Agama: Bukan Hanya Dipeluk, Tetapi Disetubuhi
Agama sebagai Pengalaman yang Mendalam
Agama
seharusnya dipandang sebagai sebuah perjalanan spiritual yang mengubah cara
kita melihat dunia dan berinteraksi dengan orang lain. Ketika kita
"memeluk" agama, kita mungkin hanya mengikuti tradisi dan ritual
tanpa benar-benar memahami makna di baliknya. Namun, ketika kita
"menyetubuhi" agama, kita membuka diri untuk mengalami keintiman
dengan keyakinan kita. Ini berarti kita tidak hanya menerima ajaran agama,
tetapi juga membiarkan ajaran tersebut meresap ke dalam jiwa kita, membentuk
tindakan dan keputusan kita sehari-hari.
Sebagai
contoh, banyak orang yang mengikuti ritual keagamaan tanpa memahami makna yang
lebih dalam. Dalam Islam, misalnya, puasa selama bulan Ramadan bukan hanya
tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga tentang pengendalian diri, empati
terhadap orang yang kurang beruntung, dan pembelajaran spiritual. Ketika
seseorang benar-benar "menyetubuhi" konsep puasa, mereka akan
merasakan transformasi batin yang mendalam, bukan hanya sekadar menjalankan
kewajiban.
Membangun
Hubungan yang Lebih Dalam dengan Agama
Dalam
konteks hubungan manusia dengan agama, kita perlu mempertimbangkan bagaimana
agama dapat membentuk identitas kita. Agama yang hanya "dipeluk"
sering kali menjadi simbol identitas yang kaku, sedangkan agama yang
"disetubuhi" memberikan ruang untuk pertumbuhan dan pemahaman yang
lebih luas. Ketika kita terlibat secara emosional dan spiritual dengan agama
kita, kita dapat membangun hubungan yang lebih dalam dengan diri kita sendiri
dan dengan orang lain.
Misalnya,
dalam tradisi Kristen, konsep kasih sayang dan pengampunan seharusnya tidak
hanya menjadi ajaran teoritis, tetapi juga diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Ketika seseorang benar-benar memahami dan menginternalisasi
nilai-nilai tersebut, mereka akan menemukan kekuatan untuk mengampuni dan
mencintai secara tulus, yang pada gilirannya akan menciptakan hubungan yang
lebih harmonis dalam masyarakat.
Menjawab Argumen yang Menentang
Salah
satu argumen yang mungkin muncul adalah bahwa memandang agama sebagai sesuatu
yang "disetubuhi" dapat mengarah pada interpretasi yang terlalu bebas
atau bahkan menyimpang dari ajaran asli. Namun, penting untuk dicatat bahwa
memahami agama secara mendalam bukan berarti mengabaikan ajaran dasar.
Sebaliknya, pemahaman yang mendalam dapat memperkuat keyakinan kita dan
membantu kita menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh
agama kita.
Ketika
kita "menyetubuhi" agama, kita tidak hanya menerima apa yang
diajarkan, tetapi juga mempertanyakan dan merenungkan bagaimana ajaran tersebut
dapat diterapkan dalam konteks kehidupan kita saat ini. Ini menciptakan ruang
untuk dialog yang sehat dan pemahaman yang lebih baik, baik terhadap diri
sendiri maupun orang lain.
Kesimpulan
Dalam
kesimpulannya, pernyataan bahwa agama seharusnya "disetubuhi" dan
bukan hanya "dipeluk" mengajak kita untuk merenungkan kedalaman
hubungan kita dengan keyakinan yang kita anut. Agama seharusnya menjadi
pengalaman yang hidup dan dinamis, yang tidak hanya memengaruhi identitas kita
tetapi juga cara kita berinteraksi dengan dunia. Dengan memahami agama sebagai
sesuatu yang intim dan mendalam, kita dapat mencapai kehidupan spiritual yang
lebih bermakna dan autentik. Oleh karena itu, mari kita buka hati dan pikiran
kita untuk "menyetubuhi" agama kita, agar kita dapat merasakan
kekuatan transformasi yang sesungguhnya.
-- RD. Pedeuro