Cerpen "Menyambut Natal di Tengah Keheningan Hati"
Hujan
rintik-rintik membasahi atap rumah Catalina. Angin sejuk menerobos masuk
melalui celah jendela, membawa serta aroma tanah basah dan daun-daun kering.
Catalina menggigil, bukan hanya karena dinginnya udara, tapi juga karena beban
pikiran yang menimpanya. Natal semakin dekat, namun kehangatan yang biasa ia
rasakan saat perayaan itu terasa begitu jauh.
Sebagai
guru di sebuah SMA Swasta di kota Sintang, Catalina harus menyiapkan banyak hal
menjelang liburan Natal. Tumpukan kertas ujian dan laporan menggunung di
mejanya. Di tengah kesibukannya, ia harus juga mengurus Clare, putri kecilnya
yang selalu ingin diperhatikan. “Ma, kapan kita bikin kue Natal?” tanya Clare
dengan mata berbinar. Catalina tersenyum getir. “Sabar ya, Sayang. Mama lagi
sibuk,” jawabnya lembut.
Kristo,
adik laki-lakinya, yang tinggal di kota sebelah, seringkali menelepon untuk
menanyakan kabar Catalina. “Kamu jangan terlalu capek, ya, Kak. Nanti sakit,”
pesan Kristo. Catalina hanya bisa mengangguk. Ia tahu Kristo juga sedang
menghadapi masalah dalam rumah tangganya.
Dion,
si bungsu, yang baru saja lulus kuliah, sedang mencari pekerjaan. Ia sering
membantu Catalina mengurus rumah dan menjaga Clare. “Kak, aku sudah daftar
lowongan kerja di beberapa perusahaan,” kata Dion suatu sore. “Semoga cepat
dapat pekerjaan ya, Dik,” balas Catalina.
Natal
semakin dekat, namun suasana di rumah Catalina terasa berbeda. Catalina
merindukan kehadiran kedua orang tuanya. Dulu, rumah mereka selalu ramai dengan
tawa dan canda saat Natal. Kini, hanya ada kesunyian yang menyelimuti.
Suatu
malam, saat Catalina sedang tertidur, ia bermimpi bertemu dengan ibunya. Dalam
mimpi itu, ibunya tersenyum dan berkata, "Natal adalah tentang cinta dan
kebersamaan. Jangan biarkan kesedihan menguasai hatimu."
Catalina
terbangun dengan perasaan yang campur aduk. Ia sadar bahwa ibunya benar. Natal
bukan hanya tentang hadiah dan pesta meriah, tetapi juga tentang menghargai
keluarga dan orang-orang yang kita cintai.
Suatu
pagi, saat Catalina ke sekolah, hujan kembali turun dengan deras. Jalanan
menjadi licin dan genangan air di beberapa titik. Clare yang biasanya ceria,
tiba-tiba menangis ketakutan. “Mama, aku takut!” rengek Clare kedinginan di
balik mantel plastik. Catalina berusaha menenangkannya, tapi ia sendiri juga
merasa cemas.
Setibanya
di sekolah, Catalina langsung menuju ruang guru. Ia harus menyiapkan materi
pembelajaran untuk minggu depan. Namun, pikirannya terus melayang pada
masalah-masalah yang sedang dihadapinya. Ia rindu akan kehangatan keluarga saat
Natal.
Siang
hari setelah pulang bekerja, Catalina memutuskan untuk mengubah suasana hati.
Ia mengajak Clare dan Dion untuk membuat kue Natal. Mereka tertawa dan bercanda
sambil menguleni adonan. Saat kue-kue itu matang dan mengeluarkan aroma harum,
hati Catalina terasa lebih ringan.
Natal
tahun itu memang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada pesta meriah
atau hadiah yang mahal. Namun, Catalina merasa bahagia karena dikelilingi oleh
orang-orang yang menyayanginya. Ia belajar bahwa kebahagiaan sejati itu
sederhana, yaitu kebersamaan dengan keluarga.