan akses yang lebih besar terhadap berbagai perspektif dan pendapat mengenai isu-isu keagamaan. Individu dapat dengan mudah mencari informasi, membaca artikel, atau menonton diskusi yang melibatkan berbagai pandangan agama. Ini dapat menghasilkan pertukaran ide yang kaya dan menawarkan kesempatan untuk mendengarkan sudut pandang yang berbeda.
Dengan keterbukaan ini juga datang potensi untuk konflik dan kontroversi. Media sosial menjadi tempat di mana orang-orang dengan keyakinan atau pandangan yang berbeda-beda bertemu secara langsung dalam ranah publik online. Hal ini dapat memicu perdebatan sengit, pertentangan, dan bahkan intoleransi antarindividu atau kelompok.
Media tidak hanya berfungsi sebagai saluran untuk menyebarkan pesan, tetapi juga memiliki peran dalam memengaruhi cara pesan tersebut diterima dan dipahami oleh audiens. Berbagai faktor seperti framing media, algoritma yang memengaruhi aliran berita, dan interaksi antar pengguna dapat memengaruhi cara individu memahami dan menafsirkan informasi agam
Media sosial juga memberikan platform bagi individu untuk membentuk dan mengamankan identitas agama mereka secara online. Mereka dapat menggunakan media sosial untuk menyebarkan ajaran agama mereka, menyampaikan pengalaman keagamaan pribadi, atau mengorganisir komunitas keagamaan secara virtual.
Perdebatan agama di media sosial mencerminkan kompleksitas dari ruang publik digital, di mana keterbukaan informasi dan pengaruh media berdampak pada cara individu berpartisipasi dalam diskusi, membentuk opini, dan memahami perbedaan agama. Keterbukaan informasi melalui internet dan media sosial mempengaruhi dinamika dari ruang publik dan diskursus publik secara keseluruhan, termasuk dalam konteks perdebatan agama seperti yang terjadi dengan pokok iman Kristen yang digugat secara luas di media sosial. Ini mencerminkan kompleksitas hubungan antara media, ruang publik, dan isu-isu agama dalam era digital pada saat ini.
Pertanyaan dan gugatan tentang keilahian Yesus berdampak luas pada dinamika sosial, politik, dan agama dalam masyarakat modern. Alasan utamanya adalah karena keyakinan akan keilahian Yesus menjadi salah satu aspek inti dari kepercayaan Kristen, yang mempengaruhi tindakan dan pandangan dunia banyak individu dan kelompok.
Kitab Suci memberikan bukti-bukti tentang keilahian Yesus, termasuk pembukaan Injil Yohanes yang menyatakan, "Pada mulanya adalah Firman itu sendiri. Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah." (Yohanes 1:1, Terjemahan Baru) yang menunjukkan bahwa Yesus adalah bagian dari eksistensi ilahi yang sejak awal.
Seringkali orang di luar Kristen mungkin tidak memahami dengan sepenuhnya pokok-pokok iman Kristen. Mereka dapat memperdebatkan atau mempertanyakan aspek-aspek keilahian Yesus berdasarkan persepsi mereka sendiri, yang mungkin terbatas oleh ketidakpahaman atau pandangan dari luar. Hal ini dapat menyebabkan dialog yang tegang atau konflik antara individu atau kelompok yang memiliki keyakinan yang berbeda.
Dalam menghadapi pertanyaan atau gugatan tentang keilahian Yesus, individu yang berkeyakinan Kristen sering kali merasa perlu mempertanggungjawabkan iman mereka. Mereka mungkin merasa perlu untuk menjelaskan atau membela keyakinan mereka dalam konteks pertanyaan atau tantangan yang diajukan oleh orang lain, terutama jika keyakinan tersebut dianggap kontroversial atau ditantang secara langsung.
Orang Kristen harus berperan sebagai pendidik atau juru bicara bagi iman mereka, berusaha untuk menjelaskan aspek-aspek penting dari kepercayaan Kristen dan memberikan alasan untuk keyakinan mereka. Di dalam ruang publik ini, orang Kristen dapat menjadikannya sebagai kesempatan ajang dialog yang saling menghormati antara individu dengan keyakinan yang berbeda dan untuk mengedukasi orang lain tentang keyakinan mereka sendiri.
Menghadapi pertanyaan atau gugatan tentang keilahian Yesus, orang Kristen juga harus menyadari bahwa tidak semua pertanyaan memiliki jawaban yang memuaskan atau bisa dipahami sepenuhnya dalam konteks manusia. Ada aspek-aspek dari kepercayaan Kristen yang diakui sebagai misteri atau rahasia ilahi yang melebihi pemahaman manusia. Dalam hal ini, penting bagi orang Kristen untuk merangkul kerendahan hati dan rasa hormat terhadap kompleksitas dan kedalaman keyakinan mereka sendiri.
4. Analisis implikasi perubahan terhadap masyarakat dan politik terkait pertanyaan dan gugatan tentang keilahian Yesus
Bagaimana orang Kristen mempertanggungjawabkan imannya terhadap serangan dan pertanyaan publik di era digital? Setiap orang Kristen wajib menjawab dan memeranggungjawabkan imannya sebagaimana nats dalam ayat 1 Petrus 3 yang berbunyi:
"Tetapi kuduskanlah Kristus sebagai Tuhan dalam hatimu, dan siap sedia selalu memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi perbuatlah itu dengan lemah lembut dan hormat."
Ketika kita mempertimbangkan karakteristik orang Kristen dalam menanggapi pertanyaan atau serangan terhadap keyakinan mereka, dua hal penting yang muncul adalah lemah lembut dan rasionalitas. Orang Kristen itu lembah lembut dan rasional. Perrtanggungjawaban dan respons mereka atas pokok iman yang dpertanyakan bahkan diserang orang, tidak ditanggapi dengan kemarahan dan ujaran kebencian, melainkan secara rasional dan damai.
Kelembutan adalah sikap yang mencerminkan kasih, pengertian, dan empati terhadap orang lain, bahkan ketika mereka mungkin tidak setuju dengan kita atau bahkan menyerang keyakinan kita. Orang Kristen diajarkan untuk memperlakukan orang lain dengan lembut, sebagaimana Kristus sendiri mempraktikkan kasih tanpa syarat dalam hubungannya dengan orang-orang yang berbeda pendapat atau bahkan menentang-Nya.
Dalam konteks pertanyaan atau serangan terhadap keyakinan Kristen, lemah lembut menghasilkan respons yang tidak dipenuhi dengan kemarahan atau kebencian, tetapi sebaliknya dengan kesabaran, pengertian, dan keinginan untuk menjelaskan keyakinan kita dengan lemah lembut dan hormat. Hal ini memungkinkan dialog yang konstruktif dan membangun, yang dapat membawa pemahaman dan persatuan, bahkan di tengah perbedaan.
Orang Kristen harus mengedepankan rasionalitas di dalam menghadapi pokok imannya dipertanyakan bahkan diserang. Rasionalitas mengacu pada kemampuan untuk berpikir dan bertindak sesuai dengan akal sehat, berdasarkan bukti dan pertimbangan yang cermat. Ini berarti bahwa respons orang Kristen terhadap pertanyaan atau serangan terhadap iman mereka didasarkan pada pemikiran yang logis dan teliti, bukan pada emosi yang mendominasi atau tanggapan yang impulsif. Rasionalitas memungkinkan orang Kristen untuk menjawab dengan argumen yang kuat dan persuasif, yang dapat membuka pintu bagi dialog yang lebih dalam dan pencerahan bagi semua pihak yang terlibat.
Kombinasi lemah lembut dan rasionalitas dalam respons orang Kristen terhadap pertanyaan atau serangan terhadap keyakinan mereka mencerminkan nilai-nilai dasar dari ajaran Kristen itu sendiri. Ini menghasilkan sikap yang terbuka, sabar, dan penuh kasih, sambil tetap teguh pada kebenaran iman mereka dan mampu mengartikulasikannya dengan jelas dan persuasif.
Tidak bisa tidak orang Kristen akan menghadapi pertanyaan dan gugatan terhadap dasar-dasar imannya sebab keterbukaan atas informasi dan ruang publib berimplikasi terhadap perubahan masyarakat dan politik terkait dengan pertanyaan tentang pokok-pokok iman Kristen, antar alain keilahian Yesus. Perubahan dalam pandangan agama atau keyakinan dapat memiliki dampak yang signifikan pada struktur sosial dan politik sebuah masyarakat. Ketika
pertanyaan tentang keilahian Yesus muncul dalam konteks ini, seperti yang sering terjadi dalam perdebatan teologis atau filosofis, hal itu bisa mempengaruhi cara orang melihat institusi keagamaan, pemimpin politik yang mengidentifikasi diri mereka dengan keyakinan agama tertentu, dan bahkan kebijakan publik yang dipengaruhi oleh nilai-nilai agama.
Dalam menghadapi situasi seperti ini, prinsip yang dinyatakan dalam 1 Petrus 3:15 dapat membimbing individu atau penulis dalam memberikan tanggapan yang sesuai. Menyatakan iman dengan jelas dan dengan sikap yang bertanggung jawab adalah penting, karena itu menunjukkan komitmen pada keyakinan pribadi. Namun, penting juga untuk melakukannya dengan lemah lembut dan hormat, terutama dalam konteks perdebatan yang sensitif dan kompleks tentang agama. Sikap ini memungkinkan dialog yang produktif dan menghargai pandangan orang lain, bahkan jika berbeda, yang merupakan bagian penting dari dinamika sosial dan politik yang sehat dalam masyarakat modern.
Baca Gereja dan Media untuk Kebaikan Umum dan Pewartaan
Respons perdebatan agama dalam era digital juga merupakan bagian penting dari narasi tersebut. Era digital membawa perubahan signifikan dalam cara kita berkomunikasi dan bertukar informasi. Perdebatan agama yang sebelumnya mungkin terbatas pada forum-forum tertentu atau diskusi langsung, sekarang sering kali terjadi di platform media sosial, blog, atau situs web lainnya.
Dalam konteks ini, prinsip yang terkandung dalam 1 Petrus 3:15 tetap relevan. Ketika merespons perdebatan agama secara online, penting untuk tetap menjaga integritas keyakinan pribadi dan memberikan penjelasan yang jelas dan bertanggung jawab. Namun, dalam lingkungan yang seringkali anonim dan terkadang penuh dengan ketegangan, penting juga untuk mempraktikkan kelembutan dan hormat, bahkan terhadap orang-orang yang mungkin memiliki pandangan yang berlawanan.
Kaitan antara narasi tersebut dan ayat dalam 1 Petrus 3:15 adalah bahwa prinsip-prinsip yang terkandung dalam ayat tersebut dapat membimbing cara kita menganalisis dan merespons perubahan sosial, politik, dan agama, termasuk dalam era digital yang terus berkembang. Menyatakan keyakinan dengan tegas dan jelas, sambil menjaga kelembutan dan hormat dalam berkomunikasi, dapat membantu menciptakan lingkungan dialog yang positif dan bermanfaat dalam masyarakat modern. Penting untuk mengakui kompleksitas dari konsep keilahian dan kemanusiaan Yesus dalam konteks keyakinan Kristen. Dua dimensi ini sering kali menjadi fokus perdebatan dan pertanyaan, terutama dari perspektif agama-agama lain seperti Yahudi dan Islam.
Dimensi keilahian Yesus adalah inti dari keyakinan Kristen. Keyakinan bahwa Yesus adalah Anak Allah, yang menyatakan otoritas ilahi-Nya dalam ajaran, mujizat, dan kebangkitan-Nya dari kematian, adalah salah satu aspek yang paling mendasar dalam iman Kristen. Namun, di samping keilahian-Nya, ada dimensi kemanusiaan Yesus yang juga penting. Kehadiran-Nya di dunia ini, pengalaman-Nya sebagai manusia, kesempatan-Nya untuk merasakan penderitaan, dan akhirnya, kematian-Nya di salib, semuanya menjadi bagian tak terpisahkan dari narasi keselamatan Kristen.
Pertanyaan atau penolakan dari agama-agama lain, seperti yang Anda sebutkan, sering kali berkaitan dengan penolakan terhadap ide bahwa Yesus disalib. Dalam agama Yahudi, keyakinan dalam kesalehan Yesus sebagai Mesias sering kali bertentangan dengan pandangan mereka tentang apa yang diharapkan dari seorang Mesias. Sementara dalam Islam, konsep tentang Nabi Isa (Yesus) juga berbeda dari pandangan Kristen, termasuk peristiwa salib.
Bagi orang Kristen, keyakinan bahwa Yesus mati disalib dan kemudian bangkit dari kematian adalah inti dari iman mereka. Dalam pandangan Kristen, kematian Yesus di salib adalah bagian penting dari perjuangannya melawan dosa dan kemenangan atas kuasa maut. Ini juga merupakan peristiwa yang membawa penebusan bagi umat manusia di mana buah sulung atas kebangkitan orang mati adalah Yesus itu sendiri.
Dalam menghadapi pertanyaan dan penolakan terhadap keyakinan ini, penting bagi orang Kristen untuk merespons dengan lemah lembut dan rasional. Ini mencerminkan sikap yang terbuka, sabar, dan kasih, yang sesuai dengan ajaran Yesus sendiri tentang cinta dan pengampunan. Rasionalitas dalam menjawab pertanyaan atau penolakan juga memungkinkan orang Kristen untuk menjelaskan keyakinan mereka dengan jelas dan logis, tanpa kehilangan integritas atau kedamaian batin.
Analogi dengan emas yang dimurnikan dalam panas tinggi sangat relevan di sini. Ujian dan pertanyaan atas keyakinan Kristen dapat dipandang sebagai proses pembersihan dan pengujian, yang memperkuat dan memurnikan iman orang Kristen sebagaimana yang ditegaskan oleh Tarigan, dkk. (2019). Dalam menghadapi segala bentuk ujian dan pertanyaan, orang Kristen diajarkan untuk tetap teguh dan bertahan dalam iman mereka, sambil menjaga sikap yang lemah lembut dan rasional dalam meresponsnya.
5.Teologi Paulus terkait Keilahian Yesus
Penting kiranya orang Kristen memahami Teologi Paulus3 terkait Keilahian Yesus untuk menjelaskan dan mempertanggungjawabkan imannya. Rasul Paulus mengungkapkan konsep tentang Yesus yang setara dengan Bapa dan Roh Kudus dalam beberapa suratnya, terutama dalam suratnya kepada jemaat di Kolose. Dalam Surat kepada Jemaat di Kolose, Paulus menekankan kepenuhan keilahian Yesus Kristus:
"Dia [Yesus] adalah gambar Allah yang tak terlihat, yang sulung dari segala makhluk; karena oleh Dia telah diciptakan segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, entah singgasana atau pemerintahan atau penguasaan atau kekuasaan. Segala sesuatu telah diciptakan oleh-Nya dan untuk Dia juga." (Kolose 1:15-16)
Dalam ayat ini, Paulus menyatakan bahwa Yesus adalah gambar Allah yang tak terlihat, dan segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ini menegaskan posisi Yesus sebagai pencipta dan pemelihara segala sesuatu, menegaskan keilahian-Nya.
Paulus juga menyatakan tentang keilahian Yesus dalam Surat kepada Jemaat di Filipi:
"Sebab itu Allah sangat meninggikan Dia [Yesus] dan memberikan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya di dalam nama Yesus bertekuklut di sorga dan di bumi dan di bawah bumi, dan setiap lidah mengaku, bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah, Bapa kita." (Filipi 2:9-11).
Lukisan S. Paulus di Efesus yang Estetis dan Sarat Makna
Dalam ayat ini, Paulus menggambarkan pengangkatan Yesus oleh Allah dan memberikan-Nya nama yang di atas segala nama, sehingga setiap orang akan mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan.
Selain itu, dalam surat-surat lainnya, Paulus juga mengacu pada peran Roh Kudus dalam pengenalan dan pemahaman kita akan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Contohnya, dalam Surat kepada Jemaat di Roma, Paulus menulis tentang peran Roh Kudus dalam membenarkan dan memperkenalkan kita kepada Kristus:
"Dan Roh menolong kita dalam kelemahan kita. Karena kita tidak tahu, apa yang harus kita doakan secara patut, tetapi Roh sendiri menyela bagi kita dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Dan Dia yang menyelidiki hati, tahu apa yang dikehendaki oleh Roh, karena Roh berdoa bagi orang-orang kudus menurut kehendak Allah." (Roma 8:26-27)
Pembaca yang ingin tahu lebih dalam dan detail mengenai Teologi Paulus, dapat membaca karya Telhalia berjudul Riwayat Hidup Paulus: Sosiologi Dialektika Teologi-Etis menurut Surat Roma (2017).
Dalam konteks ini, Roh Kudus berperan dalam membantu kita untuk mengenal dan mengerti kebenaran tentang Yesus Kristus, serta membawa kita kepada persekutuan yang lebih dalam dengan-Nya.
Dengan demikian, dalam ajaran Paulus, Yesus Kristus dinyatakan sebagai sama dengan Bapa dan memiliki peran penting dalam karya keselamatan manusia, sementara Roh Kudus juga berperan dalam membawa pengenalan akan Kristus kepada umat manusia.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik 4 kesimpulan penting sebagai berikut.
1.Pentingnya dialog terbuka dalam masyarakat demokratis.
Teori Ranah Publik oleh Habermas menyoroti pentingnya dialog terbuka dan debat yang rasional dalam membentuk opini publik. Dalam konteks ini, pertanyaan tentang Keilahian Yesus menjadi bagian dari proses ini, di mana individu bebas menuangkan pendapat dan berdiskusi tanpa takut akan represi.
2.Peran media dalam pembentukan Opini Publik.
Teori McLuhan tentang media sebagai pesan dan ekstensi manusia menyoroti pengaruh media dalam membentuk persepsi dan pemahaman kolektif. Dalam era digital, media sosial memainkan peran penting dalam membentuk diskusi dan opini publik tentang masalah-masalah agama, termasuk pertanyaan tentang Keilahian Yesus.
3.Tantangan dalam menjaga keterbukaan dan kritik dalam diskusi Agama.
Diskusi agama dalam ranah publik sering kali diwarnai dengan konflik dan pertentangan antara berbagai pandangan dan keyakinan. Keterbukaan informasi yang ditawarkan oleh media sosial dapat menghadirkan tantangan dalam menjaga dialog yang kritis dan inklusif tentang pertanyaan-pertanyaan kontroversial seperti Keilahian Yesus.
4. Pentingnya respons rasional dan empati menanggapi tantangan terhadap Pokok-pokok Iman Kristen.
Dalam menghadapi pertanyaan dan gugatan tentang Keilahian Yesus, respons yang didasarkan pada rasionalitas dan empati menjadi kunci. Orang Kristen diajarkan untuk merespons dengan lemah lembut dan hormat, serta menjelaskan keyakinan mereka secara logis dan jelas, tanpa kehilangan integritas atau kedamaian batin.
-- Masri Sareb Putra
Daftar Pustaka
Horkheimer, Max, dan Adorno, Theodor W. 1947. Dialektik der Aufklärung. Amsterdam: Querido Verlag.
McLuhan, Marshall. 1964. Understanding Media: The Extensions of Man. New York: McGraw-Hill.
Tarigan, Jakobus, dkk. Akal Budi dan Iman. 2019. Jakarta: Penerbit Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Telhalia. 2017. Riwayat Hidup Paulus: Sosiologi Dialektika Teologi-Etis menurut Surat Roma. Tangerang: Penerbit An1mage.